Thursday, 26 November 2015

MAKALAH LARANGAN MEMBUNUH

KARYACOM.BIRAYANG

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya, Islam telah melarang kaum Muslim melakukan pembunuhan tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syariat. Keharaman pembunuhan telah ditetapkan berdasarkan al-Quran dan sunnah.

Adapun sunnah, dituturkan bahwasanya Nabi saw ditanya tentang dosa besar, kemudian beliau menjawab :

الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ تَابَعَهُ غُنْدَرٌ وَأَبُو عَامِرٍ وَبَهْزٌ وَعَبْدُ الصَّمَدِ عَنْ شُعْبَةَ

“Menyekutukan Allah, durhaka kepada dua orang tua, membunuh jiwa, serta kesaksian palsu..”[HR. Imam Bukhari]

لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ النَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ الزَّانِي وَالْمَارِقُ مِنْ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ

“Telah bersabda Rasulullah saw, “Tidaklah halal darah seorang muslim yang telah bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Aku [Mohammad] adalah utusan Allah, kecuali karena salah satu dari tiga hal ini, “Lelaki yang telah beristeri yang berzina, jiwa dengan jiwa (qishash atas pembunuhan), murtad dari agamanya sehingga memisahkan diri dari jama’ah.” [HR. Imam Bukhari dan Muslim]..

Adapun, jika seseorang tidak berlibat dalam pemukulan secara langsung, maka, hal ini perlu dilihat. Jika ia berposisi sebagai orang yang memudahkan terjadinya pembunuhan, seperti menghentikan pihak yang hendak dibunuh, lalu orang tersebut dibunuh oleh pelaku pembunuhan, atau menyerahkan korban kepada pelaku pembunuhan, ataupun yang lain-lain, maka orang tersebut tidak dianggap sebagai pihak yang turut bersekutu dalam pembunuhan, akan tetapi hanya disebut sebagai pihak yang turut membantu pembunuhan. Oleh karena itu, orang semacam ini tidak dibunuh, akan tetapi hanya dipenjara saja. Imam Daruquthniy mengeluarkan hadits dari Ibnu ‘Umar dari Nabi saw, beliau bersabda, “Jika seorang laki-laki menghentikan seorang pria, kemudian pria tersebut dibunuh oleh laki-laki yang lain, maka orang yang membunuh tadi harus dibunuh, sedangkan laki-laki yang menghentikannya tadi dipenjara.” Hadits ini merupakan penjelasan, bahwa orang yang membantu dan menolong [pembunuh] tidak dibunuh, akan tetapi hanya dipenjara. Namun demikian, ia bisa dipenjara dalam tempo yang sangat lama, bisa sampai 30 tahun. ‘Ali bin Thalib berpendapat, agar orang tersebut dipenjara sampai mati. Diriwayatkan oleh Imam Syafi’I dari ‘Ali bin Thalib, bahwa beliau ra telah menetapkan hukuman bagi seorang laki-laki yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, dan orang yang menghentikan (mencegat korban). Ali berkata, “Pembunuhnya dibunuh, sedangkan yang lain dijebloskan di penjara sampai mati.”

 

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan pembunuhan?

2. Sebutkan macam-macam pembunuhan?

3. Apa Dasar Hukum Larangan Pembunuhan dan keharamannya ?

4. Apa sanksi bagi orang yang melakukan pembunuhan?

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pembunuhan

Pembunuhan adalah tindakan yang dilakukan manusia untuk menghilang kan nyawa, atau hilangnya nyawa manusia akibat tindakan manusia lainnya, baik disengaja atau tidak, baik menggunakan alat atau tidak.

 

2.2 Macam – macam pembunuhan :

a. Pembunuhan Disengaja

Pembunuhan Disengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang dengan suatu alat. Pembunuhan ini biasanya terencana.

b. Pembunuhan Seperti Disengaja

Pembunuhan seperti disengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang secara sengaja dengan sesuatu yang biasanya tidak akan menyebabkan kematian, tetapi ternyata menyebabkan kematiannya.

c. Pembunuhan tidak Disengaja

Pembunuhan tidak disengaja adalah pembunuhan yang terjadi tanpa menyengaja perbuatan itu dan tanpa menyengaja orang tertentu, atau tanpa ada niat untuk melakukan salah satunya.

 

2.3 Dasar Hukum Larangan Pembunuhan dan keharamannya

Pembunuhan yang disengaja adalah dosa besar. Karenanya Allah dan Rasulnya melarang dengan tegas perbuatan tersebut.

1.      Surah Al-Isra: 33

Firman Allah swt. :

Artinya : Dan janganlah kalian membunuh jiwa-jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesung­guhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli warisnya itu melampaui batas dalam mem­bunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat perto­longan.

Allah Swt. melarang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat agama, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihuin melalui salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, terkecuali karena tiga perkara, yaitu membunuh jiwa diba­las dengan jiwa, penzina muhsan, dan orang yang murtad dari agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.

Firman Allah Swt.:

{وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا}

Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya. (Al-Isra: 33)

Yakni kekuasaan atas si pembunuh, maka ia boleh memilih antara menghu­kum mati pelakunya atau memaafkannya dengan membayar diat. Dan jika ia menghendaki, boleh memaafkannya secara cuma-cuma tanpa dibebani diat, seperti yang telah disebutkan di dalam sunnah Nabi Saw.

Imam yang sangat alim lagi luas ilmunya (yaitu Ibnu Abbas) menyim­pulkan dari keumuman makna ayat ini keberkahan Mu'awiyah akan kekuasaan, bahwa Mu'awiyah kelak akan menjadi raja karena dia adalah ahli waris Usman. Sedangkan Khalifah Usman terbunuh secara aniaya.

Pada mulanya Mu'awiyah menuntut kepada Khalifah Ali r.a. agar menyerahkan si pembunuh kepadanya, karena ia akan menghukum qisas pelakunya, mengingat Usman r.a. adalah seorang Umawi. Sedangkan Khalifah Ali menangguh-nangguhkan perkaranya hingga pada akhirnya Ali dapat menangkap orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Khali­fah Usman. Kemudian Ali r.a. mengabulkan permintaan Mu'awiyah, tetapi dengan syarat hendaknya Mu'awiyah melepaskan negeri Syam kepada Ali; Mu'awiyah menolak permintaan itu sebelum Ali menyerah­kan para pembunuh Usman kepadanya. Dan dalam waktu yang sama Mu'awiyah menolak membaiat Ali dengan didukung oleh penduduk Syam. Lama-kelamaan akhirnya Mu'awiyah berhasil menguasai keadaan dan kekuasaan dipegang olehnya. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas yang ia simpulkan dari makna ayat ini. Pendapat ini termasuk salah satu pendapat yang mengherankan, Imam Tabrani meriwayatkan pendapat ini di dalam kitab Mu'jam-nya.

Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Baqi, telah menceritakan kepada kami Abu Umair ibnun Nahhas. telah menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi'ah, dari ibnu Syauzab, dari Mathar Al-Warraq, dari Zahdam Al-Jurmi yang mengatakan, "Ketika kami bergadang di rumah Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata bahwa sesungguhnya ia akan menceritakan kepada kami suatu hadis tanpa rahasia dan tanpa terang-terangan. Bahwa setelah terjadi pembunuhan atas lelaki ini (yakni Usman), ia berkata kepada Ali r.a., 'Turunlah dari jabatanmu. Sekalipun engkau berada di sebuah liang, pastilah Mu'awiyah akan menuntutmu hingga kamu mengundurkan diri.' Tetapi Ali tidak mau menuruti nasihatnya." Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah, sungguh Mu'awiyah akan meng­adakan serangan kepadamu, karena Allah Swt. telah berfirman: 'Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli warisnya itu melampaui batas dalam membunuh.' (Al-Isra: 33), hingga akhir ayat.” Dan sungguh orang-orang Quraisy akan memperlakukan kamu seperti perlakuan mereka kepada orang-orang Persia dan orang-orang Romawi; dan orang-orang Nasrani, Yahudi, dan Majusi akan memberontak kepada­mu. Karena itu, barang siapa di antara kamu pada hari itu bersifat tidak memihak, selamatlah ia. Dan barang siapa yang bersifat memihak, tidak akan selamat. Kalian bersikap memihak, maka nasib kalian akan binasa.

2.             Hadits Nabi

Di dalam kitab Sunan disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:

"لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُسْلِمٍ"

Sesungguhnya lenyaplah dunia ini menurut Allah lebih mudah dari pada membunuh seorang muslim.

Nabi saw. bersabda :

“ Pembunuh dan yang terbunuh masuk neraka” ( H.R Muttafaq ‘alaihi)

Syariat larangan membunuh ini mengandung beberapa hikmah, antara lain :

a.         Manusia tidak semena-mena terhadap harga diri manusia. Sebaliknya, ia akan menghargai keberadaan manusia.

b.        Manusia akan menempatkan manusia yang lain dalam kedudukan yang tinggi baik dimata hukum maupun dihadapan Allah swt.

c.         Menjaga dan menyelamatkan jiwa manusia.

 

2.4 Had Pembunuhan

Had adalah hukuman atau sangksi. Had pembunuhan iru ada berbagai macam :

a. Had untuk pembunuhan disengaja

Had untuk pembunuhan disengaja ini harus dengan membayar denda (kifarat) atau qishash, yaitu hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun pengrusakan anggota badan seseorang dengan sengaja. Adapun dasar hukum yang berkenaan dengan qishash ini Allah swt. berfirman :

“ Diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh” (Q.S. al-Baqarah : 178)

 

   Dari Abu Hurairah ra. Nabi saw . Bersabda :

“ Barang siapa yang keluarganya dibunuh, maka ia mempunyai dua pilihan : menuntut diyat atau membalasnya (dengan qishash)”

b. Had untuk pembunuhan seperti disengaja

Hukuman atau Sanksi bagi pelaku pembunuhan seperti disengaja tidak menggunakan qishash, tetapi mengharuskan diyat (denda berupa harta). Karena pembunuhan ini pembunuhan seperti disengaja, maka diyatnya diperberat, berdasarkan sabda Rasulullah saw :

“ Ketahuilah bahwa pembunuhan yang seperti disengaja –yaitu yang menggunakan cambuk dan tongkat- (dendanya) adalah seratus ekor unta diantaranya adalah empat puluh ekor unta yang sedang hamil”

Diayat ini wajib di tanggung oleh ‘aqilah (keluarga) karena adanya syubhat, yaitu tidak disengaja, sehingga menyerupai pembunuhan yang tidak disengaja. Sedangkan kafarat yaitu memerdekakan budak perempuan muslimah. Bila tidak menemukan, maka berpuasa dua bulan berturut-turut. Allah swt. berfirman pada Q.S. an-Nisa : 92, yang artinya :

“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena bersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepad keluarganya(si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah, jika ia (si terbunuuh) dari kaum kefir yang ada perjanjian (amai) antara mereka dan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman”

Kafarat ini dinashkan untuk kasus pembunuhan tidak disengaja, sebagaimana tampak pada ayat yang mulia ini. Tetapi, pendapat tentang wajibnya kafarat atas pembunuhan yang seperti disengaja, bila dilihat dari sisi tidak adanya niat untuk membunuh.

c. Had untuk pembunuhan yang tidak disengaja

Hukuman atau sanksi bagi pelaku pembunuhan tidak disengaja adalah sebagai berikut :

a. Diwajibkan diyat dan kafarat.

Ini diwajibkan bagi siapa yang membunuh orang mukmin tanpa sengaja atau orang kafir mu’aid (yang sedang dalam masa perjanjian damai), berdasarkan firman Allah swt. : “Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena bersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepad keluarganya(si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah, jika ia (si terbunuuh) dari kaum kefir yang ada perjanjian (amai) antara mereka dan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman” ( Q.S. an-Nisa : 92)

b. Diwajibkan kafarat saja. Ini wajib atas siapa saja yang membunuh seorang mukmin yang tinggal di Negeri kafir, atau ketika memerangi orang-orang kafir. Hal ini berdasarkan firman Allah swt. :

“ jika ia (si terbunuuh) dari kaum kefir yang ada perjanjian (amai) antara mereka dan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman” ( Q.S. an-Nisa : 92)

 

2.5 Adapun Hikmah dari diberlakukannya qishash dalam pembunuhan ini antara lain :

a.    Memberikan efek jera kepada menusia agar tidak melakukan kejahatan, atau pun mempermainkan nyawa manusia.

b.    Dengan adanya hukum qishash maka manusia akan merasa takut berbuat jahat kepada orang lain, terutama penganiayaan tubuh dan jiwa manusia. Sebab jika hal ini dilakukannya, pasti hukuman akan diberikan kepadanya.

c.    Hukum qishash dapat melindungi jiwa dan raga manusia.

d.   Timbulnya ketertiban, keamana dan kedamaian dalam mesyarakat, sebagai bukti dari janji Allah dalam Q.S al-Baqarah : 179.

e.    Menunjukan bahwa syariat islam iti luwes dalam menangani masalah. Seolah-olah qishash itu kejam, tetapi apabila dikaji lagi, justru dengan diberlakukannya qishash, keadilan dapat ditegakan dengan merata.

 

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari pembahasan diatas bahwa pembunuhan menurut pandangan islam adalah haram semua itu telah ditetapkan berdasarkan al-Quran dan sunnah. Karena tindakan tersebut dapat menghilangkan nyawa seseorang baik disengaja maupun tidak disengaja.

Pembunuhan yang disengaja adalah dosa besar. Karenanya Allah dan Rasulnya melarang dengan tegas perbuatan tersebut.

 

 

3.2 Saran

Dengan mempelajari materi diatras diharapkan siswa-siswi dapat mengerti hukum dan dosa membunuh. Allah Swt. melarang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat agama, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihuin melalui salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, terkecuali karena tiga perkara, yaitu membunuh jiwa diba­las dengan jiwa, penzina muhsan, dan orang yang murtad dari agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://ambar-sifilia.blogspot.co.id/p/makalah-pembunuhan-dalam-pandangan.html

http://ibnukatsironline.blogspot.co.id/2015/06/tafsir-surat-al-isra-ayat-33.html