Monday 26 September 2022

STRATEGI DAN SUBTANSI DAKWAH KHULAFAUR RASYIDIN

MAKALAH SKI

 

TENTANG :

STRATEGI DAN SUBTANSI DAKWAH  KHULAFAUR RASYIDIN

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Sejarah Kebudayaan Islam merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang menelaah tentang peradaban sebelum Islam, perkembangan dakwah Nabi Muhammad SAW periode Mekkah, perkembangan dakwah Nabi Muhammad SAW periode Madinah, sejarah perkembangan Islam masa Khulafaur Rosyidin, hingga strategi dan subtansi dakwah Khulafaur Rosyidin.

Yang Kami bahas di sini adalah Strategi dan subtansi dakwah Khulafaur Rosyidin. Kita sebagai siswa yang menekuni bidang PAI harus dapat menyiapkan segala sesuatu mengenai proses kegiatan belajar mengajar sehingga menjadi siswa yang berkompeten di bidangnya dalam garis besar sebagai seorang guru. Yang harus diperhatikan sebelum melakukan proses tersebut adalah menelaah materi yang akan diajarkan, apakah itu sudah sesuai dengan kurikulum, peserta didik maupun pengajar. Tidak hanya dengan menelaah materinya saja, tapi juga menelaah kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) yang akan kita ajarkan kepada peserta didik.

 

B.   Rumusan Masalah

1.               Bagaimana strategi dan subtansi dakwah  masa kholifah Abu Bakar as Shidiq ?

2.               Bagaimana strategi dan subtansi dakwah pada masa kholifah Umar bin Khottob ?

3.               Bagaimana strategi dan subtansi dakwah pada masa kholifah Utsman bin Affan ?

4.               Bagaimana strategi dan subtansi dakwah pada masa kholifah Ali bin Abi Tholib ?

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Kebijakan dan Strategi Abu Bakar as Shiddiq

Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun (632 – 634 M), maka mempun-yai beberapa kebijakan dan strategi ketika memimpin negara yaitu :

1. Pembukuan Al-Qur’an

Perang Riddah menimbulkan banyak kurban, termasuk sebagaian para pengh-afal Al-Qur’an. Kenyataan ini sangat merugikan sekaligus menghawartirkan Jika semakin banyak penghafal Al-Qur’an gugur, akibatnya Al-Qur’an bisa hilang. Menyadari hal ini, Umur bin Khatab mencatat semua hafalan Al-Qur’an pada para sahabat yang masih hidup. Dengan demikian, Al-Qur’an dapat diwariskan kepada generasi mendatang. Abu Bakar ragu, apakah harus menerima usulan Umar bin Khatab ataukah menolaknya ? Ia ragu sebab Nabi belum pernah melakukannya. Namun, Umar berhasil meyakinkan Abu Bakar bahwa pengumpulan Al-Qur’an akan sangat bermanfaat bagi keutuhan Al-Qur’an sendiri. Akhirnya, Abu Bakar menugaskan Zaid bin Tsabit untuk memimpin pengumpulan Al-Qur’an. Zaid ditunjuk karena ia pemuda yang cerdas dan berpengalaman mencatat ayat-ayat Al-Qur’an. Zaid bin Tsabit dapat melaksanakan tugas tersebut dengan baik.

 

2. Perluasan wilayah baru (Futuhat)

Keberhasilan dalam perang Riddah, ancaman dari dalam Jazirah Arab, dapat dikatakan teratasi. Namun ancaman dari luar sedang bergerak. Kekuasaan yang dijalankan pada masa Kholifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral. Kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudi-katif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.

Ketika Abu Bakar menjabat sebagai khalifah pertama, ia berusaha mewujud-kan keinginan tersebut dalam upaya memperluas wilayah kekuasaan Islam ke daerah Syiria. Untuk keperluan tersebut Abu Bakar menugaskan 4 orang pan-glima perang, yaitu :

1)        Yazid bin Abu Sufyan yang ditugaskan di Damaskus.

2)        Abu Ubaidah bin Jarrah ditugaskan di Homs sebagai panglima besarnya.

3)        Amru bin Ash ditugaskan di Palestina.

4)        Surahbil bin Hasanah ditugaskan di Yordania.

Ketika itu Syiria berada di bawah kekuasaan Romawi pimpinan Kaisar Her-aklius sebenarnya pengembangan Islam ke Syiria ini telah dimulai sejak Nabi akan wafat, di bawah pimpinan Usamah bin Zaid. Namun terhenti karena pasu-kan Islam mendengar berita tentang wafatnya nabi Muhammad Saw..kemudian ini dilanjutkan kembali pada masa pemerintahan Abu Bakar. Usaha perluasan ini dipimpin oleh 4 orang panglima dan diperkuat lagi dengan datngnya pasukan Khalid ibnu Walid yang berjumlah lebih kurang 1500 orang, juga mendapat ban-tuan dari Mutsanna ibnu Haritsah. Khalid ibnu Walid sebelumnya telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia. Karena Abu Bakar mendengar bahwa Abu Ubaidah kewalahan dalam menghadapi pasukan Romawi Timur di Syiria, lalu Khalid diperintahkan untuk membantu pasukan Abu Ubai-dah.

Pada waktu berlangsungnya perang melawan tentara Romawi Timur ini, datang sebuah berita tentang wafatnya Abu Bakar (13 H/634 M). Selanjutnya yang menggantikan kedudukan Abu Bakar adalah Umar ibnu Khatab.

 

B. Kebijakan dan Strategi Umar bin Khattab

       1.  Pengembangan Wilayah Islam

Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab, usaha pengembangan Wilayah Islam terus dilanjutkan. Kemenangan dalam perang Yarmuk pada masa Abu Ba-kar, membuka jalan bagi Umar untuk menggiatkan lagi usahanya. Dalam pertem-puran di Ajnadin tahun 16 H/636 M, tentara Romawi dapat dikalahkan. Selan-jutnya beberapa kota di pesisir Syiria dan Pelestina, seperti Jaffa, Gizar, Ramla, Typus, Uka (Acre), Askalon dan Beirut dapat ditundukkan pada tahun 18 H/638 M dengan diserahkan sendiri oleh Patrik kepada Umar bin Khatab.

Khalifah Umar bin Khatab melanjutkan perluasa dan pengembangan wilayah Islam ke Persia yang telah dimulai sejak masa Khalifah Abu Bakar. Pasukan Islam yang menuju Persia ini berada di bawah pimpinan panglima Saad bin Abi Waqas. Dalam perkembangna berikutnya, berturut-turut dapat ditaklukan beberapa kota, seperti kadisia tahun 16 H/636M, kota Jalula tahun 17 H/638 M. Madain tahun 18 H / 639 M dan Nahawand tahun 21 H / 642 M.

Khalifah Umar bin Khatab juga mengembangkan kekuasaan Islam ke Mesir. Pada saat itu penduduk Mesir, yaitu suku bangsa Qibti (Qopti) sedang mengala-mi penganiayaan dari bangsa Romawi dan sangat mengaharapkan bantuan dari orang-orang Islam. Setelah berhasil menaklukkan Syiria dan Palestina, Khali-fah Umar bin Khatab memberankatkan pasukannya yang berjumlah 4000 orang menuju Masir di bawah pimpinan Amr bin Ash. Sasaran pertama adalah meng-hancurkan pintu gerbang al Arisy, lalu berturut-turut al Farma, bilbis, tendonius (Ummu Dunain), Ain Sams, dan juga berhasil merebut benteng babil dan Iskan-dariyah.

  2.Mengeluarkan Undang-Undang

Di antara jasa dan peninggalan Umar bin Khatab selama ia menjabat khalifah adalah menertibkan pemerintahan dengan mengeluarkan undang-undang. Diada-kan kebijakan peraturan perundangan mengenai ketertiban pasar, ukuran dalam jual beli, mengatur kebersihan jalan dan lain-lain.

   3.  Membagi Wilayah Pemerintahan

Khalifah Umar bin Khatab juga membagi daerah menjadi beberapa daerah pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Khalifah ber-tindak sebagai pemimpin pemerintahan pusat, sedangkan di daerah dipegang oleh para gubernur yang membantu tugas pemerintahan khalifah di daerah-dae-rah.

   4.Membentuk beberapa dewan

Selain itu, Khalifah Umar bin Khatab juga membentuk beberapa dewan, di antarannya Dewan Perbendaharaan Negara, dan Dewan Militer. Ia juga mem-bentuk utusan kehakiman, di mana hakim yang terkenal pada waktu itu adalah Ali bin Abu Thalib.

 

C. Kebijakan dan Strategi Usman bin Affan

1.Perluasan Wilayah

Pada masa khalifah Usman terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha penaklukan Persia. Ke-mudian Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut ditaklukanya, antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia.

Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam di luar kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para pemberontak yang melakukan maka di daerah Azerbaijan dan Rai, karena mer-eka enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia.

 

2.    Standarisasi Al-Qur’an

Pada masa Usman, terjadi perselisihan di tengah kaum muslimin perihal secara baca Al-Qur’an (qiraat). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan beragam cara baca. Karena perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini dilporkan oleh Hudzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman. Menanggapai laporan tersebut, Khalifah Usman memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara baca inilah yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari.

Dalam menyusun cara baca Al-Qur’an resmi ini, Khalifah Usman melakukannya berdasarkan cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang disusun leh Abu Bakar. Setelah pembukuan selesai, dibuatlah beberapa salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah, Basrah dan Mekkah. Satu mushaf disimpan di Madinah.Mushaf-mushaf inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Usman mengharuskan umat Islam menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang telah disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al-Qur’an den-gan cara baca yang lainnya dibakar.

 

3. Pengangkatan Pejabat Negara

Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Is¬lam terhadapnya. Kepemimpinan Usman sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M, Usman di-bunuh oleh kaum pemberontak yang terdir dari orang-orang yang kecewa itu.

Salah satu faktor yang menyebabkan banyak kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibnu Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting. Usman laksana boneka dihadapan kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terh-adap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri.

4. Pembangunan Fisik

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Usman tidak ada keg-iatan-kegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk men-jaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah.

 

D. Kebijakan dan Strategi Ali bin Abi Thalib.

1.Penggantian pejabat lama dengan yang baru

Khalifah Ali bin Abu Thalib memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit-pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki ja-batan khalifah, Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Usman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi dikarenakan keteledoran mereka.

2.Penarikan Kembali Tanah Hadiah

Ali juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Usman kepada penduduk dengan menyerahkan hasl pendapatannya kepada negara., dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan oleh Umar bin Khatab.

3.Mengadapi Para Pemberontak

Setelah kebijakan tersebut diterapkan, Ali bin Abu Thalib menghadapi pem-berontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghu-kum para pembunuh Usman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Usman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau be-runding untuk menyelesaikan perkara tersebut secara damai. Namun ajakan terse¬but ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun terjadi. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Perang Unta), karena Aisyah dalam pertempuran ini menunggang unta. Ali berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijasanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus yaitu Muawiyah, yang didu-kung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Ai¬syah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Muawiyah di Siffin. Pertempuran tersebut dikenal dengan nama perang Siffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tetapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan tim¬bulnya golongan ketiga yaitu al Khawarij, artinya orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya di ujung masa pemerintahan Ali bin Abu Thalib umat Is¬lam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Muawiyah, Syi’ah (pengikut) Ali dan al Khawarij atau orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Keadaan Iini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tenta-ranya semakin melemah, sementara posisi Muawiyah semakin kuat. Pada tang-gal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah satu anggota kelompok Khawarij yakni Ibnu Muljam.

Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh putranya yang ber-nama Hasan bin Ali selama beberapa bulan. Namun karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyah kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. Perjajian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Muawiyah bin Abu Sufyan. Di sisi lain, perjanjian itu juga menyebab-kan Muawiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan ini dikenal dalam sejarah sebagai tahun Amul Jamaah. Dengan demikian berakhirlah apa yang disebut dengan Khulafaur Rasyidin dan dimulai-lah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.

 

BAB III

KESIMPULAN

 

1.         Abu Bakar adalah seorang figur pemimpin yang memiliki jiwa bersih, jujur, dan sangat demokratis. Siap dikritik dan diberi saran, peduli terhadap keselamatan dan kesejahteraan umat. Apabila sosok pemimpin seperti Abu Bakar ada pada masa kini, pastilah kemakmuran dan keadilan akan merata pada setiap lapisan masyarakat.

2.         Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang pemberani terhadap yang hak, tegas menghadapi kebatilan dan pandai berdiplomasi. Beliau telah merubah anak-anak padang pasir yang liar menjadi bangsa pejuang yang gagah berani, tangguh, disiplin tinggi serta mampu menghancurkan Persia dan Byzantium. Beliau juga mampu membangun imperium yang cukup kuat dan luas meliputi Persia, Irak, Kaldea, Syria, Palestina, dan Mesir. Apabila para pemimpin pada masa sekarang mau meneladani kepribadian Umar bin Khattab, tentulah akan terwujud stabilitas bangsa dan Negara yang ampuh.

3.         Usman bin Affan adalah seorang pemimpin yang berjuang meneruskan perjuangan para Khalifah pendahulunya. Beliau mampu melakukan perluasan wilayah kekuasaan yang patut dikenang. Beliau mampu membentuk Angkatan Laut Arab. Corak kepemimpinan beliau yang patut dicontoh dan diterapkan yaitu sifat keterbukaan dan demokratis.

4.         Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemimpin yang ‘alim, gagah berani, tangkas, dan pandai bermain pedang. Seluruh potensinya dipergunakan untuk mengatasi perpecahan dan kekacauan dalam negeri. Beliau dilantik menjadi khalifah dalam situasi dan kondisi yang kacau balau, akan tetapi ia mampu menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Perjuangan beliau senantiasa untuk keutuhan umat. Apabila para pemimpin zaman sekarang mau meniru kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, pasti perpecahan dan kekacauan dapat diatasi dengan mudah.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Buku Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas X Kurikulum 2013 (Khusus Siswa).

Silabus dan RPP Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Aliyah Kelas X Kurikulum 2013.

 

 

BAB 3 BUKU SISWA MATERI PERADABAN ISLAM DI MASA DAULAH UTSMANIYAH

MAKALAH

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

 

TENTANG

PERADABAN ISLAM DI MASA DAULAH UTSMANIYAH

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

          Daulah Utsmaniyah adalah sebuah kekhalifahan Islam kedua yang menyebarkan  Islam  ke  tanah Eropa  setelah  Umayyah  di  Spanyol.   Kekuatan Daulah Utsmaniyah  bahkan  mengakhiri  sejarah kekaisaran  Romawi Timur,   Byzantium  dengan jatuhnya Konstantinopel (Istanbul) ke tangan Islam di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih pada tahun  1453 M.  Sejak inilah,  Daulah Utsmaniyah menjadi salah satu kekuatan besar Islam di semenanjung Anatolia dan Balkan, serta wilayah Mesir dan Jazirah Arab.

Daulah Utsmaniyah menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam setelah umat Islam mengalami masa disintegrasi dan kemunduran pasca jatuhnya kekuasaan Daulah Abbasiyah ke orang-orang Mongol dan jatuhnya Kordoba, benteng terakhir kekuasaan Islam di Andalusia ke orang-orang Eropa. Utsmaniyah adalah nama dari kesultanan di Istanbul Turki, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Turki Utsmani.

Pemerintahan Daulah Utsmaniyah berada di bawah kekuasaan Bani Utsmaniyah, anak keturunan Osman I, pendiri dan asal muasal nama daulah. Bani Utsmaniyah telah memimpin Daulah Utsmaniyah sejak tahun 1299 M secara turun temurun tanpa terputus. Kesultanan Daulah Utsmaniyah memegang otoritas penuh dalam kebijakan politik dan sultan adalah figur pemimpin utama yang absolut. Sultan didampingi oleh para pejabat (vizier) dan pemangku kebijakan lainnya dalam memfungsikan sistem pemerintahan yang baik.

 

B.       Rumusan masalah

1.         Jelaskan Sejarah Lahirnya Daulah Utsmaniyah !

2.         Jelaskan Kepemimpinan Awal Daulah Utsmaniyah !

3.         Jelaskan Puncak Keemasan dalam Kepemimpinan Daulah Utsmaniyah! 

4.         Jelaskan Masa Kemunduran dan Runtuhnya Daulah Utsmaniyah !

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Sejarah Lahirnya Daulah Utsmaniyah

Bangsa Turki adalah bangsa Kaukasia yang menempati wilayah semenanjung Anatolia. Bangsa Turki adalah bangsa pemberani dan mempunyai rasa disiplin yang tinggi, serta terdiri dari beberapa macam suku bangsa. Pada masa Daulah Abbasiyah, wilayah ini dikuasai oleh Daulah Bani Saljuk, Turki. Ada salah satu suku Turki di wilayah perbatasan Byzantium yang dipimpin oleh Sulaiman (w. 1227 M). Setelah Sulaiman wafat, kepemimpinannya diteruskan kepada anaknya, yaitu Ertugrul (w. 1280 M).

Di masa kepemimpinan Ertugrul, terjadi peperangan antara pasukan Bani Saljuk yang melawan pasukan Byzantium. Pada saat itu, Ertugrul segera membantu pasukan Bani Saljuk dan menggabungkan diri untuk memerangi pasukan Byzantium. Atas bantuan tak terduga ini, pasukan Bani Saljuk berhasil mengalahkan pasukan Byzantium dan memenangkan perang. Sultan Alauddin Kayqubad I, pemimpin Daulah Bani Saljuk saat itu, memberikan penghargaan untuk Ertugrul berupa pangkat Amir dan memimpin wilayah di Karaca Dag dan Sogut, daerah yang berbatasan dengan Byzantium. Sepeninggalannya, kepemimpinan wilayah tersebut jatuh ke tangan anaknya, Osman I (w. 1323/4).

Osman I banyak menguasai kota-kota yang dikuasai Byzantium dan mendirika, sebuah pemerintahan dan nama Osman diabadikan sebagai nama daulah, yaitu Daulah Utsmaniyah dengan ejaan Arab atau Daulah Ottoman dengan ejaan Latin.

 

B.  Kepemimpinan Awal Daulah Utsmaniyah

1.    Osman I Pendiri Daulah Utsmaniyah

Setelah runtuhnya kekuasaan Daulah Bani Saljuk, Osman I menjadi seorang tokoh pemimpin yang paling kuat di wilayah Anatolia. la mendirikan Daulah Utsmaniyah pada tahun 1299 M, dan menjadi sultan pertamanya. la menjadikan Kota Sogut sebagai ibu kota pertama Daulah Utsmaniyah. Masa kepemimpinannya berlangsung kuat, yaitu 1299-1323/4 M. Pengaruh kuatnya di wilayah Anatolia menjadikan Byzantium takut dan perlahan meninggalkan wilayah Anatolia.

Semasa hidupnya, Osman I berkampanye untuk melawan Byzantium dan memperluas pengaruhnya hingga ke Bursa, wilayah yang dekat dengan Konstantinopel. Kampanye menguasai Bursa menjadi salah satu poin penting untuk keberlanjutan Daulah Utsmaniyah, karena Bursa adalah wilayah yang bisa dijadikan benteng utama untuk melawan Byzantium. Osman I juga merencanakan kota Bursa untuk dijadikan pengganti Kota Sogut sebagai ibu kota Daulah Utsmaniyah. Osman I wafat pada tahun 1323/4 M dan memimpin daulah selama 24 tahun. Kepemimpinannya diwariskan kepada anaknya, Orkhan.

 

2.    Sultan Orkhan (1326-1362 M)

Setelah mewarisi kepemimpinan dari ayahnya,  Sultan Orkhan menerapkan kebijakan dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, ia membentuk pasukan baru yang disebut dengan Yanisari pada tahun 1330 M di bawah pimpinan Menteri Pertahanan Alauddin. Pasukan baru ini difungsikan sebagai pasukan elite yang dilatih sejak masih muda. Pasukan ini terdiri dari pemuda-pemuda beragama Islam, Nasrani, dan Yahudi yang dilatih di perkampungan militer dan dididik agar berjiwa kesatuan kebangsaan Turki Utsmani.  Bibit pasukan ini akan disempurnakan di masa anaknya, SultanMurad I. Dengan kekuatan pasukan Yanisari pilihan ini, Daulah Utsmaniyah selalu memenangkan penyerbuan-penyerbuan melawan musuh. Pencapaian pasukan Yanisari menjadikannya pasukan yang paling ditakuti dan disegani pada masa itu. Selain itu, Sultan Orkhan juga menyusun undang-undang dasar sebagai pondasi pemerintahan yang baru, serta mendirikan pabrik mata uang sebagai roda perekonomian Daulah Utsmaniyah. Pada masa kepemimpinan Orkhan, Kota Bursa telah selesai dibangun untuk diiadikan ibu kota pemerintahan Daulah Utsmaniyah pada tahun 1335 M.

3.   Sultan Murad I (1362-1389 M)

Sisa wilayah Daulah Bani Saljuk di Asia Kecil, Angora kemudian dimasukkan pada daerah kekuasaan Daulah Utsmaniyah. Kebijakan luar negerinya tetap diterapkan untuk melawan Byzantium. la menyerbu tanah Eropa dan berhasil menguasai daerah Valasche, Rumelia, dan Kota Adrianopel. Setelah Murad I menduduki Adrianopel, kota tersebut dijadikan ibu kota Daulah Utsmaniyah (1363 M) menggantikan Kota Bursa. Sejak saat itu, kerajaan besar Islam berdiri di bumi Eropa Timur yaitu semenanjung Balkan, di mana wilayah Eropa Barat, yaitu semenanjung Iberia juga pernah dikuasai oleh Daulah Umayyah.

Sejak perpindahan ibu kota ke Adrianopel, Murad I dengan mudah menguasai daerah Eropa Timur (Balkan), yaitu: Kerajaan Servia, Bulgaria, dan dapat mengalahkan pasukan Slavia di Kassavo. Strategi memindahkan ibu kota ke Adrianopel menjadikan Konstantinopel, ibu kota Byzantium terkepung di wilayah yang dikuasai oleh Turki Utsmani Pengepungan total atas kerajaan Byzantium dan terisolasinya daerah itu dari kerajaan Eropa yang lain merupakan suatu ancaman langsung terhadap Eropa. Strategi memindahkan ibu kota kc Adrianopel menjadikan Konstantinopel, ibu kota Byzantium terkepung di wilayah yang dikuasai oleh Turki Utsmani. Pengepungan total atas kcrajaan Byzantium dan terisolasinya daerah itu dari kerajaan Eropa yang lain merupakan suatu ancaman langsung terhadap Eropa. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena kerajaan Eropa sangat takut jika pengaruh Islam menyebar ke wilayah Eropa dan mengancam legitimasi agama Nasrani di wilayah tersebut.

4.   Sultan Bayazid I (1389-1402 M)

Saat Sultan Murad I wafat disergap seorang pasukan Slavia di Kassavo, kepemimpinan Daulah Utsmaniyah jatuh ke tangan puteranya, Bayazid I. Ia bergelar "Yaldrum" yang berarti petir, sebab ia dikenal sebagai pemimpin pasukan yang bergerak cepat dan tangkas dalam medan perang. Kebijakan dalam negeri sultan Bayazid I adalah membentuk kader-kader pemuda yang terdidik baik.

5.  Sultan Muhammad I (1413-1421 M)

Kebijakan Muhammad I selama memimpin Daulah Utsmaniyah adalah berusaha menstabilkan wilayah Daulah Utsmaniyah dengan terpaksa memerangi daerah yang sudah terpecah-pecah akibat serbuan pasukan Mongol pada zaman ayahnya dahulu. Ia berjuang selama 8 tahun hingga akhirnya ia berhasil mengembalikan wilayah yang tercerai berai. Muhammad I juga berusaha mengembalikan wibawa Turki di daerah Eropa Timur dengan jalan mengadakan perjanjian damai dengan Byzantium dan dengan republik Venesia. Dengan adanya usaha-usaha dari Muhammad I, Daulah Utsmaniyah bangun tegak kembali.

6.  Sultan Murad II (1421-1444 M)

Masa kepemimpinan Sultan Murad II ditandai dengan penyerbuan dari raja-raja Eropa dan pasukan Salib. Peperangan ini diakhiri dengan gencatan senjata yang ditandai dalam Perjanjian Szegedin pada tahun awal 1444 M. Perjanjian tersebut ditandatangani di bawah sumpah kitab suci Al-Qur'an dan Injil. Adapun isi perjanjian tersebut adalah sebagai berikut.

a.  Serbia dan Albania mendapat kemerdekaannya kembali.

b.  Rumania bergabung dengan Hungaria.

 

C. Puncak Keemasan dalam Kepemimpinan Daulah Utsmaniyah

1.   Sultan Muhammad II Al-Fatih (1451-1481 M)

Setelah wafatnya Sultan Murad II, putranya Muhammad II kembali memegang kepemimpinan Daulah Utsmaniyah di usianya yang belia yaitu 19 tahun. Meskipun berusia sangat muda, Muhammad II adalah seorang pemimpin yang berani, tegas, pintar, cakap, dan juga shalih. Sejak kecil, ia dididik di bawah pengawasan ayahnya dan juga para ulama yang mengajarinya berbagai ilmu politik dan agama. Pendidikannya dalam mempelajari ajaran Islam sangatlah baik dan memberikan pengaruh yang sangat kuat pada keimanannya. Dalam catatan sejarah Islam, Muhammad II adalah sultan yang sangat alim dan taat beribadah kepada Allah Swt.

 

2.   Sultan Salim I (1512-1520 M)

Dengan wafatnya Sultan Bayazid II, tampuk kepemimpinan jatuh pada putranya Salim I. Pemerintahannya berhasil meluaskan wilayah kesultanan, terutama ke wilayah Mamluk Mesir pada tahun 1516-1517 M. Wilayah ini meliputi Mesir, Hijaz, dan dararan Syam. Penguasaan terhadap wilayah jantung peradaban Islam ini menjadikan Salim I sebagai pemersatu dan penjaga ketiga tempat suci Islam, yaitu Makkah, Madinah, dan Yerussalem. Posisi ini mengangkat derajar Daulah Utsmaniyah sebagai pemimpin umat Islam. Pencapaian gemilang ini menjadikan Salim I dikenal sebagai salah satu sultan yang paling sukses dan dihormati di sejarah Daulah Utsmaniyah. Meskipun pemerintahannya yang singkat, yaitu hanya 8 tahun, Salim I berhasil mempersiapkan Daulah Utsmaniyah untuk mencapai puncak keemasan di era putranya, Sulaiman I.

3.   Sultan Sulaiman Agung I (1520-1566 M)

Warisan dari kegemilangan pencapaian ayahnya Salim I, pemerintahan di bawah Sultan Sulaiman I adalah puncak keemasan Daulah Utsmaniyah. Ketika itu, wilayah daulah meliputi seluruh semenanjung Balkan dan Anatolia, wilayah Rusia Selatan, seluruh wilayah pesisir Afrika Utara dari Algeria sampai Somalia wilayah Asia Kecil dan Asia Tengah, sampai ke wilayah perbatasan Persia. Wilayah yang dikuasainya

3.   Sultan Sulaiman Agung I (1520-1566 M)

Warisan dari kegemilangan pencapaian ayahnya Salim I, pemerintahan di bawah Sultan Sulaiman I adalah puncak keemasan Daulah Utsmaniyah. Ketika itu, wilayah daulah meliputi seluruh semenanjung Balkan dan Anatolia, wilayah Rusia Selatan, seluruh wilayah pesisir Afrika Utara dari Algeria sampai Somalia, wilayah Asia Kecil dan Asia Tengah, sampai ke wilayah perbatasan Persia. Wilayah yang dikuasainya merupakan wilayah multinasional dan multilingual dengan penduduk dari berbagai suku dan bangsa. Istanbul merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan yang juga menjadi pusat interaksi dan pertukaran budaya antara Timur dan Barat. Istanbul menjadi kota yang sangat penting, peradaban dan kebudayaan Islam bercampur baur dengan kebudayaan lain di sana. Seni, arsitektur, literatur, penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan, persenjataan militer, dan ilmu agama sangat berkembang di wilayah Daulah Utsmaniyah.

4.   Penerus Kepemimpinan Daulah Utsmaniyah

Setelah era keemasan Islam yang dialami di bawah pemerintahan Sultan Sulaiman I, penerusnya tidak ada yang berhasil mencapai era keemasan lagi. Meskipun posisi Daulah Utsmaniyah masih kuat dan penting, tak bisa dipungkiri jika pengaruhnya mulai menurun setelah wafatnya Sulaiman I.

 

D. Masa Kemunduran dan Runtuhnya Daulah Utsmaniyah

Tidak adanya sultan yang kuat dan mampu mengendalikan politik istana sepeninggal Sultan Sulaiman I menyebabkan persaingan politik dan berakibat lemahnya posisi pemerintahan pusat di Istanbul. Banyak dari para sultan dan anggota keluarga Daulah Utsmaniyah yang terjangkiti penyakit penguasa, yaitu cinta dunia, pola hidup mewah, berfoya-foya, saling berebut kekuasaan, dan zalim terhadap rakyatnya. Mereka lebih memilih untuk menghabiskan waktunya terkurung di istana yang mewah, serta jarang keluar untuk memperhatikan kehidupan rakyat. Kemerosotan akhlak ini juga ikut mempengaruhi posisi kepemimpinan Daulah Utsmaniyah. Bahkan, sejak zaman Murad III sampai zaman Muhammad VI, Turki Utsmani disebut dengan negara "Jantan Sakit".

Kebangkitan bangsa Barat atau Eropa dan lemahnya pengaruh Turki Utsmani menjadi tanda-tanda dari kemunduran Daulah Utsmaniyah. Pada abad ke-18 Masehi, sistem militer Turki Utsmani sudah jauh melemah jika dibandingkan dengan sistem militer Eropa yang sangat maju pesat dan modern. Setelah mengalami berbagai kekalahan dalam peperangan dengan kerajaan Eropa dan pemberontakan-pemberontakan dalam negeri, kesultanan Daulah Utsmaniyah hanya berpengaruh di Istanbul saja. Puncaknya adalah kekalahan Daulah Utsmaniyah dalam Perang Dunia I pada tahun 1921 M, kekalahan tersebut menyebabkan wilayah Daulah Utsmaniyah dibagi-bagikan ke bawah kekuasaan Wris dan Prancis. Sedangkan wilayah Anatolia dan Balkan, khususnya Istanbul dianTbil alih oleh pergerakan pembaruan Turki yang dipimpin oleh Mustafa

 

 

BAB III

PENUTUP

A.       Kesimpulan

 

Pasca runtuhnya Daulah Abbasiyah, ada tiga daulah yang sangat berpengaruh untuk menguasai wilayah-wilayah Islam. Kctiga daulah itu adalah Daulah Utsmaniyah di Turki, Daulah Mughal di semenanjung India, dan Daulah Safawiyah di Persia.

Daulah Utsmaniyah adalah sebuah kekhalifahan Islam kedua yang menyebarkan  Islam  ke  tanah Eropa  setelah  Umayyah  di  Spanyol.   Kekuatan Daulah Utsmaniyah  bahkan  mengakhiri  sejarah kekaisaran  Romawi Timur,   Byzantium  dengan jatuhnya Konstantinopel (Istanbul) ke tangan Islam di bawah kepemimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih pada tahun  1453 M.  Sejak inilah,  Daulah Utsmaniyah menjadi salah satu kekuatan besar Islam di semenanjung Anatolia dan Balkan, serta wilayah Mesir dan Jazirah Arab.

Daulah Utsmaniyah menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam setelah umat Islam mengalami masa disintegrasi dan kemunduran pasca jatuhnya kekuasaan Daulah Abbasiyah ke orang-orang Mongol dan jatuhnya Kordoba, benteng terakhir kekuasaan Islam di Andalusia ke orang-orang Eropa. Utsmaniyah adalah nama dari kesultanan di Istanbul Turki, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Turki Utsmani.

Pemerintahan Daulah Utsmaniyah berada di bawah kekuasaan Bani Utsmaniyah, anak keturunan Osman I, pendiri dan asal muasal nama daulah. Bani Utsmaniyah telah memimpin Daulah Utsmaniyah sejak tahun 1299 M secara turun temurun tanpa terputus. Kesultanan Daulah Utsmaniyah memegang otoritas penuh dalam kebijakan politik dan sultan adalah figur pemimpin utama yang absolut. Sultan didampingi oleh para pejabat (vizier) dan pemangku kebijakan lainnya dalam memfungsikan sistem pemerintahan yang baik.

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

                                                                                               

Nur Hadi, Noor Hidayah,Istirokhah, 2021. Buku Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MA Kelas XI, Penerbit : Erlangga                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                

 

BAB 4 BUKU SISWA MATERI PERADABAN ISLAM DI MASA DAULAH MUGHAL

MAKALAH

SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

 

TENTANG

BAB 4 PERADABAN ISLAM DI MASA DAULAH MUGHAL

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.     Latar Belakang

              Daulah Mughal mengintegrasikan budaya Persia dan India serta seni Islam dan Hindu. Banyak warisan Uaulah Mughal yang masih dapat dilihat hingga saat ini. Peradaban Mughal vane maju memberikan peran penting bagi penyebarluasan ajaran Islam di semenanjung India dan berpengaruh besar pada dernisasi India dan Pakistan di masa sekarang ini.

Dalam segi peradaban Islam yang terdapat di kawasan Asia Selatan, wilayah India dan Pakistan mempunyai peran yang sangat besar dengan kemunculan Daulah Mughal di Semenanjung India. Kerajaan ini mempunyai pengaruh dan peran yang besar dalam kemajuan dan kemunduran peradaban Islam di Asia Selatan. Namun begitu masuknya pengaruh Inggris ke India, Daulah Mughal perlahan mulai mengalami kemunduran. Kemunduran ini berdampak kepada timbulnya paham nasionalisme etnis dari kaum Hindu, sehingga kaum muslim mulai tersisih dan pada akhirnya mendirikan negara sendiri. Saat ini, wilayah yang dahulu dikuasai oleh Daulah Mughal terpecah menjadi dua negara modern, yaitu India dan Pakistan. Peranan umat Islam India dalam penyebarluasan agama Islam dapat dilihat dalam empat periode, yaitu periode sebelum Daulah Mughal (705-1526 M), periode Mughal (1526-1858 M), periode masa penjajahan Inggris (1858-1947 M), dan periode negara India sekuler (1947-sekarang).

 

B.       Rumusan masalah

1.         Jelaskan.Sejarah Lahirnya Daulah Mughal !    

2.         Jelaskan  Perkembangan Pemerintahan Daulah Mughal !        

3.         Jelaskan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Peradaban pada Masa Daulah Mughal !         

4.         Jelaskan Kemunduran dan Runtuhnya Daulah Mughal !          

                                                    

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Sejarah Lahirnya Daulah Mughal

Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad setelah berdirinya Daulah Safawiyah di Persia. Dari tiga kerajaan besar Islam pada masa itu, Daulah Mughal adalah kerajaan yang berumur paling muda. Namun, Mughal bukanlah daulah Islam pertama di semenanjung India ini. Islam pertama kali masuk ke wilayah semenanjung India melalui penaklukkan tentara Daulah Umayyah di bawah kepemimpinan Muhammad bin Qasim pada tahun 708-709 M. Penaklukkan ini terjadi pada masa Khalifah Walid bin Abdul Malik (705-715 M).

Pada fase disintegrasi Daulah Abbasiyah, Dinasti Ghaznawi (977-1186 M) mengembangkan kekuasaannya hingga ke wilayah Pakistan dan India utara di bawah pimpinan Sultan Mahmud (999-1030 M). Selama ia berkuasa, Sultan Mahmud melakukan kampanye untuk menguasai hampir semua kerajaan Hindu di India Utara. Hal ini juga banyak berperan dalam mengislamkan sebagian masyarakat India dan memengaruhi berdirinya dinasti muslim, di antaranya Dinasti Mamluk (1206-1290 M) di Delhi   Khalji (1290-1320 M), Tughlaq (1320-1413 M), dan dinasti-dinasti

 

B. Perkembangan Pemerintahan Daulah Mughal

Sepeninggalan Sultan Babur pada tahun 1530 M, pemerintahan Daulah Mughal dipimpin putra pertamanya Humayun. Selama hampir 10 tahun memerintah, Sultan Humayun menghadapi banyak tantangan. la mendapati banyak pemberontakan dari saudara-saudaranya dan penyerangan dari wilayah lain. Sultan Humayun menghadapi dua rival utama pada masanya, yaitu Sultan Bahadur dari Gujarat dan Sher Shah Suri dari Bihar. Bahadur adalah penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari kepemimpinan Kesultanan Delhi. la hendak mengambil alih wilayah Delhi dari kekuasaan Mughal dan kemudian menyerang kepemimpinan Sultan Humayun. Namun, penyerangan ini berhasil dikalahkan oleh pasukan Mughal dan Sultan Humayun memenangkan wilayah Gujarat, Malwa, Champaner, dan pelabuhan besar Mandu.

Selama Sultan Humayun disibukkan oleh penyerangan Bahadur, Sher Shah Suri perlahan membangun kekuatan besar untuk melawan Mughal. Beberapa wilayah Mughal berhasil diambil alih oleh Sher Shah. Dalam pertempuran Chausa pada tahun 1539 M, Sultan Humayun berhasil dikalahkan oleh Sher Shah. Sultan Humayun lalu melarikan diri ke Agra dan Sher Shah membawa pasukannya untuk menyerang Agra. Pada pertempuran Kannauj (1540 M), Sultan Humayun kembali kalah dan terpaksa melarikan diri lebih jauh ke wilayah Persia. Selama perjalanannya ke wilayah Persia, Hamida istri Sultan Humayun melahirkan putra pertamanya, Akbar pada tanggal 15 Oktober 1542 M.

Sesampainya di wilayah Persia, Sultan Humayun dan rombongannya disambut ramah oleh pemerintahan Daulah Safawiyah yang saat itu dipimpin oleh Shah Tahmasp I. Dengan bantuan Shah Tahmasp I, berupa 12 ribu tentara dan logistik militer, Sultan Humayun kembali berencana untuk merebut kembali haknya sebagai penguasa Daulah Mughal. Selama 15 tahun Humayun berkelana meninggalkan Delhi, rivalnya Sher Shah Suri telah meninggal dan digantikan oleh penerusnya, Sikandar Shah Suri. Sultan Humayun mengutus Bairam Khan sebagai pemimpin pasukan untuk menyerang Sikandar dan berhasil mengalahkannya dalam pertempuran Sirhind pada tahun 1555 M. Daulah Mughal dengan kepemimpinan Sultan Humayun pun kembali menguasai Delhi dan wilayah India utara. la juga berhasil meredakan pemberontakan dan menstabilkan pemerintahan untuk diteruskan kepada putranya, Akbar. Sultan Humayun meninggal pada tahun 1556 M akibat terjatuh dari tangga perpustakaan saat mendengar azan.

 

C.Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Peradaban pada Masa Daulah Mughal

Zaman keemasan dan stabilitas politik di bawah sistem pemerintahan yang diterapkan Sultan Akbar membawa kemajuan Mughal dalam bidang-b.dang yang lain, di antaranya:

1.    Bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, Daulah Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Akan tetapi, sumber keuangan kerajaan lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian.

Di sektor pertanian ini, komunikasi antara pemerintah dan petani diatur dengan baik. Pengaturan ini didasarkan atas lahan pertanian. Deh merupakan unit lahan pertanian terkecil. Beberapa deh bergabung dalampargana (desa). Komunitas dipimpin oleh seorang mukaddam. Melalui para mukaddam itulah, pemerintah berhubungan dengan petani. Kerajaan berhak atas sepertiga dari hasil pertanian di negeri itu. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.

 

2.    Bidang Seni dan Budaya

Kestabilan politik dan kemajuan ekonomi kerajaan juga memicu berkembangnya bidang seni dan budaya. Pada masa kepemimpinan Sultan Akbar, India mengalami integrasi budaya. Budaya Persia dan India, serta seni Islam dan Hindu bercampur.

Karya sastra juga banyak digemari masyarakat dan yang menonjol saat itu adalah sastra gubahan penyair istana, baik berbahasa Persia maupun berbahasa India. Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi sekaligus penyair yang terkenal, menulis karya besarnya yaitu Padmavat, sebuah karya alegoris yangmengandung pesan kebajikan jiwa manusia. Pada masa Aurangzeb, muncul seorang sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah Daulah Mughal berdasarkan figur pemimpinnya. Masih banyak karya sastra dan literatur yang menggambarkan kondisi Daulah Mughal, salah satunya adalah kisah romansa Shah Jahan dan istri tercintanya Mumtaz Mahal.

 

D. Kemunduran dan Runtuhnya Daulah Mughal

Sepeninggalan Sultan Aurangzeb pada tahun 1707 M, Daulah Mughal mulai mengalami kemunduran. Para pewaris kerajaan tidak mampu mempertahankan kebesaran kerajaan sebagaimana para sultan pendahulunya. Meskipun tetap berkuasa selama hampir 150 tahun, Mughal secara perlahan melemah dan mengalami masa kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam. Masalah ini diperburuk dengan pengaruh kuat pedagang Eropa terutama Inggris dengan kekuatan bersenjatanya mulai menguasai wilayah pesisir pantai India Barat.

Pemberontakan pada masa Sultan Aurangzeb terjadi akibat kebijakan-kebijakannya yang keras menerapkan pemikiran puritanismenya. Kebijakannya ini. sangat bertolak belakang dengan kebijakan pendahulunya. Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap wilayah menjadi lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Disintegrasi wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap penguasa daerah, yang di samping melepaskan loyalitas terhadap pemerintah pusat, juga senantiasa menjadi ancaman serius bagi eksistensi Daulah Mughal itu sendiri. Beberapa dari penguasa daerah yang melepaskan diri dari pemerintahan pusat Mughal, di antaranya Nizam Al-Mulk di Hyderabad, Shivaji di Maratha, Sadat Khan di Oudh, Syuja' Al-Din di Bengal, Jai Singh dari Amber menguasai Rajput, dan Punjab dikuasai oleh kelompok Sikh. Wilayah pesisir pantai juga banyak dikuasai oleh pedagang Eropa terutama EIC (East India Company) yang dimiliki oleh Inggris.

Setelah Muhammad Shah meninggal, takhta kerajaan dipegang oleh Ahmad Shah (1748-1754 M), Alamghir II (1754-1759 M), Shah Jahan III (1759-1760 M), dan kemudian dilanjutkan oleh Shah Alam (1760-1806 M). Wilayah Mughal lalu diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afghan pada tahun 1761 M. Sejak itu, dinasti Mughal berada di bawah kekuasaan Afghan, namun Shah Alam tetap diizinkan memakai gelar sultan.

Pada tahun yang sama di saat Daulah Mughal memasuki keadaan yang lemah seperti ini, perusahaan Inggris EIC yang sudah semakin kuat mengangkat senjata melawan pemerintah Kerajaan Mughal. Peperangan berlangsung berlarut-larut. Gencatan senjata dilakukan dan Shah Alam terpaksa menyerahkan wilayah Oudh, Bengal, dan Orisa kepada Inggris. Masalah dalam wilayah Mughal ditambah dengan penyerangan dari aliansi Sikh-Hindu yang berhasil mengalahkan Najib al-Daula, wazir Mughal sehingga Delhi dikuasai Sindhia dari Mararhas. Inggris lalu membantu Shah Alam untuk mengalahkan Sindhia pada tahun 1803M.

Kekuasaan Daulah Mughal mengalami kemunduran pada satu setengah abad terakhir dan faktor-faktor yang membawa kepada kehancurannya pada tahun 1858M, yaitu:

1.        Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat kurang terampil dalam mengoperasikan persenjataan buatan Mughal sendiri.

2.        Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.

3.        Pendekatan Aurangzeb yang terlampau "keras" dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya sehingga konflik antaragama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.

4.        Pada setengah terakhir masa Daulah Mughal, hampir semua pewaris takhta lemah dalam memimpin kerajaan.

 

BAB III

PENUTUP

 

A.       Kesimpulan

Sebagaimana Daulah Utsmaniyah dan Safawiyah, Daulah Mughal di India adalah kerajaan bcsar dan berpenoaruh penting dalam peradaban Islam setclah runtuhnya Daulah Abbasiyah di  Baghdad. Setelah Sultan pertamanya,  Babur  mendirikan   Daulah Mughal, daulah  ini  secara perlahan  menguasai hampir seluruh semenanjung India. Era keemasannya dimulai pada masa kepemimpinan Sultan Akbar dan memuncak pada masa Shah Jahan dan Aurangzeb. Pada masa ini, Islam menjadi agama resmi kerajaan dengan mayoritas masyarakatnya memeluk agama Hindu.

Daulah Mughal mengintegrasikan budaya Persia dan India serta seni Islam dan Hindu. Banyak warisan Uaulah Mughal yang masih dapat dilihat hingga saat ini Peradaban Mughal vane maju memberikan peran penting bagi penyebarluasan ajaran Islam di semenanjung India dan berpengaruh besar pada ^dernisasi India dan Pakistan di masa sekarang ini.

Dalam segi peradaban Islam yang terdapat di kawasan Asia Selatan, wilayah India dan Pakistan mempunyai peran yang sangat besar dengan kemunculan Daulah Mughal di Semenanjung India. Kerajaan ini mempunyai pengaruh dan peran yang besar dalam kemajuan dan kemunduran peradaban Islam di Asia Selatan. Namun begitu masuknya pengaruh Inggris ke India, Daulah Mughal perlahan mulai mengalami kemunduran. Kemunduran ini berdampak kepada timbulnya paham nasionalisme etnis dari kaum Hindu, sehingga kaum muslim mulai tersisih dan pada akhirnya mendirikan negara sendiri. Saat ini, wilayah yang dahulu dikuasai oleh Daulah Mughal terpecah menjadi dua negara modern, yaitu India dan Pakistan. Peranan umat Islam India dalam penyebarluasan agama Islam dapat dilihat dalam empat periode, yaitu periode sebelum Daulah Mughal (705-1526 M), periode Mughal (1526-1858 M), periode masa penjajahan Inggris (1858-1947 M), dan periode negara India sekuler (1947-sekarang).

 

DAFTAR PUSTAKA

                                                                                                                       

Nur Hadi, Noor Hidayah,Istirokhah, 2021. Buku Sejarah Kebudayaan Islam Untuk MA Kelas XI, Penerbit : Erlangga