PERANAN PERS DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT DEMOKRATIS
Negara demokrasi adalah negara yang mengikutsertakan partisipasi rakyat ualam pemerintahan serta menjamin terpenuhinya hak dasar rakyat dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara. Salah satu hak dasar rakyat yang harus dijamin adalah kemerdekaan menyampaikan pikiran, baik secara lisan maupun tulisan.
Pers adalah salah satu sarana bagi warga negara untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat serta memiliki peranan penting dalam negara demokrasi. Pers yang bebas dan bertanggung jawab memegang peranan penting dalam masyarakat demokratis dan merupakan salah satu unsur bagi negara dan pemerintahan yang demokratis. Menurut Mirlam Budlardjo, bahwa salah satu ciri negara demokrasi adalah memiliki pers yang bebas dan bertanggung jawab.
A. Ruang Lingkup Pers
Ruang lingkup pers sangat luas. Akan tetapi, Anda cukup mengetahui mengenai pengertian, fungsi, peran dan perkembangan pers di Indonesia, Keempat hal tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Jika Anda ingin tahu lebih dalam, marilah pelajari uraian berikut ini.
1. Pengertian Pers
Menurut beberapa sumber secara etimologi atau sejarah kata "pers" berasal dari bahasa Belanda yang berarti menekan atau mengepres. Sejak zaman dahulu kegiatan cetak-mencetak berita belum menggunakan alat mesin-cetak seperti saat Ini. Akan tetapi, menggunakan tangan-tangan manusia. Caranya adalah kertas-kertas dipres dengan huruf timbul satu persatu. Naskah atau berita yang akan disebutkan dalam media massa, baik majalah atau surat kabar, sebelumnya harus dipres terlebih dahulu. Cara kerja yang demikian itu, lebih lekat atau akrab dalam dunia jurnalistik hingga sekarang. Naskah atau berita yang dimuat dalam surat kabar atau majalah diartikan sebagai pers. Jadi, kata pers atau press berasal dari cara kerja percetakan pada zaman dahulu itu.
J.C.T. Simorangkir, SH. dalam bukunya yang berjudul Hukum dan Kebebasan Pers, menyebutkanbahwa pers memiliki arti luas dan sempit Pers dalam arti luas, selain dari surat kabar, majalah, dan tabloid mingguan juga mencakup radio, televisi, dan film. Berikutnya pers dalam arti sempit, adalah me-dia yang terbatas pada surat-surat kabar harian, mingguan dan majalah. Selain kedua pengertian tersebut, pers juga memiliki pengertian berdasarkan beberapa sumber berikut:
a. Menurut Leksikon Komunikasi, pers berarti; (1) usaha pencetakan dan penerbitan; (2) usaha pengumpulan dan penyiaran berita; (3) penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio, dan televisi. Sedangkan istilah press berasal dari bahasa Inggris to press artinya menekan, Selanjutnya press atau pers diartikan sebagai surat kabar dan majalah (dalam arti sempit), dan pers dalam arti luas menyangkut media massa (surat kabar, radio, televisi, dan film).
b. Pers dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pers berarti: (1) alat cetak untuk mencetak buku atau surat kabar; (2) alat untuk menjepit, memadatkan; (3) surat kabar dan majalah yang berisi berita; (4) orang yang bekerja di bidang persurat kabaran.
c. Ensiklopedi Pers Indonesia menyebut bahwa» istilah pers merupakan sebutan bagi penerbit /perusahaan/kalangan yang berkaitan dengan media massa atau wartawan. Sebutan pers bermula dari cara bekerja media cetak yang pada awalnya menekankan huruf-huruf di atas kertas. Oleh karena itu, segala barang yang dikerjakan dengan mesin cetak disebut pers.
d. Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers menyebutkan bahwa yang dimaksud pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Hal tersebut mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafis, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan mengenai pengertian pers. Pers adalah lembaga kemasyarakatan yang menjadi subsistem dalam masyarakat tempat dia berada bersama subsistem lainnya. Dengan demikian, pers tidak dapat hidup secara mandiri. Akan tetapi, pers dapat dipengaruhi oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lain. Pers bersama-sama dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lain. Pers bersama-sama dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya itu, berada dalam suatu falsafah dan sistem politik negara tempat pers tersebut hidup. Pers di negara dan masyarakat memiliki fungsiyang universal. Namun, fungsi pers hanya dapat dilaksanakan tergantung pada falsafah dan sistem politik negara tempat pers itu beroperasi. Teori pers dibedakan menjadi empat bagian oleh Fred S. Siebert, Theodore Peterson dan Wibur Schramm (1963), dalam Four theones of ihe Press. Teori tersebut teori pers otoriter, teori pers liberal, teori pers komunis, teori pers tanggung jawab sosial.
2. Fungsi Pers
Pers dapat dimanfaatkan untuk membentuk suatu opini publik atau mendesakkan kepentingan-kepentingan agar diperhatikan oleh penguasa. Penguasa hak asasi manusia dan hak setiap orang untuk memperoleh informasi merupakan suatu hak yang diakui secara universal. Sementara dalam kedudukannya sebagai media massa oers juga menjadi wahana untuk menyuarakan ekspresi (kehendak, kepentingan gagasan, dan keyakinan). Kebebasan untuk berekspresi ini adalah hak asasi yang berlaku universal. Dengan begitu kemerdekaan pers perlu memperoleh jaminan perlindungan agar hak asasi manusia tidak tertindas.
Konsep kebebasan pers mulai memperoleh perhatian besar pada abad ke-19. Hal ini dalami situasi perang dingin. Kejadian tersebut adalah; munculnya gejala persaingan antara dua ideologi besar, komunisme dan. liberalisme. Tidak mengherankan jika konsep kemerdekaan pers; kemudian berkembang sesuai dengan semangat zaman yang dilanda persaingan kedua ideologi tersebut.
Sebelum membahas fungsi pers dalami masyarakat yang demokratis akan dibahas terlebih dahulu fungsi pers dalam kehidupan manusia.
a. Fungsi universal (fungsi informasi).
Fungsi pers secara umum adalah sebagai lembaga untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang kehidupan dan kepentingan manusia baik untuk pribadi, masyarakat, bangsa, jdan negara maupun untuk kehidupan antar bangsa (internasional).
b. Fungsi pendidikan.
Melalui berbagai media pers, berita dimuat untuk proses pumbelajaran dengan cara memberikan berbagai informasi ilmup engetahuan, teknologi, dan keterampilan hidup (life skill). Jadi,fungsi pendidikan dalam negara demokratis adalah sebagai media pendidikan/pembelajaran politik bagi masyarakat luas.
c. Fungsi hiburan
Pers dapat memuat berita dan gambar yang bersifat menghibur (menyenangkan). Selain; sengaja menayangkan materi yang bertema humor atau komedi, pers juga dikemas dengan sangatmenarik. Hal ini sesuai dengan kebutuhan hidup manusia baik untuk dewasa, anak, pria, wanita, tua maupun muda.
d. Fungsi ekonomi.
Pers dapat menyajikan berita dan gambar untuk kepentingan ekonoml, baik berita kebijakan ekonotni negara, promosi suatu komoditi barang ekonomi, bursa efek, perbankan, dan pengelolaan pers. Hal itu ditakukan oleh perusahaan dalam melahirkan kegiatan ekonomi yang cukupt potensial dan melibatkan banyak tenaga kerja.
e. Fungsi kontrol, kritik, dan koreksi.
Kegiatan pers melalui berbagai media dapat digunakan masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan aparatur negara. Hal ini dapat dilakukan melalui penyampaian usul, saran, kritik, dan koreksi berbagai bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya. hukum, agama, do sebagainya. Kusman Hidayat dalam bukunya yang berjudul
Dasar-daser Jurnalisitk/Pers menyatakan bahwa pers mempunysi empat fungsi, sobagal berikut:
a. Fungsi pendidikan, yaitu pers membantu masyarakat meningkatkan budayanya. Segala peristiwa yang dimuat pers dapat dijadikan sebagai teladan bagi kehidupan manusia. Melalui rubrik-rubrik khusus seperti ruang kebudayaan atau ilmu pengetahuan, pers menambah pengetahuan masyarakat.
b. Fungsi penghubung, dangan diri universalnya pers merupakan sarana lalu lintas hubungan antar manusia. Melalui, yaitu pers akan tumbuh saling pengertian atau dapat digunakan oleh lembaga-lernbaga kemasyarakatan untuk menumbuhkan kontak antar manusia agar tercipta saling pengertian dan saling tukar pandangan bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusia.
c. Fungsi pembentuk pendapat umum, yaitu rubrik rubrik dan kolom-kolom tertentu seperti tajuk renana, pikirah pembace, pojok, dan lain-lain merupakan suatu ruang untuk memberikan pandangan atau plkiran kepada khalayak pembaca.
d. Fungsi kontrol. yaitu pers dapat berfungsi untuk melakukan bimbingan dan pengawasan kepada masyarakat tedtang tingkah laku yang benar atau tingkah laku yang tidak benar.
Idealisrhe yang melekat pada pers sebagai tembaga kemasyarakatan islah melakukan social control dengan manyatakan pendapathya secara babas, totapi tentu deigan perasaan tanggung jawab bila pers itu menganut social/responsibility, idealisme yang melekat pers dijabarkan dalam pelaksanaan fungsinya. seIain menyiarkan informasi juga snendidik, menghibur, dan mempengaruhi. Adapun fungsi-fungsi lain darl pers dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Fungsi menyiarkan informasi (to inform).
Menyiarkan informasi merupakan fungsi pers yang utama. Khalayak pembaca berlangganan atau membeli surat kabar karena memerlukan informasi mengenal berbagai peristiwa yang: terjadi, gagasan atau pikire,a orang lain, apa yang dikatakan orang, dan sebagainya.
b. Fungsi mendidik (to educato).
Sebagai sarana pendidikan massa, surat kabar dan majalah memuat tulisan-tulisan yang :
mengandung pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya. Fungsi: mendidik ini bisa secara implisit dalam bentuk artikel atau tajuk rencana, maupun berita.
c. Fungsi menghibur (to entertaint).
Hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat oleh surat kabar dan majalah untuk mengimbangi berita-berita berat (hard news) dan artikel yang berbobot: Isi surat kabar dan majalah yang bersifat hiburan bisa berbentuk cerita pendek cerita bersambung, cerita bergambar, teka-teki silang, pojok, karikatur, tidak jarang juga berita yang mengandung minat insani (human interest), dan kadang-kadang tajuk rencana.
d. Fungsi mempengaruhi (to influence).
Fungsi mempengaruhi menyebabkan pers memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Sudah tentu surat kabar yang: ditakuti ini lalah surat kabar yang independen, yang bebas manystakan pendapat, bebas melakukan social control. Fungsi mempengaruhi dari surat kabar, secars implisit terdapat pada tajuk rencana, opini, dan berita.
Fungsi pers dalam masyarakat demokratis adalah sebagai saluran komunikasi massa yang adil dan seimbang untuk hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa dan negara.Keglatan pers yang bebas dan bertanggung jawab serta didukung oleh pemerintah melalui pelaksanaan undang-undang pers yang demokratis akan melahirkan model komunikasi berbagai pihak. Adapun model komunikasi ini antara (lain komunikasi dua arah bahkan multil banyak arah yang terlibat secara seimbang dan berkeadilan. Hal ini berarti komunikasi yang tidak hanya berupa penyampaian informasi satu pihak dari pemerintah kepada rakyat yang sebarusnya diketahui, didukung, dan dilaksanakan. (Akan tetapi, dari pihak rakyat dapat mengajukan pendapat, usul, saran, kritik, dan tuntutan masyarakat baik kepada pemerintah, lembaga swasta, negara lain, maupun lembaga internasional.
Bahkan, fungsi pers dapat juga melakukan transfounasi sosial dengan mengubah nilai-nilai negatif yang tidak menguntungkan bagi pembangunan sambil melestarikan nilai-nilai positif yang diperlukan. Dengan demikian, pers dapat membentuk opini publik (pendapat umum) bagi proses demokrasi yang baik dalam masyarakat Bagaimana dengan pers dindonesia? Pengertian pers di Indonesia sudah jelas sebagaimana tercantum pada UU No. 40 Tahun 1999, seperti tersurat sebagai berikut "Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, megolah, dan menyampaikan : informasi baikdalam bentuk tulisan, suara, gambar, Esuara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media : cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran g yang tenedia.
Definisi pers tersebut menunjukkan bahwa pers !di Indonesia tegas-tegas merupakan lembaga kemasyarakatan bukan lembaga pemerintah dan juga : bukan terompet pemerintah. Dengan kata lain, pers kita menganut teori tanggung jawab sosial. Mengenai hal ini secara jelas dicantumkan pada pasal 15 (tentang peran dewan pers dan keanggotaan dewan pers), dan pasal 17 (tentang peranan masyarakat dalam kehidupan pers) UU No.40 Tahun 1999. Pers hanya akan bisa berdiri kokoh apabila bertumpu pada tiga pilar penyangga utama yang satu sama lain berfungsi saling menopang (Haris Sumadiria, 2004). Ketiga pilar itu adalah sebagai berikut
a. Idealisme.
Idealisme dalam Pasal 6 UU Pers No. 40 Tahun 1999 dinyatakan, pers nasional melaksanakan peranan berikut
1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2) Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak azasi manusia serta menghorrnati kebhinekaan.
3) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
4) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
5) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran. Maknanya, bahwa pers harus memiliki dan mengemban idealisme, Idealisme adalah cita-cita, obsesi, sesuatu yang terus dikejar untuk dijangkail dengan segala daya dan cara yang dibenarkan I menurut etika dan norma profesi yang berlaku serta diskul oleh masyarakat dan negara. Menegakkan nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia, memperjuangkan keadilan dan (kebenaran, adalah contoh idealisme yang harus memperjuangkan pers. Dasarnya, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 40: Tahun 1999, pers nasional mempunyal fungsi sebagai media infcrmasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. :
b. Komersialisme.
Pers harus mempunyai kekuatan dan keseimbang-an. Kekuatan untuk mencapai cita-cita, dan keselmbangan dalam mempertahankan nilai-nilai profesi yang diyakininya. Agar mendapat kekuatan, maka pers harus berorientasi kepada kepentingan kornersial. Seperti ditegaskan Pasal 3 ayat (2) UU No. 40 Tahun 1999, pers nasional dapat berfungsi Sebagai lembaga ekonomi. Sebagai tembaga ekonomi penerbitan pers harus dijalankan dengan merujuk pada peildekatan kaidah ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Secara manajerial perusahaan, pers harus memetik untung dan sejauh mungkin menghindari kerugian. Pers dalam kerangka ini, tidak bisa dilepaskan : dari muatan nilai bishis komersial sesuai dengan pertimbangan dan tuntutan pasar. Hanya dengan ( berpijak pada nilai-nilai komersial, penerbitan pers bisa mencapai cita-citanya yang ideal.
c. Profesionalisme.
Profesionalisme adalah isme atau paham) yang menilai tinggi keahlian profesional khusus-nya, atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alat utama untuk mencapai keberhasilan. Seseorang bisa disebut profesional apabila dia memenuhi lima ciri berikut.
1) Memiliki keahlian tertentu yang diperoleh melalui penempaan pengalaman, pelatihan, atau pendidikan khusus di bidangnya.
2) Mendepat gaji, honorarium atau imbalan materi yang layak sesuai dengan keahlian, tingkat pendidikan, atau pengalaman yang diperolehnya
3) Seluruh sikap, perilaku, dan aktivitas pekerjaannya dipagari dengan dan dipengaruhi oleh keterikatan dirinya secara moral dan etika terhadap kode etik profesi.
4) Secara sukareia bersedia untuk bergabung dalam salah satu organisasi profesi yang sesuai dengan keahliannya.
5) Memiliki kecintaan dan dedikasi luar biasa terhadap bidang pekedaan profesi yang dipilih dan ditekuninya. Tidak semua orang mampu melaksanakan pekerjaan profesi tersebut. Hal ini dikarenakan membutuhkan penguasaan ketrampilan atau keahlian tertentu.
Dengan merujuk kepada enam syarat di atas, maka jelas pers termasuk bidang pekerjaan yang mensyaratkan kemampuan profesionalisme.
3. Peran Pers
Peran Pers dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers disebutkan bahwa pers nasional melaksanakan peranan Sebagai berikut :
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
b. Menengahkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi rnanusia, serta menghormati kebhinekaan.
c. Mengembangkan pendepat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Menurut Jacob Oatama, dalam konteks masyarakat Indonesia pers mempunyal peran khusus sebagai berikut,
- Memperkuat dan mengkreatifkan konsensus-konsensus dasar nasional. Hal ini penting karena bangsa membutuhkan konsensus dasar bagi perekat integrasi nasional. Itulah infrastruktur kejiwaaan bagi pembangunan bangsa.
- Pers perlu mengenal masalah-masalah sosial dalam masyarakatnya. Bukan untuk didiamkan, tetapi juga bukan serta merta diberitakan begitu saja, perlu diusahakan pemecahannya bersama pemerintah dan masyarakat secara bijaksana dengan tetap berorientasi maju.
- Pers pertu mengerahkan prakarsa masyarakat memperkenalkan usaha-usahanya sendiri, meriemukan potensi-potensinya yang kreatif dalam usaha memperbaiki kehidupannya.
- Pers rnenyebarluaskan dan memperkuat rasa percaya diri masyarakat untuk mengubah hasibnya sendiri.
- Kekurangan, kegagalan, serta korupsi dilaporkan bukan untuk merusak dan membangun rasa pesimis, tetapi untuk koreksi dan membangkitkan kegairahan dan selalu melangkah rnaju, karena itu pers harus bersedia mengoreksi diri dan juga dikoreksi.
4. Perkembangan Pers di Indonesia
Pers di Indonesia mulai berikembang jauh had sebelum negara Indonesia diproklamasikan. Pers telah dipergunakan oleh para pendirl bangsa kita: sebagai alat perjuangan untuk memperoleh kemerdekaan. Sejak pertengahan abad ke 18, orang-orang Belanda mulai memperkenalkan penerbitan surat kabar di Indonesia. Penguasa kolonial mengekang pertumbuhan pers, meskipun penerbitnya terdiri dari orang-orang Belanda sendiri. Tetapi surat kabar yang tumbuh dari akhir, abad ke-19 hingga awal abad berikutnya, juga merupakan sarana pendidikan dan latihan bagi orang-orang indonesia yang memperoleh pekerjaan di dalamnya (Tribuana Said, 1988). Surat kabar pertama di Indonesia adalah Bataviase Nouvelles (Agustus 1744-Juni1746) disusul kemudian Bataviasche Courant (1817). Bataviasche Advertentieblad (1827). Pada tahun 1855 di Surakarta terbit surat kabar pertama dalam bahasa Jawa, bernama Bromartani. Surat kabar berbahasa Melayu yang portama adalah Soerat Kabar Bahasa Melajoe, terbit di Surabaya pada tahun 1956. Kemudian lahir surat kabar Soerat Chabar Betawie (1958), Seloropret Melajoe (Semarang, 1860), Bintang Timoer (Surabaya, E.1862). Djoeroe Martani (Surakarta 1864), dan:Biang Lala (Jakarta, 1867). Perkembar.gan pers di masa penjajahan sejak pertengahan abad ke-19 ternyata telah dapat menggugah cendekiawan Indonesia untuk menyerap budaya pers dan memanfaatkan media cetak sebagai sarana membangkitkan dan menggerakkan kesadaran bangsa. Proses selanjutnya, terjadilah pembauran antara pengasuh pers dan masyarakat yang mulai terorganisasi dalam klub-klub studi, lembaga-lembaga sosial, badan-badan kebudayaan, bahkan gerakan-gerakan politik. Wartawan inenjadi tokoh pergerakan, atau sebaliknya tokoh pergerakan menerbitkan pers. Sejak lahimya Budi Utomo pada bulan Mei 1908, pers merupakan sarana komunikasi yang utama untuk menumbuhkan kesadaran nasioal dan meluaskan kebangkitah bangsa Indonesia.
Pada gilirannya proses tersebut mengukuhkan gerakan mencapai kemerdekaan. Lahidah surat- surat ka bar dan majalah seperti Benih Merdeka, Soeara Ra'jat Merdika, Fikiran Ra'jat, Daulat Ra'jat, Soeara Oemoem. dan sebagainya. Adapun yang lainnya, yakni organisasi Persatcoan Djoernalis Indonesia (1933) adalah tanda-tanda meningkatnya perjuangan keenerdekaan di lingkungan wartawan dan pers nasional sebagai bagian dari perjuangan nasional secara keseluruhan.
a. Pers Masa Pergerakan
Mass pergeraken adalah masa bangsa Indonesia berada di bawah penjajahan Belanda sampai masuknya Jepang menggantikan Belanda. Pers masa pergerakan tidak dapat dipisahkan dari kebangkitan nasional bangsa Indonesia melawan penjajahan.
Munculnya pergerakan modem Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908, surat pers saat itu marupakan terompet dari organisasi pergerakan orang indonesia. Surat kabar nasional menjadi semacam parlemen orang Indonesia yang terjajah. Pers menyuarakan kepedihan, penderitaan, dan merupakan refleksi dari isi hati bangsa terjajah. Pers menjadi pendorong bangsa Indonesia dalam perjuangan memperbaiki nasib dan kedudukan bangsa. Beberapa contoh harian yang terbit pada masa pergerakan, antara lain sebagai berikut.
1) Harian Sedio Tomo, sebagai kelanjutan harian Boedi Oetomo yang terbit di Jogjakarta didirikan bulan Juni 1920.
2) Harian Darmo Kondo, terbit di Solo dipimpin oleh Sudaryo Cokrosisworo.
3) Harian Oetoesan Hindia, terbit di Surabaya dipimpin oleh H.O.S. Cokroaminote.
4) Harian Fadjar Asia, terbit di Jakarta dipimpin oleh Haji Agus Salim.
5) Majalah mingguan Pikiran Rakyat, terbit di Bandung didirikan oleh Ir. Sockamo.
6) Majalah berkala Daulah Rakyst, dipimpin oleh Moh. Hatta dan Sutan Syahrir.
Karena sifat dan isi pers peranti penjajahan, pers mendapat tekanan dari pemerintah Hindia Belanda. Salah satu cara pemerintah Hindia Belanda saat itu adalah dengan memberikan hak kepada pemerintah untuk membumi hanguskan dan menutup usaha penerbitan pers pergerakan. Pada masa pergerakan itu, berdiriiah Kantor Berita Nasional Antara tanggal 13 Desember 1937.
b. Pers Masa Penjajahan Jepang
Jepang menduduki Indonesia salama kurang lebih 3,5 tahun. Hal itu dilakukan untuk meraih simpati rakyat Indonesia, Jepang melakukan propaganda tentang Asia Timur Raya. Namun, propaganda itu hanyalah demi kejayaan Jepang betaka. Sebagai konsekuensinya, seluruh sumber daya di Indonesia diarahkan untuk kepentingan Jepang. Pers masa penjajahan Jepang boleh dikatakan mengalami kemunduran besar. Pers nasional yang pemah hidup di zaman pergerakan secara sendiri-sendiri dipaksa bergabung untuk tujuan yang sama, yaitu mendukung kepentingan Jepang. Pers di masa pendudukan Jepang semata mata menjadi alat pemerintah Jepang dan bersifat pro-Jepang. Beberapa harian yang muncut pada masa itu, antara lain sebagai berikut,
1) Asia Raya diJakarta.
2) Sinar Baru di Semarang.
3) Suara Asia di Surabaya.
4) Tjahayadi Bandung.
Pers nasional masa pendudukan Jepang memang mengalami penderitaan dan pengekangan kebebasan yang lebih daripada zaman Belanda. Namun, ada beberapa keuntungan yang didapat oleh para wartawan atau insan pers indonesia yang bekerja pada penerbitan Jepang, antara lain sebagai berikut.
1) Pengalaman yang diperoleh para karyawan pers Indonesia bertambah. Fasilitas dan alat atat yang digunakan jauh lebih banyak daripada masa pers zaman Belanda. Para karyawan pers mendapat pengalaman banyak dalam mengguhakan berbagal fasilitas tersebut.
2) Penggunaan bahasa indonesia dalam pemberitaan makin sering dan luas. Penjajah Jepang berusaha menghapuskan bahasa Belanda dengan kebijakan (menggunakan bahasa Indonesia dalam berbagai kesempaan. Kondisi ini sangat membantu perkembangan bahasa Indonesia yang hantinya juga menjadi bahasa nasional.
3) Pengajaran untuk rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber-sumber resmi Jepang Selain itu. Kekejaman dan penderitaan yang dialami pada masa pendudukan Jepang memudahkan para pemimpin bangsa memberikan semangat untuk melawan penjajahan.
c. Pers Masa Revolusi Fisik
Periode revolusi fisik terjadi antara tahun 1945 sampal 1949. Masa itu adalah saat bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang berhasil dirikannya pada tangqal 17 Agustus 196. Belanda ingen kembali menduduki Inddnesia sehingga terjadilah perang mempertahankan kemerdekaan. Pada masa itu, pers terbagi menjadi dua golongan. yaitu sebagai berikut.
1) Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara pendudukan sekutu dan Belanda yang dilanjutkan dinamakan pers NICA (Belanda).
2) Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh orang Indonesia yarig disebut Pers Republik. Kedua golongan pers itu sangat beriawanan. Pers Republik disuarakan oleh kaum republik yang berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan Sekutu. Pers ini benar-benar menjadi alat perjuangan masa itu. Sebaliknya pers Nica berusa mempengaruhi rakyat Indonesia agar menerima kembali Belanda untuk berkuasa di Indonesia.
Beberapa contoh koran republik yang muncul pada masa itu, antara lain harian Merdeka, Sumber, Pemandangan, Kedaulatan Rakyat, Nasional, dan Pedoman. Jawatan penerangan Belanda menerbitkan pers Nica, antara Iain Warta Indonesia di Jakarta, Persatuan di Bandung, Suluh Rakyal di Semarang, Pelita Rakyaldi Surabaya, dan Mustika di Medan. Pada masa revolusi fisik inilah, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Serikat Perusahaan Surat ( Kabar (SPS) lahir. Kedua organisasi ini mempuhyai kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.
d. Pers Masa Demokrasi Liberal Masa
Dernokrasi Liberal adalah masa antara tahun 1950 sampai dengan 1959. Pada waktu itu, Indonesia menganut sistem parlementer yang berpaham liberal. Pers easional saat itu sesuai dengan alam liberal yang sangat menikmati adanya kebebasan pers. Selain itu, pers dapat leluasa memuat berita-berita. Pada masa ini koordinasi pembredelan pers Belanda (1931-1932) disebut, tetapi pengawasan pers masih tetap ada, yaitu UU negara dalam keadaan bahaya (808) yang dituangkan dalam UU No, 74 Tahun 1957. Secara umum, pada masa demokrasi liberal ini kebebasan pers jauh lebih baik dari sebelutnnya.
e. Pers Masa Demokrasi Terpimpin
Masa Demokrasi Terpimpin adalah masa kepemimpinan Presiden Soekarno (1959-1965). Masa ini berawal dari keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk mengakhiri masa demokrasi liberal yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Sejak itu mulailah masa demokrasi terpimpin dergan mendasarkan kembali pada UUD 1945.Namun dalam kenyataannya, priftsip-prinsip demokrasi menyimpang dari palaksanaannya. Konsentrasi kekuasaan dalam satu tangan melalui dijalankan dan demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan hanyalah merupakan semboyan belaka. Demokrasi yang dicanangkan ternyata menuju pada kekuasaan diktator otoriter.
Sejalan dengan Demokrasi Terpimpin, pers nasional dikatakan menganut konsep otoriter. Pers nasional saat itu merupakan terompet penguasa dan bertugas mengagung-agungkan pribadi presiden dan mengindoktrinasikan manipol.
Pers diberi tugas menggerakkan aksi-aksi massa yang revolusioner dengan jalan memberikan penerangan, membangkitkan jiwa dan kehendak massa agar mendukung pelaksanaan manipol dan ketetapan pemerintah lainnya. Meskipun sistem Parlementer telah terkubur sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang memberlakukan kembali UUD 1945 pola pertentangan partai-partai masih bertahan.
Bahwa pada masa demokrasi terpimpin, wartawan Indonesia umumnya, PWI (didirikan pada 9 Februari 1946) khususnya, tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila, tidak terlepas dari latar belakang dan landasan lahirnya gerakan kembali UUD 1945. Gerakan tersebut mengenal, pertentangan dan pelawanan terhadap golongan yang ingin menciptakan undang-undang dasar berdasarkan asas dan dasar negara yang lain.
Akan tetapi, karena kepentingan Manipolisasi dan Nasakomisasi yang semakin menonjol, terutama akibat agitasi dan propaganda golongan PKI yang ingin memperbesar pengaruhnya dalam rangka merebut kekuasaan. maka ideologi Pancasila semakin terde:.ak oleh konsep-konsep revolusi..
f. Pers Masa Orde Baru
Orde Baru bangkit sebagai puncak kemenangan atau rezim Demokrasi Terpimpin yang pada hakikatnya telah dimulai sejak tahun 1964 talkala kekuatan Pancasila, termasuk pers, mengadakan perlawanan terbuka terhadap ofensif golongan PKI melalui jalur Manipolisasi dan Nasokomisasi. Kehancuran G 30 S/PKI merupakan awal "pembenahan" kehidupan nasional, pembinaan di bidang pers dilakukan secara sistematis dan terarah. Pada masa ini produk perundangan penama tentang pers adalah UU No. 11 Tahun 1966. Pengembangan pers nasional lebih lanjut diwujudkan dengan mengundangkan UU No. 21 Tahun 1982 sebagai penyempurnaan UU No. 11/1966. Penciptaan lembaga Surat lzin Usaha Penerbitan Pers (SIUP) mencerminkan usaha nyata kearah pelaksanaan kebebasan pers yang dikendalikan oleh pemerintah atau kebebasan pers yang bertanggung jawab pada pemerintah, suatu bentuk pengadopsian terhadap teori pers otoriter.
Masa Orde Baru adalah masa kepemimpinan Presiden Soeharto (1966-1998). Pemerintah Orde Baru berawal dari keberhasilannya menggagalkan G 30 S/PKI yang bertujuan membentuk negara Indonesia yang komunis. Sejak saat itu, Orde Baru bertekad kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Orde Baru mewujudkan cita-cita bangsa dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Orde Baru dikatakan sebagai Orde Pembangunan. Pers senantiasa mencerminkan situasi dan kondisi masyarakatnya. Pers nasional pada masa Orde Baru adalah salah satu unsur penggerak pembangunan. Pemerintah Orde Baru sangat mengherapkan pers nasional sebagai mitra dalam menggalakkan pembangunan sebagai jalan memperbaiki taraf hidup rakyat. Pers saat itu menjadi media vital dalam mengkomunikasikan pembangunan, karena pembangunan sangat penting bagl Orde Baru. Dengan demikian pers yang mengkritik pembangun mendapat tekanan.
Orde Baru yang pada mulanya bersikap terbuka dan mendukung pers, namun dalam perjalanan berikutnya mulai menekan kebebasan pers. Pers yang tidak sejalan dengan kepentingan pemerintah atau terlalu berani mengkritik pemerintah dibredel atau dicabut Surat lzin Usaha Penerbitan Pers (SIUP). Kita masih ingat dengan kasus yang dialami oleh majalah Tempo. Media tersebut pernah dicabut SIUP-nya akibat pemberitaan yang kritis terhadap pemerintahan Orde Baru.
g. Perkembangan Pers di Era Reformasi
Perkembangan pers pada era reformasi dewasa ini tampak kebijakan media yang hampir sepenuhnya berada di tangan pemilik media. Komunikasi dari pemerintah lebih berupa himbauan kepada media agar mematuhi rambu-rambu etika dan hukum yang barlaku kecuali didaerah-daerah rusuh yang dikenakan keadaan darurat sipil (Undang-Undang No. 23 Tahun 1959) seperti di Maluku. Di sana kebijakan media sepenuhnya ditangant penguasa darurat sipil sehingga bisa terjadi pembredelan dan sensor.
Kemudian pada tahun 1998, lahirlah gerakan reformasi terhadap rezim Orde Baru. Keberhasilan gerakan ini, melahirkan peraturan perundangan peraturan yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. UU No. 40 Tahun 1999 merupakan salah satu contoh. Sejak sistem politik Indonesia mengundangkan UU No. 40 Tahun 1999, secara normatif, kita telah menganut teori pers tanggung Jawab sosial (kebebasan pers yang bertanggung jawab pada masyarakat/kepentingan umum). Berbeda dengan UU No. 11 Tahun 1966 juncto UU No. 21 Tahun 1982 yang memberi; kewenangan pada pernerintah untuk mengontrol sistem pers. UU No. 40 Tahun 1999 memberi kewenangan kontrol kepada masyarakat. Penanda itu terletak antara lain pada Pasai 15 dan 17 UU No. 40 Tahun 1999.
Undang-Undang Pokok Pers No. 40 Tahun 1999 sebenarnya telah metnberi landasan yang kuat bagi perwujudan kemerdekaan pers di Indonesia. Namun dalam praktiknya hingga kini kemerdekaan pers belum berlangsung secara substansla; karena masih lemahnya penghargaan insan pers terhadap profesinya. Banyak sekali terjadi pelanggaran etika dan profesionalisme jurnalistik yang justru kontreproduktif bagi esensi kemerdekaan pers. Maraknya aksi-aksi massa terhadap kantor penerbitan di samping menunjukkan rendahnya apresiasi masyarakat terhadap kebebasan pers, juga diakibatkan oleh masih rendahnya penghargaan insan pers terhadap kebebasannya. Pelaksanaan dalam menghadapi pers yang nakal, tidak bisa begitu saja berpendapat bahwa ketidakpuasan terhadap pers dapat dilakukan melalui protos. Klarifikasi maupun koreksi terhadap penerbitan pers. Hal ini dikarenakan masyarakat dapat menggunakan haknya untuk menggugat ke pengadilan. Selain diberlakukannya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers, dikenal munculnya fenomena pers bebas, misalnya dalam undang-undang tentang pers tersebut tidak ada syarat-syarat untuk menjadi wartawan atau penerbit pers. Kebebasan pers dampaknya dirasakan oleh presiden Abdurrahman Wahid. Pers dinilai merugikan pemerintah dalam hal ini presiden dengan cara-cara pemberitaan yang tidak benar termasuk cara yang disebut "mematintir kata-kata" (spinning afwords). Sebagai raaksinya, presiden kemudian pada bulan Mei 2001 membuat tim pemar,tau media, sejenis media watch (pengawas media) pemerintah. Tujuannya adalah untuk menuntut secara hukum (pidana atau perdata) terhadap media massa yang dinilai merugikan pemerintah. Adapun pers presiden Megawati Sockarnoputri, kondisi perkembangan pers masih relatif sama dengen pemerintahan sebelumnya (di bawah presiden Abdurrahman Wahid), yakni hubungan pers dengan presiden tidak begitu harmonis, pemberitaan pers dinilai merugikan presiden.
Berdasarkan fenomena kebebasan pers di atas, menunjukkan bahwa semua media massa memiliki ideologi (misi) yang ditentukan oleh para pemilik dan dilaksanakan oleh redaksi (editonal policy). Hal ini memang sudah merupakan tradisi pers terutama pers babas sejak kemunculan alat cetak kuno temuan Johan Gutteberg di Jerman (1445). Tradisi itu kemudian dilkuti oleh media lain khususnya media penyiaran.
Pada ketentuan undang-undang dl atas dijelaskain pengertian Rode etik jurnalistlk yaitu himpunan etika profesi kewartawanan. Lebih jelas disebutkan hal-hal yang berhubungan dengan kewartawanan atau kepenulisan, termasuk di dalamnya pengertian pers bebas dan bertanggung jawab sebagai berikute Pers yang bebas atau kemerdekaan pers dimaksudkan tidak campur tangan darl pihak luar untuk membengkokkan standar profesional dan kode etik jumalistik. Kemerdekaan pers ini diperlukan agar dapat menyalurkan informasi dan pendapat kepada pembaca, pendenger, dan penonton dengan Jujur dan akurat tanpa prasangka, adil, dan tidak sepihak serta objektif dan komprehensif.
B. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Selama ini banyak orang terutama kaum awam yang menduga, mengira atau menganggap (karena tidak tahu) bahwa pers adalah lembaga yang berdiri sendiri, tidak terkait dengan masyarakat. Anggapan seperti itu sebagai seorang wartawan atau jurnalis hanyalah seorang buruh yang bekerja di perusahaan pers berdasarkan assignment atau penugasan redaksi. Sama halnya dengan seorang tukang yang bekerja sekedar untuk mencari sesuap nasi tanpa rasa tanggung jawab moral terhadap profesi dan masyarakat. Pastilah dia tidak mengerti hakikat kebebasan pers, atau bahkan mengira bahwa kebebasan pers merupakan "milik pers itu sendiri maupun wartawan.
Padahal, media pers (cetak, radio, televisi. Online - selanjutnya disebut media atau pers) sesungguhnya merupakan kepanjangan tangan dari hak-hak sipil publik, masyarakat umum, atau dalam bahasa politik disebut rakyat. Dalam sebuah negara yang demokratis, dimana kekuasaan berada di tangan rakyat, publik punya hak kontrol terhadap kekuasaan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Konsekuensi dari hak kontrol tersebut, adalah segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (publik, rakyat) harus dapat diakses. (diinformasikan, diketahui) secara terbuka dan bebas oleh publik. Kondisi seoerti itulah yang dibutuhkan pers secara bebas serta dapat mewakili oublik untuk mangakses informasi. Dari sinilah bermula apa yang disebut "pers bebas" (free press) atau "kebebasan pers" (freedom of the press) sebagai syarat mutlak begi sebuah negara yang demokratis dah terbuka. Begitu pentingnya freedom of the press tersebut, sehingga Thomas Jeffenson, presiden ketiga Amerika Serikat (1743-1826), pada tahun 1802 menulis, "Seandainya saya diminta memutuskan antara pemerintah tanpa pers, stau pers tanpa pemerintah, maka tanpa ragu sedikit pun saya akan memilih yang kedua." Padahal, selama memerintah dia tak jarang mendapat perlakuan buruk dari pers
1. Ciri-Ciri Kode Etik
Kode etik adalah norma stas asas yang diterima oleh sustu kelompok tertentu, sebagai pedoman tingksh laku. Ciri-ciri dari suatu kode etik adalah sebagai berikut:
a. Sanksinya bersifat moral atau mengikat pada anggota kelompok tersebut.
b. Daya jangkauan berlaku pada kelompok yang memiliki kode etik tersebut, bukan pada kelompok lain.
c. Disusun oleh lembaga/kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan organisasi itu dan bukan dari pihak luar.
Para insan jurnalistik dan insan pers juga membuat kode etik sendiil sesuai dengan kelompok organisasinya. Kode etik jurnalistik menjadi pegangan para insan pers dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Kode etik jurnalistik menjadi pegangan para insan pers dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Kode etik menjadi landasan moral/etika profesi guna menjamin kebebasan pers dan terpenuhinya hak-hak masyarakat, serta pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas para Insan pers.
2. Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat Demokratis di Indonesia
Usaha dalam melaksanakan fungsi dan peranannya yang strategis pers melalui organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWi) telah menetapkan kode etik kewartawanan. Kode etik semacam ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka dimana organisasi yang mewadahinya adalah Persatuan Djurnalis Indonesia (PEROI). Kode etik PWI yaitu:
a. Menyajikan berita secara berimbang dan adil mengutamakan kecermatan dan kecepatan serta tidak mencampuradukkan fakta dan opini. Tulisan interpretasi dan opini wartawan disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
b. Menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan berita, tulisan, alau gambar yang merugikan nama baik atau perasaan susila seseorang kecuali menyangkut kepentingan umum.
c. Pemberitaan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adit jujur, dan penyajian berimbang.
d. Memberitakan kejahatan susila tidak menyebutkan nama dan identitas korban, penyebutan nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih di bawah umur tidak boleh dilakukan.
e. Menulis judul yang mencermikan isi berita.
f. Menempuh cara sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan berita, gambar, atau tulisan dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita.
g. Dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat dan memberi kesenipatan hak jawab secara proporsional kepada sumber dan atau objek berita.
h. Meneliti kebenatan bahan berita dan memperhatikan kredibilitasnya serta kompetensi sumber berita.
i. Tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip berita, tulisan atau gambar tanpa manyebut sumbernya.
j. Harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini
k. Menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber cerita tidak dimasukkan sabagai bahan berita serta atas kesepakatan dengan sumber berite tidak menyiarkan keterangan off the record.
l. Mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi pelanggaran kode etik jurnalistik ini sepenuhnya hak organisasi dari PWI dan dilaksanakan o[eh dewan kehormatan PWI.
Upaya pelaksanaan kode etik jurnalistik dan kebebasan pers yang bertanggung jawab bertujuan untuk mempermudah masyarakat untuk ikut memantau dan melaporkan apabila pemberitaan yang pers melanggar hukum dan etika. Partisipasi tersebut adalah menggunakan hak jawab. Hak jawab adalah hak seseorang, organisasi atau badan hukum, yang merasa dirugikan oleh tutisan dalam sebuah atau beberapa penerbitan pers untuk meminta kepada penerima yang bersangkutan agar penjelasan dan tanggapannya terhadap tulisan yang disiarkan atau diterbitkan dimuat di penerbit pers tersebut
Media massa yang pada masa sekarang mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini terjadi setelah ditemukannya alat komunikasi global yang disebut internet. Anda dapat memanfaatkan media massa dalam kehidupan sehari-hari, tentu Anda harus dapat memilah dan memilih mana yang harus Anda lakukan karena memang menguntungkan masa depan Anda lebih; baik. Sebaiknya, hindari dan jauhkan media masa yang manyebabkan anda tersesat.
Masyarakat juga dapat menyampaikan usul pada dewan pers untuk meningkatkan kualitas pers nasional. Hal ini sesuai dengan fungsi dewan pers yang meliputi :
a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihal lain.
b. Melakukan pengajuan untuk pengembangan kehidupan pers.
c. Menetapkan dan mangawasi pelaksanaan kode etik jurnalistik,
d. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
e. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat. dan pemerintah.
f. Memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam manyusun persatuan-persatuan di bidang pers dan meningkalkan kualitas profesi kewartawanan.
g. Mendata poruschaan pers.
3. Contoh-contoh Penyimpangan Kode Etik Jurnalistik
Di bawah ini adalah contoh-contoh penyimpangan/penyalahgunaan kebebasan pers yang bertentangan dengan kode etik jurnalistik.
a. Penyiaran berita yang tidak memenuhi kode etik jurnalistik.
Penylaran berita dan penyampaian informasi yang tidak mernenuhi kode etik
jurnalistik dan kewartawanan dapat terjadi. Hal ini karena ketidaksengajaan atau sebaliknya, atau kurang profesionalnya pelaku pers,
b. Peradilan oleh pers.
Berita kurang berimbang dan tidak menggunakan pihak kedua (side both) kadang-kadang terialu jauh mengadili person tertentu, tentu saja tidak langsung melanggar asas praduga tidak bersalah (presumption of inhocence).
c. Membentuk opini yang menyesatkan
Dalam masyarakat tidak tertutup kemungkinan terjadi suatu berita dipahami secara tidak tepat, baik karena tingkat pemahaman pembaca maupun karena isi berita dan informasi media tersebut bertendensi membentuk opini publik demi kepentingan terantu. Objektivitas berita daninformasi kurang diutamakan. Dengan demikian, masyarakat dapat terpengaruh oleh pola pikir dan pendepat yang menyesatkan. lklan yang mengguhakan bahasa secara berlebihan karena hanya mengejar keuntungan semata, jelas dapat merugikan masyarakat.
d. Bentuk tulisan yang provokatif
Kamungkinan suatu berita dapat menimbulkan emosi masyarakat, hal ini terjadi karena kekhilafan penulis berita atau redaksi atas peliputan peristiwa tertentu atau mungkin juga disebakan oleh informasi sumber berita atau sebab-sebab yang lain
e. Pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang hukum pidana.
Sanksi penyalahgunaan penyampaian infomasi dan komunikasi antara lain terdapat dalam KUHP, misalnya pasal 137 KUHP.
Bentuk-bentuk kode etik yang secara hukum sah dan berlaku di Indonesia antara lain:
1. Kode Etik Wartawan Indonesia
a. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi
b. yang benar.
c. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi, serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
d. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampuradukkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
e. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan menyalahgunakan profesi.
f. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, serta of the record sesuai kesepakatan.
g. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik ini diserahkan kepada Jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan kode etik.
2. Kode etik federasi wartawan internasional
Kode etik federasi wartawan internasional diterima cleh Kongres Sedunia Federasi Wartawan intemasional ke-2 di Bordeux Prancis pada tanggal 25-28 April l945 dan diamandemenkan oleh Kongres Sedunia Federasi Wartawan Internasional ke-18 di Helsingor pada tanggal 2 - 6 Juni 1986. Kode etik federasi wartawan Internasional sebagai berikut;
a. Menghormati kebenaran dan hak masyarakat akan kebeneran merupakan kewajiban utama seorang wartawan.
b. Dalam melaksanakan kewajiban ini, wartawan senantiasa harus membela prinsip-prinsip kebebasan dan pengumpulan publikasi berita secara jujur dan hak atas komentar serta kritik yang adil.
c. Wartawan hendaknya memberi laporan yang sesuai dengan fakta-fakta yang is ketahui sumbernya. Wartawan bendaknya tidak menahan/menyembunyikan informasi yang penting atau memalsukan dokumen.
d. Wartawan hendaknya menggunakan cara yang wajar/pantas dalam memperoleh berita. foto, dan dokumen.
e. Wartawan hendaknya berusaha sedapat mungkin meralat setiap pemberitaan yang telah dipublikasikan yang ternyata tidak benar dan sangat merugikan orang lain.
f. Wartawan hendaknya mengakui kerahasiaan professional berkenaan dengan sumber berita yang didapatkan karena kepercayaan.
g. Wartawan hendaknya sadar akan bahaya diskriminasi yang dikarenakan oleh media dan sedapat mungkin menghindari tindakan melakukan diskriminasi yang didasarkan pada ras, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pendapat politik atau pendapat lainnya setta asal usul kebangsaannya atau sosialnya.
h. Wartawan handaknya menganggap pelangaran-pelangaran profesi bersifat berat dalam hal-hal berikut ini:
1. Penjiplakan /plagiat
2. Salah satu penulisan/ pemberitaan secara sengaja
3. Suap dalam bentuk apapun, baik untuk mempertimbangkn pemuatan berita ataupun menyembunyikan fakta.
i. Wartawan yang behak menyandang gelar tersebut hendaknya dengan setia menaati prinsip-prinsip tersebut di alas dalam menjalankan tugasnya. Dalam ketentuan umum di setiap negara, wartawan hendaknya hanya mengakui yurisiksi rekan sekerja dalam masalah profesi dan menolak setiap bentuk campur tangan pemerintah ataupun pihak lain.