Friday, 18 December 2015

MAKALAH BANK DAN PEGADAIAN

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang

Dalam kegiatan sehari-hari, uang selalu saja dibutuhkan untuk membeli atau membayar berbagai keperluan. Dan yang menjadi masalah, terkadang kebutuhan yang ingin dibeli tidak dapat mencukupi dengan uang yang dimilikinya. Kalau sudah demikian maka mau tidak mau kita mengurangi untuk memebeli berbagai keperluan yang dianggap tiodak penting, namun untuk keperluan yang sangat penting terpaksa harus dipenuhi dengan berbagai cara seperti meminjam dari berbagai sumber dana yang ada.

Jika kebutuhan dana jumlahnya besar, maka dalam jangka pendek sulit untuk dipenuhi, apalagi jika harus dipenuhi lewat lembaga perbankan. Namun jika dana yang dibutuhkan relatif kecil tidak jadi masalah, karena banyak tersedia sumber dana yang murah dan cepat, mulai dari pinjaman ke tetangga, Lintah darat, sampai pinjaman dari lembaga keuangan lainnya.

Bagi mereka yang memiliki barang-barang berharga kesulitan dana dapat segera dipenuhi dengan cara menjual barang berharga tersebut, sehingga sejumlah uang yang diinginkan sehingga dapat terpenuhi.

 

B.       Rumusan masalah

1.      Jelaskan pengertian bank dan jenisnya ?

2.      Apa itu pegadaian ?

3.      Apa saja kah jenis-jenis pegadaian ?

4.      Bagaimana mekanisme kerja pada pegadaian ?

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. BANK

1.    Pengertian Bank

Kata bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti meja. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Beberapa pengertian bank yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain sebagai berikut.

a.    Macleod, tugas bank adalah menciptakan kredit, sedangkan bankir adalah pengusaha yang membeli uang dan peminjam dengan cara menciptakan pinjaman lainnya.

b.    R.G. Hawtery, pengusaha bank adalah pedagang yang mengadakan transaksi kredit, yang berupa penerimaan dan pengeluaran kredit.

c.    A. Hann, tugas bank terletak pada pemberian pinjaman dengan cara menciptakan pinjaman dari simpanan yang dipercayakan.

2. Jenis-Jenis Bank

Dalam praktiknya, di Indonesia terdapat beberapa jenis perbankan. Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, perbankan di Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian, sehingga fungsi utama perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.

Adapun jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi fungsi, kepemilikan, status, dan cara menentukan harga.

a. Dilihat dari Segi Fungsi

Menurut UU Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, jenis bank menurut fungsinya adalah sebagai berikut.

·      Bank umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

·      Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

b. Dilihat dari Segi Kepemilikan

 

Jenis bank berdasarkan kepemilikannya dapat dibedakan sebagai berikut.

1.      Bank milik pemerintah

Bank milik pemerintah merupakan bank yang akte pendiriannya maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungannya dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Contoh bank milik pemerintah daerah antara lain Bank DKI, Bank Jabar, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank DIY, Bank Riau, Bank Sulawesi Selatan, dan Bank Nusa Tenggara Barat.

2.      Bank milik swasta nasional

Bank milik swasta nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga keuntungannya menjadi milik swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional antara lain Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Bumi Putra, Bank Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal.

3.      Bank milik koperasi

Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham-sahamnya oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank milik koperasi adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin).

4.      Bank milik asing

Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar negeri). Contoh bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank, American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Hongkong Bank, Deutsche Bank dan Standard Chartered Bank

 

 

5.      Bank milik campuran

Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional dan secara mayoritas sahamnya dipegang oleh warga Negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah Bank Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura Swadarma, Ing Bank, Inter Pacifik Bank, dan Mitsubishi Buana Bank.

c. Dilihat dari Segi Status

Jenis bank dilihat dari segi status adalah sebagai berikut.

 Bank devisa

  Bank nondevisa

d. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga

Berdasarkan cara menentukan harga, bank dapat dibedakan dalam dua jenis.

1.      Bank yang berdasarkan prinsip konvensional (Barat)

2. Bank yang berdasarkan prinsip syariah (Islam)

Penjelasan mengenai jenis-jenis bank :

a. Bank Sentral

Bank sentral di Indonesia dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut.

b. Bank Umum

Bank umum sering disebut juga sebagai bank komersial (commercial bank). Bank umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

c. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

 

 

d. Bank Syariah

Bank Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatannya dengan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembayaran kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah Islam.

 

B.     Pegadaian

1)      Sejarah Pegadaian

a)      Era Kolonial

Sejarah Pegadaian dimulai pada saat Pemerintah Belanda (VOC) mendirikan Bank van Leening yaitu lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai, lembaga ini pertama kali didirikan di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746.

Ketika Inggris mengambil alih kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda (1811-1816), Bank Van Leening milik pemerintah dibubarkan, dan masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pegadaian asal mendapat lisensi dari Pemerintah Daerah setempat ("liecentie stelsel"). Namun metode tersebut berdampak buruk pemegang lisensi menjalankan praktek rentenir atau lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan pemerintah berkuasa (Inggris). Oleh karena itu metode "liecentie stelsel" diganti menjadi "pacth stelsel" yaitu pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayar pajak yang tinggi kepada pemerintah daerah.

b)      Era Kemerdekaan

Pada masa awal pemerintahan Republik Indonesia, kantor Jawatan Pegadaian sempat pindah ke Karanganyar, Kebumen karena situasi perang yang kian memanas. Agresi Militer Belanda II memaksa kantor Jawatan Pegadaian dipindah lagi ke Magelang. Pasca perang kemerdekaan kantor Jawatan Pegadaian kembali lagi ke Jakarta dan Pegadaian dikelola oleh Pemerintah Republik Indonesia. Dalam masa ini, Pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No.7/1969 menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No.10/1990 (yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah No.103/2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (Perum). Kemudian, pada tahun 2011, perubahan status kembali terjadi yakni dari Perum menjadi Perseroan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2011 yang ditandatangani pada 13 Desember 2011. Namun demikian, perubahan tersebut efektif setelah anggaran dasar diserahkan ke pejabat berwenang yaitu pada 1 April 2012.

 

2.    Pengertian Pegadaian

a)      Pengertian Usaha Gadai

Menurut kitab Undang- Undang Hukum perdata pasal 1150 disebutkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, dan yang menberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu utuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang itu setelah digadaikan, biaya- biaya mana yang harus didahulukan.

Secara umum usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barang- barang berharga kepada kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai. Pegadaian terdiri dari dua macam, yaitu pegadaian konvensional dan pegadaian syariah. Pegadaian adalah lembaga yang melakukan pembiayaan dengan bentuk penyaluran kredit atas dasar hukum kredit. Dengan demikian, dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa usaha gadai memiliki ciri- ciri diantaranya:

1.Terdapat barang- barang berharga yang digadaikan.

2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan.

3. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali.

Nah, di atas merupakan pengertian usaha gadai secara menyeluruh atau secara umum. Seperti disebutkan di atas bahwa terdapat dua macam pegadaian, yaitu pegadaian konvensional dan pegadaian syariah. Untuk lebih jelasnya mengenai keduanya, maka akan kami bahas hal tersebut di bawah ini.

 

 

a.      Pegadaian Konvensional dan Pegadaian Syariah

1.      Pengertian

1.1  Pegadaian Konvensional

-          Pengertian pegadaian meurut ahli adalah :

menurut Susilo (1999). Pegadaian dalah suatu hak yang diperoleh oleh seorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak.

Perusahaan Umum Pegadaian. Pegadaian adalah suau badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai ijin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana masyarakat atas dasar hukum gadai.

-          Gadai menurut Undang – undang Hukum Perdata (Burgenlijk Wetbiek) Buku II Bab XX pasal 1150, adalah : suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang – orang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk mennyelamatkannya setelah barang tersebut digadaikan, biaya – biaya mana harus didahulukan.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang orang yang berpiutang atas suatu barang yang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berpiutang sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh yang berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannyapada saat jatuh tempo.

 

1.2  Pegadaian Syariah

-          Definisi Ar-Rahn

Dalam fiqh muamalah, perjanjian gadai disebut rahn. Istilah rahn secara bahasa berarti “menahan”. Maksudnya adalah menahan sesuatu untuk dijadikan jaminan hutang. Sedangkan pengertian gadai menurut hukum syara  adalah:

Menjadikan sesuatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara sebagai jaminan hutang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian utang dari orang tersebut.

Istilah rahn memiliki akar yang kuat dalam al-Quran sebagaimana firman Allah:

Tiap diri terikat (tergadai) dengan apa yang telah diperbuatnya (Q.S Mudatsir : 38)

-          Ar-Rahn Menurut Para Ahli

Istilah rahn menurut Imam Ibnu Mandur diartikan apa-apa yang diberikan sebagai jaminan atas suatu manfaat barang yang diagunkan.

Ulama Mazhab Maliki mendefinisikan rahn sebagai “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat“,

Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikan rahn dengan “menjadikan suatu barang sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak tersebut, baik seluruhnya maupun sebagiannya“.

Ulama Syafii dan Hambali dalam mengartikan rahn dalam arti akad yakni menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar hutangnya.

-          Ar-Rahn Menurut Undang-Undang

Hukum

Tidak semua orang memiliki kepercayaan untuk memberikan pinjaman/utang kepada pihak lain. Untuk membangun suatu kepercayaan, diperlukan adanya jaminan (gadai) yang dapat dijadikan pegangan.

Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Agar gadai tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, maka diperlukan adanya petunjuk (fatwa) dari institusi yang berwenang. Di Indonesia, lembaga yang mempunyai kewenanagan untuk memberikan fatwa adalah Dewan Syariah nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Terkait dengan gadai, fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan adalah:

-          Fatwa Dewan Syariah nasional-Majelis Ulama Indonesia no.25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn.

-          Fatwa Dewan Syariah nasional-Majelis Ulama Indonesia no.26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn emas.

-          Fatwa Dewan Syariah nasional-Majelis Ulama Indonesia no 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan ijarah

-          Fatwa Dewan Syariah nasional-Majelis Ulama Indonesia no.10/DSN-MUI/IV/2000 tentang wakalah

-          Fatwa Dewan Syariah nasional-Majelis Ulama Indonesia no.43/DSN-MUI/VII/2004 tentang ganti rugi.

Dan fatwa-fatwa tersebut agar berlaku mengikat, maka perlu ditindak lanjuti oleh pemerintah melalui otoritas yang terkait menjadi produk hokum yang berlaku formal.

Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25/DSN-MUI/III/2002 tanggal 26 Juni 2002 bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.

 

3.      Tujuan Usaha Pegadaian

1.      Membantu orang- orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.

2.      Untuk masyarakat yang ingin mengetahui barang yang dimilikinya, pegadaian memberikan jasa taksiran untuk mengetahui nilai barang.

3.      Menyediakan jasa pada masyarakat yang ingin menyimpan barangnya.

4.      Memberikan kredit kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan tetap seperti karyawan.

5.      Menunjang pelaksana kebijakan dan program pemerintah dibinang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang pinjaman atas dasar hokum gadai.

6.      Mencega praktik ijon, pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainya

7.      Meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah kebawah melalui penyediaan dana atas dasar hokum gadai, dan jasa dibidang keuangan lainya berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku

8.      Membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai kepada masyarakat.

9.      Di samping penyaluran kredit, maupun usaha- usaha lainya  yang bermanfaat terutama bagi pemerintah dan masyarakat.

10.  Membina pola pengkreditan supaya benar- benar terarah dan bermanfaat, terutama mengenai kredit yang bersifat produktif dan bila perlu memperluas daerah operasionalnya.

 

4.      Jenis-jenis Barang yang bisa digadaikan

Barang dan perhiasan : yaitu semua perhiasan yang dibuat dari emas, perhiasan perak, platina, baik yang berhiaskan intan, mutiara.

a.       Barang-barang elektronik: laptop, TV, kulkas, radio, tape recorder,vcd/dvd, radio kaset.

b.      Kendaran : sepeda, sepeda motor, mobil.

c.       Barang-barang rumah tangga

d.      Mesin,mesin jahit, mesin motor kapal.

e.       Tekstil

f.       Barang-barang lain yang dianggap bernilai seperti surat-surat berharga baik dalam bentuk saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya.

 

5.      Manfaat Pegadaian

1.      Bagi Nasabah

Manfaat utama yang diperoleh nasabah yang meminjam dari perum pegadaian adalah ketersediaan dana dengan prosedur yang relatif lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat terutama apabila dibandingkan dengan kredit perbankan. Disamping itu mengingat itu jasa yang ditawarkan oleh Perum Pegadaian tidak hanya jasa pegadaian, nasabah juga memperolah manfaat sebagai berikut:

a.       Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari dari pihak atau institusi yang telah    berpengalaman dan dapat dipercaya.

b.      Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapat dipercaya Nasabah yang akan berpergian, merasa kurang aman menempatkan barang bergeraknya ditempat sendiri, atau tidak mempunyai sarana penyimpanan suatu barang bergerak dapat menitipkan suatu barang bergerak dapat menitipkn barangnya di Perum Pegadaian.

2.      Bagi Perusahaan Pegadaian

Manfaat yang diharapkan Perum Pegadaian sesuai jasa yang diberikan kepada nasabahnya adalah:

a.       Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana;

b.      Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu dari Perum Pegadaian;

c.       Pelaksanaan misi Perum Pegadaian sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam bidang pembiayaan berupa pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relatif sederhana;

d.      Berdasarkan Beraturan Pemerintah  No. 10 Tahun  1990, laba yang diperoleh oleh Perum Pegadaian digunakan untuk:

1)      Dana pembangunan semesta (55%);

2)      Cadangan umum (5%);

3)      Cadangan tujuan (5%);

4)      Dana sosial (20%).

 

BAB III

KESIMPULAN

 

Kata bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti meja. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Pegadaian itu sendiri terdapat dua (2) macam, yaitu pegadaian konvensional dan pegadaian syariah.

Sedangkan istilah-istilah pada keduanya pun memiliki perbedaan, seperti gadai pada konvensional dan rahn pada syariah.

Prosedur peminjaman pada pegadaian pun lebih cepat dan biaya yang dikenakan relative kecil sehingga mampu menarik perhatian nasabah atau rahin.

Untuk sekarang ini, pegadaian konvensional lebih marak atau lebih banyak beredar di masyarakat luas dan lebih banyak diketahui dibandingkan pegadaian syariah dikarenakan keberadaan komponen-komponen pendukung produkrahn yang terbatas, seperti sumberdaya penafsir, alat untuk menafsir, dan gudang penyimpanan barang jaminan. Oleh karena itu, tidak semua bank mampu memfasilitasi keberadaan rahn ini, tetapi jika keberadaan rahn sangat dibutuhkan dalam sistem pembiayaan bank, maka bank tersebut memiliki ketentuan sendiri mengenai rahn, misalnya dalam hal barang jaminan ukurannya dibatasi karena alasan kapasitas gudang penyimpanan barang jaminan terbatas.

Dan juga produk dari pegadaian syariah itu sendiri yang belum dikenal oleh masyarakat luas.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Modul Bank Dan Lembaga Keuangan Non Bank Semester 5 Terbitan Politeknik Negeri Samarinda

http://Pegadaian%20(perusahaan)%20-%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.html

http://Pegadaian%20syariah%20%20pegadaian%20syariah%20lengkap.html

http://pegadaiansyariahlala.blogspot.com/2013/05/pegadaian-syariah-lengkap.html

http://pegadaiansyariah.com/produk-pegadaian-syaria

http://pegadaian/Mekanisme%20Kerja%20Pegadaian%20Konvensional%20dan%20Syariah.html