BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Berbakti kepada orang tua merupakan
kewajiban mutlak dan mempunyai kedudukan amal yang lebih tinggi dibandingkan
dengan amal lainnya berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesamanya.
Perintah berbakti kepada orang tua
dalam al-Quran selalu disandingkan dengan perintah untuk taat kepada Allah,
mengingat betapa keutamaan dan kedudukan mereka dihadapan anak-anaknya, dan
ditekankannya perintah tersebut agar diperhatikan oleh manusia. Kedudukan
mereka yang begitu agung dan besarnya jasa mereka demi anak-anak, menjadikan
Allah membuat suatu ketentuan mutlak bahwa anak yang tidak berbakti atau
durhaka kepada mereka, akan dijatuhi hukuman dosa paling besar setelah syirik.
Dan hukuman ini tidak akan ditangguhkan menunggu saatnya hari kiamat, bahkan
ketika di dunia ini hukuman tersebut bias diberlakukan.
Perbuatan berbakti atau durhaka akan
membuahkan hasil masing-masing, yang sangat berdampak bagi pelakunya dalam
kehidupannya sehari-hari, bahkan sampai di akhirat kelak dampak perbuatan
tersebut akandirasakan oleh pelakunya. Anak yang berbakti kepada kedua orang
tuanya akan merasakan berbagai keuntungan, kebaikan dan keselamatan selama di
dunia ini, sehingga dikatakan bahwa keberhasilan hidup seseorang tergantung
bagaimana bentuk baktinya kepada orang tua mereka, sebaliknya, kehancuran hidupnya
mencerminkan bagaimana perlakuan buruknya terhadap orang tua, sehingga berbagai
kesulitan, ketidaktenangan, bahkan kesengsaraan selalumewarnai kehidupannya
karena tindakan yang selalu menentang, menyakiti, dan melakukan
perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah untuk dilakukan
B.
Rumusan
masalah
1.
Apakah yang dimaksud durhaka kepada
orang tua?
2.
Apakah termasuk menyakiti kedua
orang tua orang lain menyakiti orang tua sendiri?
3.
Apa bentuk-bentuk durhaka terhadap
orang tua?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Durhaka terhadap Orang Tua
Orang
yang durhaka kepada orang tuanya berarti telah melakukan dan ia akan mendapat
hukuman berat di hari kiamat nanti. Bahkan, ketika hidup di dunia pun, ia akan
mendapat azab-Nya.
Allah
SWT mewajibkan setiap anak untuk berbakti kepada ibu bapaknya. Bagaimanapun
keberadaan seseorang di muka bumi tidak terlepas dari peran ibu dan bapaknya.
Ibunya yang telah mengandung dan bapaknya yang telah bersusah payah mencari
rezeji, tanpa mengenal lelah untuk membiayai anaknya. Allah SWT. berfirman:
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ
حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ
وَهْنًا
عَلَي وَهْنٍ
وَفِصَالُهُ
فِي
عَامَيْنِ
أَنِ اشْكُرْلِيْ
وَلِوَالِدَيْكَ
اِلَيَّ
الْمَصِيْرُ.
“Dan kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada orang dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandung
dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu baopakmu, hanya kepada-Kulah
kamu semuanya kembali.” (Q.S.
Luqman: 14)
Setiap anak tidak boleh menyakiti kedua
ibu bapaknya, baik dengan perkataan maupun perbuatan, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Bahkan, dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa seorang anak
tidak boleh mengatakan “ah”, sebagaimana firman-Nya.
وَقَضَي
رُبُّكَ
أَلَّا
تَعْبُدُوْا
اِلَّا اِيَّاهُ
وَبِالْوَالِدَيْنِ
اِحْسَانًا
اِمَّا
يَبْلُغَنَّ
عِنْدَكَ
الْكِبَرَ
أَحَدُهُمَا
أَوْ
كِلَاهُمَا
فَلَا تَقُلْ
لَهُمَا
أُفٍّ وَلَا
تَنْهَرْ
هُمَا وَقُلْ
لَهُمَا
قَوْلًا
كَرِيْمًا.وَاخْفِضْ
لَهُمَا
جَنَاحَ
الذُّلِ مِنَ
الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ
ارْحَمْهُمَا
كَمَا
رَبَّيَانِيْ
صَغِيْرًا.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan
supaya kamu jangan menyembah kepada selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik
kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya, jika salah seorang dari keduanya atau
kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali
janganlah mengatakan “ah” (“his”, ”cis”, “uf” dan semacamnya yang sifatnya
menghina). Dan janganlah kamu membentak mereka, (akan tetapi) ucapkanlah kepada
mereka ucapan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka sebagimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil. (Q.S.
Al-Isra: 23-34)
Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat
yang menerangkan keharusan berbuat baik terhadap orang tua. Menurut ibn Abbas,
dalam Al-Qur’an ada tiga hal yang selalu dikaitkan penyebutannya dengan tiga
hal lainnya, sehingga tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan lainnya,
yaitu:
a. أطيعوا
الله وأطيع
الرسول.
(النساء: 59)
b. وأقيموا
الصلاة وآتوا
الزكاة.
(الساء: 77)
c. أن
اشكُرْلي
ولوالديك.
(لقمان: 14)
Dari Abu Hurairah r.a mengatakan: Rasulullah SAW. bersabda:
أربعةُ
نَفَرٍ حَقٌّ
علي اللهِ أن
لا يُدخِلَهم
الجَنَّةَ,
ولا يُذيقَهم
نَعيمَها:
مُدمِنُ
خَمْرٍ,
وآكِلُ
الرِّبَا,
وآكلُ مالِ
اليتيمِ
ظُلْمًا,
وَالْعاقُّ
لِوالدَيْهِ,
اِلَّا أن
يَتُوْبُوْا.
“Empat golongan manusia yang benar-benar Allah tidak akan
memasukkan mereka ke dalam surge dan tidak akan dapat merasakan kenikmatannya,
yaitu:
1.
Orang yang
membiasakan diri minum-minuman keras (khamar).
2.
Orang yang
makan harta riba.
3.
Orang yang
makan harta anak yatim dengan cara yang kejam.
4.
Orang yang
durhaka kepada orang tuanya, kecuali kalau mereka itu bertobat.”
(Riwayat
Hakim –dengan sanad dha’if/lemah).
Hal itu menandakan bahwa peran dan kedudukan orang tua
sangat tinggi di hadapan Allah SWT. sehingga Rasulullah SAW. bersabda:
رضي
الله في رضي
الوالدين
وسخط الله في
سخط الوالدين.
(رواه الترمذي
والحاكم بشرط
المسلم).
“Keridaan Allah itu terletak pada keridaan kedua
ibu-bapaknya dan kemurkaan Allah terlatak pada kemurkaan kedua ibu-bapak pula.”
Allah SWT. sangat murka terhadap
orang-orang yang menyakiti orang tuanya sendiri dan mengharamkannya untuk masuk
surga meskipun ia sangat rajin beribadah. Sebagaimana kisah seorang sahabat
yang mengalami kesulitan untuk meninggal dunia karena ibunya murka kepadanya
dan setelah ibunya memaafkan dosa anaknya –setelah Rasulullah SAW. berkata
kepadanya bahwa anaknya akan dibakar –sahabat tersebut meninggal dengan mudah.
Lebih jauh dalam hadis dinyatakan
bahwa terhadap yang menyakiti orang tuanya sendiri, oleh Allah tidak akan
mengakhirkan untuk menyiksanya.
Rasulullah SAW. bersabda:
كُلُّ
الذُّنُوبِ
يُؤَخِّرُ
اللهُ مِنْهَا
ما شاء الي
يوم القيامة
اِلَّا
عُقُوْقُ الْوَالِدَيْنِ
لِيَجْعَلَ
له العذابُ
واِنَّ اللهَ
لَيَزِيْدُ
في عُمْرِ
الْعَبْدِ
اِذَا كان
بَارًّا لِوَالِدَيْهِ
لِيَزِيْدَهُ
بِرًّا
وَخيرًا
وَمِنْ
بِرِّهِما أن
يُنْفِقَ
عليهِما اِذا
احْتَاجَا.
(رواه ابن
ماجه)
“Semua dosa itu azabnya ditunda oleh Allah SWT. sampai hari
kiamat, kecuali orang yang durhaka kepada orang tuanya. Sesungguhnya Allah akan
mempercepat azab kepadanya; dan Allah akan menambah umur seorang hamba jika ia
berbuat baik kepada ibu bapaknya, bahkan Allah akan menambah kebaikan kepada
siapa saja yang berbuat baik kepada ibu bapaknya serta memberi nafkah kepada
mereka, jika diperlukan.” (H.R.
Ibnu Majah)
Termasuk menyakiti orang tua sendiri
adalah menyakiti ibu bapak orang lain karena anak dari orang tua yang
disakitinya akan membalasnya. Dengan demikian, hal ini sama saja dengan
menyakiti orang tuanya sendiri.
Setiap anak harus selalu ingat bahwa
pengorbanan kedua orang tuanya sangatlah besar, bahkan tidak mungkin dapat
dibalas dengan harta sebesar apapun. Alangkah kejam dan tidak berakalnya orang
yang berani menyakiti hati kedua orang tuanya sendiri.
Tidak heran, jika Allah SWT,
memberikan keistimewaan kepada setiap orang tua, terutama seorang ibu yang
disakiti oleh anaknya sendiri dengan mengabulkan doanya. Dengan demikian, jika
orang tuanya mendoakan agar anaknya celaka, sang anak dipastikan akan celaka.
Hal itu dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Turmudzi:
عَنْ
أَبِيْ
هُريرةَ رضي
الله عنه قال:
قال رسول الله
صلي الله عليه
وسلم :
ثَلَاثُ
دَعَوَاتٍ
مُسْتَجَابَاتٌ
لَا شَكَّ
فِيهِنَّ دَعْوَةُ
الْمَظْلُوْمِ
وَدَعْوَةُ
الْمُسَافِرِ
وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ
عَلَي
وَلَدِهِ.
(رواه
الترمذي)
“Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Ada
tiga doa yang mustajab dan tidak diragukan lagi, yaitu doa orang teraniaya, doa
orang bepergian, dan doa kedua orang tua kepada anaknya.” (H.R. Turmudzi)
B.
Menyakiti Hati Orang Tua
Menyakiti
kedua orang tua artinya menentang apa yang diperintahkan oleh keduanya dengan
syarat bukan perintah berbuat maksiat kepada Allah atau melakukan suatu
perbuatan yang tidak mendapatkan suatu perbuatan yang tidak mendapat restu
keduanya.
Perbuatan ini termasuk dosa besar.
Dan dalam hal ini Rasulullah memperingatkan kepada kita agar tidak menyakiti
kedua orang tua:
اَلَا
اُنَبِّئُكُمْ
بِأَكْبَرِ
الْكَبَائِرِ
ثلاثًا,
قُلْنَا :
بَلَي
يارسولَ
اللهِ قَال : الإِشْرَاكُ
بِاللهِ
وعُقوقُ
الْوَالِدَيْنِ
وَكَانَ
مُتَّكِئًا
فَجَلَسَ
فَقَالَ : اِلَّا
وَقَوْلَ
الزُّوْرِ
فَمَا زَالَ
يُكَرِّرُهَا
حَتَّي
قُلْنَا
لَيْتَهُ
سَكَتَ. رواه
البخاري
ومسلم.
“Apakah kalian mau kuberitakan
tentang tiga macam dosa besar?” Para sahabat menjawab: “Betul wahai Rasulullah,
kami mau mendengarnya.” Rasulullah saw. bersabda: “Menyekutukan Allah, dan
menyakiti kedua orang tua.” Ketika itu melanjutkan pembicaraannya: “Ingatlah
(jangan kau lakukan) perkataan bohong dan kesaksian palsu.” Beliau mengulangi
perkataannya itu sehingga kami mengharapkan beliau menghentikan sabdanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Maka perhatikanlah hubungan antara
berbuat jelek kepada orang tua dengan orang yang berbuat syirik kepada Allah
(yaitu sama-sama dosa besar).
لا
يدخل الجنة
عاقٌّ, وَلَا
مَنَّانٌ,
وَلَا مُدْمِنُ
خَمْرٍ.
“Tidak akan memasuki surge orang
yang durhaka kepada orang tuanya, yang menunjuk-nunjukkan pemberiannnya dan
orang yang kecanduan minuman keras.”
(H.R. Bukhari Muslim).
لَعَنَ
اللهُ
الْعَاقَّ
لِوَالِدَيْهِ.
“Allah mengutuk orang yang durhaka
kepada orang tuanya. (Riwayat Thabrani –sebagai hadits
dha’if).
Termasuk dalam kategori menyakiti
kedua orang tua ialah memukul atau menempeleng kedua orang tua, melontarkan
kata-kata makian, atau menambah beban yang keduanya tidak mampu memikulnya,
seperti minta uang secara terus-menerus, pada hal keduanya tidak mampu
memenuhinya. Apalagi andaikata permintaan itu dilakukan secara paksa atau tidak
peduli dengan keadaan orang tua.
Di samping itu, membiarkan kedua
orang tua dan tak bersedia menanggung biaya penghidupannya, sedang seseorang
mengerti bahwa kedua orag tuanya dalam keadaan tidak mampu sedang keadaan
dirinya mampu menolong, juga termasuk di dalam dosa tersebut.
Mengasingkan kedua orang tua juga
termasuk dosa besar. Membiarkan orang tua berada jauh dan tidak pernah mau
berziarah. Kadang-kadang kejadian ini bisa terjadi ketika anak mempunyai
kedudukan tinggi disbanding orang tuanya.
Memaki orang tua juga termasuk dosa
terhadap orang tua. Dalam hal ini Rasulullah melarang keras sikap tersebut:
مِنْ
أَكْبَرِ
الْكَبَائِرِ
أَنْ يَلْعَنَ
الرَّجُلُ
وَالِدَيْهِ
قِيْلَ
يارسولَ اللهِ
وكيفَ يلعن
الرجل والديه
؟ قال :
يَسُبُّ
اَبَا
الرَّجُلِ
فَيَسُبُّ
الرَّجُلُ
اَبَاهُ.
“Termasuk di antara dosa-dosa yang
paling besar ialah seseorang melaknati kedua orang tuanya.” Seseorang sahabat
bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang melaknati kedua orang tuanya?”
Rasulullah menjawab: “Seseorang memaki orang tuanya orang lain, kemudian orang tersebut
balik memaki kedua orang tuanya.”
Apabila
seseorang memaki kedua orang tua temannya, berarti secara tidak langung telah
memaki kepada kedua orang tuanya sendiri. Pengertian menyakiti pada kasus ini
ialah meremehkan kehoramatan kedua orang tua, dan menjadikan namanya sebagai
sasaran penghinaan. Padahal kedua orang tua tersebut telah membesarkan sejak
kecil hingga dewasa, yang merupakan jasa tak ternilai harganya. Siapa saja yang
taat kepada Allah tetapi tidak taat kepada orang tua, maka Allah tidak akan
menerima amalnya.
Di dalam wasiatnya, Rasulullah
menerangkan keutamaan berbakti kepada kedua orang tua melalui sabdanya:
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ
يَمُدَّ لَهُ
فِي عُمْرِهِ
وَيُزَادَ
فِي رِزْقِهِ
فَلْيُبِرَّ
وَالِدَيْهِ.
“Barang siapa yang umurnya ingin
diperpanjang dan rizkinya bertambah banyak, maka hendaknya ia berbakti kepada
dua orang tuanya dan menyambung persaudaraannya.
Abdulah bin Mas’ud mengatakan dalam
salah satu riwayatnya:
سألتُ
رسولَ اللهِ.
أيُّ
الْعَمَلِ
أَحَبُّ اِلَي
اللهِ ؟ قال :
الصَّلاةُ لِوَقْتِهَا.
قُلْتُ ثُمَّ
أيٌّ ؟ بِرُّ
الْوَالِدَيْنِ,
قلتُ ثُمَّ
أيٌّ ؟ قال :
الجهادُ في
سبيلِ اللهِ.
“Saya bertanya kepada Rasulullah
saw.: “Amal apakah yang paling disenangi oleh Allah swt.?” Rasulullah menjawab:
“Melakukan shalat pada waktunya.” Kemudian saya bertanya lagi: “Kemudian apa
lagi?” Rasul menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” Saya bertanya lagi:
“Kemudian apa lagi?”: maka Rasul menjawab: ”Berjuang di jalan Allah.”
Islam
juga mengistimewakan seorang ibu lebih dari seorang ayah di dalam hak menerima
keabktian dari anaknya. Sebab sang ibu lebih banyak berkorban dibanding sang
ayah. Kasih sayang ibu lebih banyak, jerih payahnya lebih berat, seprti
mengandung, melahirkan, menyusui, menjaga bayi, mencuci kotorannya dan lain
sebagainya. Pendeknya, jerih payah ibu lebih banyak dibanding sang ayah.
Al-Qur’an telah memberikan isyarat
mengenai pengalaman ibu:
وَوَصَّيْنَا
الْإِنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ
اِحْسَانًا
حَمَلَتْهُ
أُمُّهُ
كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ
كُرْهًا
وَحَمْلُهُ
وَفِصَالُهُ
ثَلَاثُوْنَ
شَهْرًا....
“Kami perintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik keapda dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandung dengan
susah payah (pula), mengandungnya sampai menyepihnya adalah tiga puluh bulan.” (Q.S Al-Ahqaf : 15)
Terdapat sebuah hadits mengenai
jerih payah ibu:
أَنَّ
رَجُلًا
جَآءَ اِلَي
النَّبِيِّ
فقال: يا
رسولَ الله.
مَنْ أَحَقُّ
النَّاسِ
بِحُسْنِ
صَحَابَتِيْ؟
قال أُمُّكَ.
ثم مَنْ؟ قال
أُمُّكَ قال
ثم مَنْ؟ قال
أُمُّكَ قال
ثم مَن؟ قال
ثُمَّ
أَبُوْكَ.
“Seseorang datang kepada Rasulullah
saw. bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah yang paling berhak untuk saya
berbuat baik?” Rasulullah menjawab: “Ibumu.” “kemudian siapa lagi?” Rasulullah
menjawab: “Ibumu.” “kemudian siapa lagi?” Rasul menjawab “Ibumu.” “ kemudian
siapa lagi?” Jawab Rasul: “Bapakmu.” (H.R
Bukhari dan Muslim)
Di dalam hadis tersebut Rasulullah
mengulangi jawaban dengan kata-kata “ibumu” sebanyak tiga kali. Hal ini
merupakan isyarat bahwa sang ibu berhak mendapatkan perhatian yang lebih banyak
ketimbang sang ayah.
Rasulullah juga mengamanatkan pesan
mengenai hak anak kepada ayahnya, yang ketika itu Rasul kedatangan seseorang
mengadukan suatu masalah yang bersangkutan dengan ayahnya sendiri. Orang
tersebut bertanya: “Ayahku telah merampas harta bendaku.” Rasulullah menjawab:
“Dirimu dan harta bendamu adalah milik ayahmu. Anak-anakmu adalah hasil yang
paling baik, oleh karenanya makanlah harta benda mereka.”
Selain itu Allah memerintahkan
kepada sang anak agar mendoakan kedua orang tua, meminta kepada Allah sebagai
tanda balas jasa yang telah mereka lakukan terhadap dirinya.
وقَدْ
سَأَلَ
رَجُلٌ
النَّبِيَّ
صلي الله عليه
وسلم فقال:
يارسول الله,
هل بَقِيَ
مِنْ بِرِّ
أَبَوَيَّ
شَيْءٌ
أُبِرَّهُمَا
بِهِ بعد
موتِها؟ قال:
نعم, الصلاة
عليهما,
وَاِنْفَاذِ عَهْدِهِمَا
مِنْ
بَعْدِهَا,
وَصِلَةُ الرَّحِمِ
الَّتِيْ لَا
تُوْصَلُ
اِلَّا بِهِمَا
وَأكرَمُ
صَدِيْقِهِمَا.
“Rasulullah pernah ditanya oleh
seseorang : “Wahai Rasulullah apakah ada sesuatu jalan yang bisa memungkinkan
saya membaktikan diri kepada kedua orang tua sepeninggal mereka?”. Rasulullah
menjawab : “Ya masih ada, mendoakan keduanya, melaksanakan janjinya setelah
mereka mati, mempererat hubungan silaturrahmi yang telah dirintis oleh keduanya
dan menghormati teman-teman keduanya”.
Kata Bisyr Al-Hafi (seorang
zuhud/sufi): “Seseorang yang mendekat pada ibunya dan bersedia mendengarkan
kata-katanya, maka yang demikian adalah lebih utama dari pada memukulkan
pedangnya dalam perang di jalan Allah, sedangkan orang yang melihat ibunya
adalah lebih utama dari segala sesuatu. (Ini adalah pendapat Bisyr peribadi).
Di antara bentuk durhaka (uquq)
adalah :
1. Menimbulkan gangguan terhadap orang tua baik berupa
perkataan (ucapan) ataupun perbuatan yang membuat orang tua sedih dan sakit
hati.
2. Berkata 'ah' dan tidak memenuhi panggilan orang tua.
3. Membentak atau menghardik orang tua.
4. Bakhil, tidak mengurusi orang tuanya bahkan lebih
mementingkan yang lain dari pada mengurusi orang tuanya padahal orang tuanya
sangat membutuhkan. Seandainya memberi nafkah pun, dilakukan dengan penuh
perhitungan.
5. Bermuka masam dan cemberut dihadapan orang tua, merendahkan
orang tua, mengatakan bodoh, 'kolot' dan lain-lain.
6. Menyebut kejelekan orang tua di hadapan orang banyak atau
mencemarkan nama baik orang tua.
7. Memasukkan kemungkaran kedalam rumah misalnya alat musik,
mengisap rokok, dll.
8. Menyuruh orang tua, misalnya menyapu, mencuci atau
menyiapkan makanan. Pekerjaan tersebut sangat tidak pantas bagi orang tua,
terutama jika mereka sudah tua atau lemah. Tetapi jika 'Si Ibu" melakukan
pekerjaan tersebut dengan kemauannya sendiri maka tidak mengapa dan karena itu
anak harus berterima kasih.
9. Mendahulukan taat kepada istri dari pada orang tua. Bahkan
ada sebagian orang dengan teganya mengusir ibunya demi menuruti kemauan
istrinya. Na'udzubillah.
10. Malu mengakui orang tuanya. Sebagian orang merasa malu
dengan keberadaan orang tua dan tempat tinggalnya ketika status sosialnya
meningkat. Tidak diragukan lagi, sikap semacam ini adalah sikap yang amat
tercela, bahkan termasuk kedurhakaan yang keji dan nista.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang
yang menyia-nyiakan hukum, yang durhaka kepada kedua orang tuanya, yang
melupakan apa yang menjadi kewajibannya dan apa yang ada di depannya hendaklah
berbuat baik kepada mereka. Itu adalah ketetapan agama, sedangkan kamu telah
menerima hukum itu tetapi kamu masih melakukan kejelekan.
Sang
ibu telah mengandung kamu dalam perutnya selama sembilan bulan yang seolah-olah
seperti sembilan tahun. Wanita tersebut mengalami kesulitan ketika melahirkan
kamu dengan perasaan yang tidak enak. Kamu disusui dengan teteknya, dan karena
itulah hingga akhirnya ibu itu mengantuk. Dalam beberapa malam dia bangun, karena
kamu menangis. Kamu bisa membayagkannya sejak lahir. Kesulitan itu telah
menghimpit jantung ibu. Beberapa kali ibu membersihkan kotoran kamu. Itupun
dengan tangan kanan.dll.
Tetapi
ketika orang tua itu berusia lanjut,maka kamu memberikan hinaan bagi
mereka,durhaka kepada mereka. Semuanya itu tidak dibenarkan, Allah dan Rasul
telah melarang durhaka kepada orang tua dan itu adalah termasuk dosa-dosa
besar.
Jadilah
anak yang shaleh-shalehah, yang berbakti kepada orang tua, InsyaAllah Allah
akan memberikan surganya untuk kita.
Demikian
makalah ini kami buat, Salah dan khilaf itu semua datangnya dari kami, dan yang
benar semuanya hanya dari Allah. Wallahua’lam bis-shawaab. Mudah-mudahan
bermanfa’at di dunia di akhirat. Aamiin.
B. Saran
Selagi
orang tua kita hidup berbuat baiklah kita terhadapnya, jangan pernah menyakiti
hatinya, karena orang tua kitalah yang memelihara kita sehingga kita bisa sekolah
sampai saat ini. Cintailah mereka seperti mereka mencintai kita dari mulai
didalam kandungan sampai saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
Fattah,Afif.Dosa-dosa Menurut Al-Qur’an,Gema Risalah Press: Bandung
1993.
Ahmadi
Abu,Dosa Dalam Islam.Rineka Cipta : Jakarta 1996.
Abdullah
Adz-Dzahabi Abu,Dosa-dosa Besar,Bina Ilmu : Surabaya 1993.
Syafi’I
Rachmat,Al-Hadis (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum,Pustaka Setia :
Bandung 2000.