KARYACOM.BIRAYANG
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada dasarnya, Islam telah melarang
kaum Muslim melakukan pembunuhan tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syariat.
Keharaman pembunuhan telah ditetapkan berdasarkan al-Quran dan sunnah.
Adapun
sunnah, dituturkan bahwasanya Nabi saw ditanya tentang dosa besar, kemudian
beliau menjawab :
الْإِشْرَاكُ
بِاللَّهِ وَعُقُوقُ
الْوَالِدَيْنِ
وَقَتْلُ النَّفْسِ
وَشَهَادَةُ الزُّورِ
تَابَعَهُ غُنْدَرٌ
وَأَبُو عَامِرٍ
وَبَهْزٌ وَعَبْدُ
الصَّمَدِ عَنْ
شُعْبَةَ
“Menyekutukan
Allah, durhaka kepada dua orang tua, membunuh jiwa, serta kesaksian
palsu..”[HR. Imam Bukhari]
لَا يَحِلُّ
دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ
يَشْهَدُ أَنْ
لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ وَأَنِّي
رَسُولُ اللَّهِ
إِلَّا بِإِحْدَى
ثَلَاثٍ النَّفْسُ
بِالنَّفْسِ وَالثَّيِّبُ
الزَّانِي وَالْمَارِقُ
مِنْ الدِّينِ
التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ
“Telah
bersabda Rasulullah saw, “Tidaklah halal darah seorang muslim yang telah
bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan Aku [Mohammad] adalah utusan Allah,
kecuali karena salah satu dari tiga hal ini, “Lelaki yang telah beristeri yang
berzina, jiwa dengan jiwa (qishash atas pembunuhan), murtad dari agamanya
sehingga memisahkan diri dari jama’ah.” [HR. Imam Bukhari dan Muslim]..
Adapun, jika seseorang tidak
berlibat dalam pemukulan secara langsung, maka, hal ini perlu dilihat. Jika ia
berposisi sebagai orang yang memudahkan terjadinya pembunuhan, seperti
menghentikan pihak yang hendak dibunuh, lalu orang tersebut dibunuh oleh pelaku
pembunuhan, atau menyerahkan korban kepada pelaku pembunuhan, ataupun yang
lain-lain, maka orang tersebut tidak dianggap sebagai pihak yang turut
bersekutu dalam pembunuhan, akan tetapi hanya disebut sebagai pihak yang turut
membantu pembunuhan. Oleh karena itu, orang semacam ini tidak dibunuh, akan
tetapi hanya dipenjara saja. Imam Daruquthniy mengeluarkan hadits dari Ibnu
‘Umar dari Nabi saw, beliau bersabda, “Jika seorang laki-laki menghentikan
seorang pria, kemudian pria tersebut dibunuh oleh laki-laki yang lain, maka
orang yang membunuh tadi harus dibunuh, sedangkan laki-laki yang
menghentikannya tadi dipenjara.” Hadits ini merupakan penjelasan, bahwa orang
yang membantu dan menolong [pembunuh] tidak dibunuh, akan tetapi hanya
dipenjara. Namun demikian, ia bisa dipenjara dalam tempo yang sangat lama, bisa
sampai 30 tahun. ‘Ali bin Thalib berpendapat, agar orang tersebut dipenjara
sampai mati. Diriwayatkan oleh Imam Syafi’I dari ‘Ali bin Thalib, bahwa beliau
ra telah menetapkan hukuman bagi seorang laki-laki yang melakukan pembunuhan
dengan sengaja, dan orang yang menghentikan (mencegat korban). Ali berkata,
“Pembunuhnya dibunuh, sedangkan yang lain dijebloskan di penjara sampai mati.”
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan pembunuhan?
2.
Sebutkan macam-macam pembunuhan?
3.
Apa Dasar Hukum Larangan Pembunuhan dan keharamannya ?
4.
Apa sanksi bagi orang yang melakukan pembunuhan?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pembunuhan
Pembunuhan adalah tindakan yang dilakukan
manusia untuk menghilang kan nyawa, atau hilangnya nyawa manusia akibat
tindakan manusia lainnya, baik disengaja atau tidak, baik menggunakan alat atau
tidak.
2.2 Macam – macam pembunuhan :
a.
Pembunuhan Disengaja
Pembunuhan
Disengaja adalah pembunuhan yang dilakukan seseorang dengan suatu alat.
Pembunuhan ini biasanya terencana.
b. Pembunuhan Seperti
Disengaja
Pembunuhan
seperti disengaja adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seseorang secara
sengaja dengan sesuatu yang biasanya tidak akan menyebabkan kematian, tetapi
ternyata menyebabkan kematiannya.
c. Pembunuhan tidak
Disengaja
Pembunuhan
tidak disengaja adalah pembunuhan yang terjadi tanpa menyengaja perbuatan itu
dan tanpa menyengaja orang tertentu, atau tanpa ada niat untuk melakukan salah
satunya.
2.3 Dasar Hukum
Larangan Pembunuhan dan keharamannya
Pembunuhan yang disengaja adalah
dosa besar. Karenanya Allah dan Rasulnya melarang dengan tegas perbuatan
tersebut.
1. Surah Al-Isra:
33
Firman
Allah swt. :
Artinya : Dan janganlah kalian
membunuh jiwa-jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang
benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah
memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli warisnya itu
melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.
Allah Swt.
melarang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat agama, seperti
yang disebutkan di dalam kitab Sahihuin melalui salah satu hadisnya yang
mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Tidak
halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain
Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, terkecuali karena tiga perkara, yaitu
membunuh jiwa dibalas dengan jiwa, penzina muhsan, dan orang yang murtad dari
agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.
Firman Allah Swt.:
{وَمَنْ
قُتِلَ
مَظْلُومًا
فَقَدْ
جَعَلْنَا
لِوَلِيِّهِ
سُلْطَانًا}
Dan barang
siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan
kepada ahli warisnya. (Al-Isra:
33)
Yakni
kekuasaan atas si pembunuh, maka ia boleh memilih antara menghukum mati
pelakunya atau memaafkannya dengan membayar diat. Dan jika ia
menghendaki, boleh memaafkannya secara cuma-cuma tanpa dibebani diat, seperti
yang telah disebutkan di dalam sunnah Nabi Saw.
Imam
yang sangat alim lagi luas ilmunya (yaitu Ibnu Abbas) menyimpulkan dari
keumuman makna ayat ini keberkahan Mu'awiyah akan kekuasaan, bahwa Mu'awiyah
kelak akan menjadi raja karena dia adalah ahli waris Usman. Sedangkan Khalifah
Usman terbunuh secara aniaya.
Pada
mulanya Mu'awiyah menuntut kepada Khalifah Ali r.a. agar menyerahkan si
pembunuh kepadanya, karena ia akan menghukum qisas pelakunya, mengingat
Usman r.a. adalah seorang Umawi. Sedangkan Khalifah Ali menangguh-nangguhkan
perkaranya hingga pada akhirnya Ali dapat menangkap orang-orang yang terlibat
dalam pembunuhan Khalifah Usman. Kemudian Ali r.a. mengabulkan permintaan
Mu'awiyah, tetapi dengan syarat hendaknya Mu'awiyah melepaskan negeri Syam
kepada Ali; Mu'awiyah menolak permintaan itu sebelum Ali menyerahkan para
pembunuh Usman kepadanya. Dan dalam waktu yang sama Mu'awiyah menolak membaiat
Ali dengan didukung oleh penduduk Syam. Lama-kelamaan akhirnya Mu'awiyah
berhasil menguasai keadaan dan kekuasaan dipegang olehnya. Demikianlah menurut
pendapat Ibnu Abbas yang ia simpulkan dari makna ayat ini. Pendapat ini
termasuk salah satu pendapat yang mengherankan, Imam Tabrani meriwayatkan
pendapat ini di dalam kitab Mu'jam-nya.
Imam
Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Baqi, telah
menceritakan kepada kami Abu Umair ibnun Nahhas. telah menceritakan kepada kami
Damrah ibnu Rabi'ah, dari ibnu Syauzab, dari Mathar Al-Warraq, dari Zahdam
Al-Jurmi yang mengatakan, "Ketika kami bergadang di rumah Ibnu Abbas, Ibnu
Abbas berkata bahwa sesungguhnya ia akan menceritakan kepada kami suatu hadis
tanpa rahasia dan tanpa terang-terangan. Bahwa setelah terjadi pembunuhan atas
lelaki ini (yakni Usman), ia berkata kepada Ali r.a., 'Turunlah dari jabatanmu.
Sekalipun engkau berada di sebuah liang, pastilah Mu'awiyah akan menuntutmu
hingga kamu mengundurkan diri.' Tetapi Ali tidak mau menuruti nasihatnya."
Ibnu Abbas berkata, "Demi Allah, sungguh Mu'awiyah akan mengadakan
serangan kepadamu, karena Allah Swt. telah berfirman: 'Dan barang siapa
dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada
ahli warisnya, tetapi janganlah ahli warisnya itu melampaui batas dalam
membunuh.' (Al-Isra: 33), hingga akhir ayat.” Dan sungguh orang-orang
Quraisy akan memperlakukan kamu seperti perlakuan mereka kepada orang-orang
Persia dan orang-orang Romawi; dan orang-orang Nasrani, Yahudi, dan Majusi akan
memberontak kepadamu. Karena itu, barang siapa di antara kamu pada hari itu
bersifat tidak memihak, selamatlah ia. Dan barang siapa yang bersifat memihak,
tidak akan selamat. Kalian bersikap memihak, maka nasib kalian akan binasa.
2.
Hadits Nabi
Di dalam
kitab Sunan disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
"لَزَوَالُ
الدُّنْيَا
أَهْوَنُ
عِنْدَ اللَّهِ
مِنْ قَتْلِ
مُسْلِمٍ"
Sesungguhnya
lenyaplah dunia ini menurut Allah lebih mudah dari pada membunuh seorang
muslim.
Nabi
saw. bersabda :
“
Pembunuh dan yang terbunuh masuk neraka” ( H.R Muttafaq ‘alaihi)
Syariat
larangan membunuh ini mengandung beberapa hikmah, antara lain :
a.
Manusia tidak semena-mena terhadap harga
diri manusia. Sebaliknya, ia akan menghargai keberadaan manusia.
b.
Manusia akan menempatkan manusia yang
lain dalam kedudukan yang tinggi baik dimata hukum maupun dihadapan Allah swt.
c.
Menjaga dan menyelamatkan jiwa manusia.
2.4 Had Pembunuhan
Had
adalah hukuman atau sangksi. Had pembunuhan iru ada berbagai macam :
a.
Had untuk pembunuhan disengaja
Had untuk pembunuhan disengaja ini
harus dengan membayar denda (kifarat) atau qishash, yaitu hukuman balasan yang
seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun pengrusakan anggota badan seseorang
dengan sengaja. Adapun dasar hukum yang berkenaan dengan qishash ini Allah swt.
berfirman :
“ Diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh” (Q.S. al-Baqarah : 178)
Dari Abu Hurairah ra. Nabi saw . Bersabda :
“ Barang siapa yang keluarganya
dibunuh, maka ia mempunyai dua pilihan : menuntut diyat atau membalasnya
(dengan qishash)”
b.
Had untuk pembunuhan seperti disengaja
Hukuman atau Sanksi bagi pelaku
pembunuhan seperti disengaja tidak menggunakan qishash, tetapi mengharuskan
diyat (denda berupa harta). Karena pembunuhan ini pembunuhan seperti disengaja,
maka diyatnya diperberat, berdasarkan sabda Rasulullah saw :
“ Ketahuilah bahwa pembunuhan yang
seperti disengaja –yaitu yang menggunakan cambuk dan tongkat- (dendanya) adalah
seratus ekor unta diantaranya adalah empat puluh ekor unta yang sedang hamil”
Diayat ini wajib di tanggung oleh
‘aqilah (keluarga) karena adanya syubhat, yaitu tidak disengaja, sehingga
menyerupai pembunuhan yang tidak disengaja. Sedangkan kafarat yaitu
memerdekakan budak perempuan muslimah. Bila tidak menemukan, maka berpuasa dua
bulan berturut-turut. Allah swt. berfirman pada Q.S. an-Nisa : 92, yang artinya
:
“Dan barang siapa membunuh seorang
mukmin karena bersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepad keluarganya(si terbunuh
itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah, jika ia (si
terbunuuh) dari kaum kefir yang ada perjanjian (amai) antara mereka dan kamu,
maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya
(si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman”
Kafarat ini dinashkan untuk kasus
pembunuhan tidak disengaja, sebagaimana tampak pada ayat yang mulia ini. Tetapi,
pendapat tentang wajibnya kafarat atas pembunuhan yang seperti disengaja, bila
dilihat dari sisi tidak adanya niat untuk membunuh.
c.
Had untuk pembunuhan yang tidak disengaja
Hukuman
atau sanksi bagi pelaku pembunuhan tidak disengaja adalah sebagai berikut :
a.
Diwajibkan diyat dan kafarat.
Ini diwajibkan bagi siapa yang
membunuh orang mukmin tanpa sengaja atau orang kafir mu’aid (yang sedang dalam
masa perjanjian damai), berdasarkan firman Allah swt. : “Dan barang siapa
membunuh seorang mukmin karena bersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang
hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepad
keluarganya(si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh)
bersedekah, jika ia (si terbunuuh) dari kaum kefir yang ada perjanjian (amai)
antara mereka dan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang beriman” ( Q.S. an-Nisa : 92)
b. Diwajibkan kafarat
saja. Ini wajib atas siapa saja yang membunuh seorang mukmin yang tinggal di
Negeri kafir, atau ketika memerangi orang-orang kafir. Hal ini berdasarkan
firman Allah swt. :
“ jika ia (si terbunuuh) dari kaum kefir yang ada
perjanjian (amai) antara mereka dan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar
diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba
sahaya yang beriman” ( Q.S. an-Nisa : 92)
2.5 Adapun Hikmah dari
diberlakukannya qishash dalam pembunuhan ini antara lain :
a. Memberikan
efek jera kepada menusia agar tidak melakukan kejahatan, atau pun mempermainkan
nyawa manusia.
b. Dengan
adanya hukum qishash maka manusia akan merasa takut berbuat jahat kepada orang
lain, terutama penganiayaan tubuh dan jiwa manusia. Sebab jika hal ini
dilakukannya, pasti hukuman akan diberikan kepadanya.
c. Hukum
qishash dapat melindungi jiwa dan raga manusia.
d. Timbulnya
ketertiban, keamana dan kedamaian dalam mesyarakat, sebagai bukti dari janji
Allah dalam Q.S al-Baqarah : 179.
e. Menunjukan
bahwa syariat islam iti luwes dalam menangani masalah. Seolah-olah qishash itu
kejam, tetapi apabila dikaji lagi, justru dengan diberlakukannya qishash,
keadilan dapat ditegakan dengan merata.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan
dari pembahasan diatas bahwa pembunuhan menurut pandangan islam adalah haram
semua itu telah ditetapkan berdasarkan al-Quran dan sunnah. Karena tindakan
tersebut dapat menghilangkan nyawa seseorang baik disengaja maupun tidak
disengaja.
Pembunuhan yang disengaja adalah
dosa besar. Karenanya Allah dan Rasulnya melarang dengan tegas perbuatan
tersebut.
3.2 Saran
Dengan mempelajari materi diatras
diharapkan siswa-siswi dapat mengerti hukum dan dosa membunuh. Allah Swt. melarang membunuh jiwa
tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat agama, seperti yang disebutkan di
dalam kitab Sahihuin melalui salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa
Rasulullah Saw. telah bersabda: Tidak halal darah seorang muslim yang telah
bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
terkecuali karena tiga perkara, yaitu membunuh jiwa dibalas dengan jiwa,
penzina muhsan, dan orang yang murtad dari agamanya lagi memisahkan diri dari
jamaah.
DAFTAR
PUSTAKA
http://ambar-sifilia.blogspot.co.id/p/makalah-pembunuhan-dalam-pandangan.html
http://ibnukatsironline.blogspot.co.id/2015/06/tafsir-surat-al-isra-ayat-33.html