BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Banjir adalah peristiwa tergenang dan terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara-negara yang telah maju sekalipun.
Penyebab banjir biasanya dikarenakan adanya curah hujan yang tinggi, permukan tanah yang lebih rendah dibandingkan permukaan laut, pemukiman yang membangun pada dataran sepanjang sungai atau kali, adanya sampah sehingga aliran sungai tidak lancar.
Di saat sekarang ini masyarakat sudah tidak peduli lagi terhadap lingkungan hidup tempat mereka tinggal. Hal ini telihat dari semakin sedikitnya masyarakat yang peduli terhadap kelestarian lingkungan. Banyak masyarakat yang masih membuang sampah sembarangan juga menggundulkan hutan. Merusak lingkungan atau mengeksploitasi lingkungan secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya banjir.
Berdasarkan kondisi dan keadaan di lingkungan tersebut, kami menyusun makalah ini agar masyarakat memiliki kesadaran tersendiri bahwa menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan itu sangat penting.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan tujuan makalah diatas, maka masalah-masalah yang dibahas dapat di rumuskan sebagai berikut :
- Apa pengertian banjir?
- Apa penyebab banjir ?
- Apa dampak banjir?
- Bagaimana cara mencegah banjir?
- Bagaimana cara menanggulangi banjir?
.BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan oleh air. Peristiwa banjir timbul jika air menggenangi daratan yang biasanya kering. Banjir pada umumnya disebabkan oleh air sungai yang meluap ke lingkungan sekitarnya sebagai akibat curah hujan yang tinggi. Kekuatan banjir mampu merusak rumah dan menyapu fondasinya. Air banjir juga membawa lumpur berbau yang dapat menutup segalanya setelah air surut.
Banjir merupakan hal yang rutin. Setiap tahun pasti datang. Banjir sebenarnya merupakan fenomena kejadian alam biasa yang sering terjadi dan dihadapi hampir di seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia. Banjir sudah temasuk dalam urutan bencana besar karena memakan korban besar.
2.2 Jenis-jenis Banjir
Berdasarkan sumber air yang menjadi penampung di bumi, jenis banjir dibedakan menjadi tiga, yaitu banjir sungai, banjir danau, dan banjir laut pasang.
A. Banjir Sungai
Terjadi karena air sungai meluap. Contoh ketika banjir sungai Citarum Karawang, Jawa Barat. Dibawah ini adalah data dari contoh banjir sungai.
Banjir Sungai Citarum semakin meluas pada Rabu (24/3), merendam 10 kecamatan dengan 15.510 rumah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Sehari sebelumnya, sembilan kecamatan dengan 9.561 rumah terendam air setinggi rata-rata tiga meter.
Dampak banjir yang meluas di 10 kecamatan tersebut memicu tanggapan Bupati Karawang Dadang S. Muchtar yang menyayangkan upaya pengendalian banjir yang dinilai terlambat itu.
Menurut Dadang, Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) II selaku pengelola Waduk Ir. Juanda Jatiluhur seharusnya sejak awal mengoptimalkan pelepasan/penggelontoran air waduk untuk mencegah banjir di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di Karawang dan di Bekasi.
Dadang berharap instansi terkait segera menempuh langkah antisipasi untuk mencegah meluasnya banjir.
PJT II, kemarin, mengoptimalkan penggelontoran air Bendung Curug dan Bendung Walahar ke tiga saluran induk, yakni Tarum Barat, Tarum Utara, dan Tarum Timur untuk mengurangi debit air yang mengalir ke hilir Sungai Citarum.
Langkah itu dilakukan untuk mengurangi luas genangan air di sepanjang aliran sungai yang meliputi 10 kecamatan. Kesepuluh kecamatan tersebut adalah Karawang Barat (dengan 7.389 rumah terendam), Karawang Timur (412 rumah), Teluk Jambe Timur (3.576 rumah), Teluk Jambe Barat (494 rumah), Ciampel (81 rumah), Batujaya (250 rumah), Pakisjaya (1.533 rumah), Rengasdengklok (486 rumah), dan Klari (97 rumah). Kecamatan terakhir yang ikut terendam banjir, sejak Rabu dini hari adalah Kecamatan Jayakarta (1.192 rumah).
Adapun luas sawah terendam banjir di Karawang mencapai 817 hektar dan tersebar di tujuh kecamatan, yakni Teluk Jambe Timur (180 ha), Karawang Barat (9 ha), Klari (5 ha), Ciampel (67 ha), Teluk Jambe Barat (130 ha), Batujaya (32 ha), dan Pakisjaya (342 ha). Usia padi 1-10 hari (persemaian) dan sekitar 50 ha usia 11-100 hari.
Menurut Kepala Dinas Pertanian Karawang Nahrowi Muhamad Nur, luas sawah yang terendam pada Rabu siang bertambah menjadi 842 ha seiring meluasnya genangan. Penambahan terjadi di tujuh kecamatan tersebut.
Kepala Biro Operasi dan Konservasi PJT II Sutisna Pikrasaleh menjelaskan, debit yang dialirkan ke tiga saluran dioptimalkan hingga kapasitas maksimal, yakni 27 meter kubik per detik ke Tarum Barat, 52,5 meter kubik per detik ke Tarum Timur, dan 80 meter kubik per detik ke Tarum Utara. Pemecahan air menuju Tarum Barat dan Tarum Timur dilakukan di Bendung Curug. Adapun untuk Tarum Utara dilakukan di Bendung Walahar.
Dilaporkan pula, pelepasan air bendung berangsur-angsur membuat tinggi muka air (TMA) bendungan utama Waduk Jatiluhur menurun. TMA pada Rabu siang 108,27 meter di atas permukaan laut (dpl), menurun dibandingkan dengan pada Minggu malam yang mencapai 108,41 meter dpl atau Selasa pagi yang setinggi 108,39 meter dpl. Meski pelepasan air tiga bendung di Waduk Jatiluhur ke tiga saluran induk telah dioptimalkan, debit air yang mengalir ke hilir Citarum tetap tinggi.
Debit air yang keluar dari Bendung Walahar, Rabu pagi mencapai 1.600 meter kubik per detik dan merupakan yang tertinggi dalam sebulan ini. Hujan di hulu dan sejumlah anak sungai membuat debit tetap tinggi.
Naiknya muka air Citarum memperluas genangan banjir di Karawang. Persawahan di kanan dan kiri sungai yang sebelumnya kering, seperti Desa Curug, Kecamatan Klari; Desa Mulyasejati, Mulyasari, dan Kutapohaci, Kecamatan Ciampel, mulai tergenang air pada Rabu pagi. Petani pun mempercepat panen untuk menyelamatkan padi.
Sejumlah jalan antarkecamatan dan antardesa/kelurahan yang sebelumnya kering, seperti Jalan Raya Ranggagede, Jalan Raya Tanjung Mekar, dan Rawagempol (Kecamatan Karawang Barat), Jalan Kertabumi, serta jalanan di beberapa kawasan perumahan, seperti Perum Karaba Indah, Galuh Mas, Sukaharja, Bintang Alam (Kecamatan Teluk Jambe Timur) juga mulai tergenang. Banjir juga memicu kemacetan, terutama di akses menuju dan dari Pintu Tol Karawang Barat.
B. Banjir Danau
Terjadi karena air danau meluap atau bendungannya jebol. Contoh banjir danau adalah banjir ketika melanda situ gintung pada tahun 2009.
Berita banjir bandang di Jakarta Jumat pagi (27/3/09) sangat mengejutkan. Dengan korban lebih dari 50 orang meninggal tentu saja ini sebuah bencana yang cukup serius terjadi di dekat Ibu Kota lagi.
Melihat sepintas pada peta-peta yang dikoleksi kesimpulan sementara yang ada adalah “keringkan saja danau ini, dan jangan dibendung lagi“.
Kesimpulan ini mungkin mengagetkan karena disana ada sebuah taman wisata yang sangat bagus. Namun alasan sederhana dibawah barangkali perlu dipikirkan secara saksama.
C. Banjir Laut pasang
Terjadi antara lain akibat adanya badai dan gempa bumi. Dibawah ini adalah data dari contoh banjir laut pasang.
Air pasang kembali melanda kawasan Jakara Utara. Akibatnya beberapa ruas jalan mengalami kemacetan dan tak jarang motor yang melintas pun akhirnya mogok.
Seperti dilansir situs TMC Polda Metro Jaya, Senin (12/1/2009) air pasang ini terdapat di enam titik ruas jalan di antaranya, Jalan Martadinata Pos I dengan ketinggian air mencapai 10 cm.
Kemudian, depan Pospol Volker setinggi 30 cm, Jalan Baru Ancol dengan ketinggian air 20 cm, depan Alexis Pademangan setinggi 10 cm, dan Penjaringan tepatnya Muara Baru Ujung setinggi 40 cm serta Teluk Gong setingi 30 cm.
“Untuk di Penjaringan karena ketinggian air pasang cukup tinggi, akibatnya banyak motor yang mogok ketika melintas,” ujar petugas Satwil Jakut Aiptu Guntur.
Dia menambahkan saat ini walaupun terdapat air pasang, namun sejumlah arus lalu lintas tidak sampai dialihkan oleh petugas. “Masih normal, hanya ketika melintas dititik -titik tersebut kendaraan berjalan harus pelan -pelan karena situasi benar-benar padat ,” jelasnya. (ram)
2.3 Penyebab Terjadinya Banjir
Sering sekali terjadinya banjir dan hampir setiap kali hujan, maka pasti ada saja daerah yang terkena banjir. Secara umum, penyebab terjadinya banjir adalah sebagai berikut:
a) Penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi
Salah satu sebab utama perusakan hutan hujan dan terjadinya banjir adalah penebangan hutan. Banyak tipe kayu yang digunakan untuk perabotan, lantai, dan konstruksi diambil dari hutan tropis di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan. Dengan membeli produk kayu tertentu, orang-orang di daerah seperti Amerika Serikat secara langsung membantu perusakan hutan hujan.
Walau penebangan hutan dapat dilakukan dalam aturan tertentu yang mengurangi kerusakan lingkungan, kebanyakan penebangan hutan di hutan hujan sangat merusak. Pohon-pohon besar ditebangi dan diseret sepanjang hutan, sementara jalan akses yang terbuka membuat para petani miskin mengubah hutan menjadi lahan pertanian. Di Afrika para pekerja penebang hutan menggantungkan diri pada hewan-hewan sekitar untuk mendapatkan protein. Mereka memburu hewan-hewan liar seperti gorila, kijang, dan simpanse untuk dimakan.
Penelitian telah menemukan bahwa jumlah spesies yang ditemukan di hutan hujan yang telah ditebang jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah yang ditemukan di hutan hujan utama yang belum tersentuh. Banyak hewan di hutan hujan tidak dapat bertahan hidup dengan berubahnya lingkungan sekitar.
Penduduk lokal biasanya bergantung pada penebangan
hutan di hutan hujan untuk kayu bakar dan bahan bangunan. Pada masa lalu,
praktek-praktek semacam itu biasanya tidak terlalu merusak ekosistem.
Bagaimanapun, saat ini wilayah dengan populasi manusia yang besar, curamnya
peningkatan jumlah orang yang menebangi pohon di suatu wilayah hutan hujan bisa
jadi sangat merusak. Sebagai contoh, beberapa wilayah di hutan-hutan di sekitar
kamp-kamp pengungsian di Afrika Tengah (Rwanda dan Congo) benar-benar telah
kehilangan seluruh pohonnya.
b) Pendangkalan sungai;
c) Pembuangan sampah yang sembarangan, baik ke aliran sungai mapupun gotong royong;
d) Pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat;
e) Pembuatan tanggul yang kurang baik;
f) Air laut, sungai, atau danau yang meluap dan menggenangi daratan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Dampak Negatif Dari Banjir
Banjir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup berupa:
a. Rusaknya areal pemukiman penduduk;
b. Sulitnya mendapatkan air bersih;
c. Rusaknya sarana dan prasarana penduduk;
d. Rusaknya areal pertanian;
e. Timbulnya penyakit-penyakit;
f. Menghambat transportasi darat.
3.2 Cara Mencegah Banjir
Lubang
Resapan Biopori
Hujan turun banjirpun datang,
begitulah fenomena yang kini terjadi di beberapa daerah di negeri kita ini. Setiap musim
hujan tiba, banyak orang selalu khawatir akan datangnya banjir. Banjir di
musim hujan dan kekeringan air di musim kemarau menjadi masalah yang serius
dari tahun ke tahun.
Banjir menjadi agenda tahunan bagi warga yang tinggal di daerah pinggiran sungai. Namun jangan heran, dataran yang jauh dari sungai pun kini sudah tidak luput dari banjir. Akhir-akhir ini, banjir tidak lagi terjadi di daerah pinggiran sungai saja, namun banjir terjadi juga di daerah dataran tinggi. Hal ini terjadi karena tanah sudah kehilangan fungsinya dalam menyerap air, akibat dari maraknya penebangan hutan dan pembangungan gedung dan perumahan yang tidak ramah lingkungan.
Ada beberapa cara yang dapat kita lakukan agar dapat mengurangi banjir tahunan, yaitu dengan menanam banyak pepohonan agar air hujan tidak langsung mengalir ke sungai, tetapi tertahan pada akar pepohonan. Kandungan air pada akar pepohonan akan berfungsi sebagai reservoir di musim kemarau.
Mengolah sampah dengan benar. Tidak membuang sampah ke sungai atau ke jalanan juga dapat mengurangi bahaya banjir. Jika sampah dibuang sembarangan, sampah dapat menyumbat saluran-saluran air yang ada dan mengakibatkan banjir saat hujan datang.
Mencegah banjir dengan membuat sumur resapan adalah cara yang terbaik untuk daerah perkotaan. DKI Jakarta sudah menerapkan kewajiban bagi warganya untuk membuat sumur resapan melalui SK Gubernur DKI nomor 17 Tahun 1992, yang telah dijadikan Perda no. 17/1996, isinya mewajibkan warga Jakarta mebuat sumur resapan. Namun karena biaya pembuatan yang cukup mahal, maka kebanyakan warga DKI tidak melaksanakan aturan perda tersebut. Itu salah satu sebab mengapa banjir selalu terjadi dan semakin parah saja setiap tahunnya.
Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam menanggulangi banjir sangat memegang peranan penting. Kurangnya kepedulian warga dan lemahnya peran pemerintahan menjalankan peraturan yang ada, memicu masalah banjir semakin buruk dari tahun ke tahun.
Pembangunan banjir kanal didaerah Timur dan Barat DKI Jakarta diharapkan akan mengurangi terjadinya banjir dimasa mendatang. Namun pembangunan kanal tersebut tidak menjamin bahwa banjir tidak akan terjadi. Kepedulian warga tetap memegang peranan penting dalam mencegah banjir. Tanpa ada partisipasi masyarakat secara luas, banjir sudah dipastikan akan datang kembali.
Salah satu cara terbaru dengan biaya cukup murah untuk mengatasi banjir ini adalah dengan mebuat lubang resapan biopori didalam tanah. Biopori sendiri merupakan pori-pori berbentuk lubang (terowongan ) yang terbentuk oleh aktivitas organisme tanah dan pengakaran tanaman. Aktivitas merekalah yang akan menciptakan rongga-rongga atau liang-liang di dalam tanah, dimana rongga-rongga tersebut akan terisi udara yang menjadi saluran air untuk meresap ke dalam tanah.
Bila lubang-lubang seperti ini dibuat dalam jumlah yang banyak, maka kemampuan dari sebidang tanah untuk meresapkan air akan meningkat. Meningkatnya kemampuan tanah dalam meresapkan air akan memperkecil peluang terjadinya aliran air di permukaan tanah. Dengan kata lain akan mengurangi banjir yang mungkin akan terjadi. Karena air dapat diserap langsung ke dalam tanah.
Peningkatan jumlah biopori tersebut dapat dilakukan dengan membuat lubang vertikal kedalam tanah. Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik, seperti sampah-sampah organik rumah tangga, potongan rumput dan vegetasi lainnya.
Bahan organik ini melalui proses pengomposan, menjadi sumber energi bagi organisme di dalam tanah. Dengan adanya bahan organik yang cukup, aktivitas mereka didalam tanah akan meningkat. Dengan meningkatnya aktivitas organisme dalam tanah maka akan semakin banyak rongga-rongga biopori yang terbentuk.
Cara ini boleh dibilang murah dan mudah dibuat dibandingkan dengan membuat sumur resapan yang memerlukan lahan luas dan biaya bahan yang cukup besar. Lubang biopori bisa dibuat dimana saja seperti gedung perkantoran, taman dan kebun, pelataran parkir, halaman rumah terutama disekitar rumah yang berlahan sempit sekalipun, dan juga bisa dibuat di dasar parit. Dengan alat yang sederhana, pembuatan lubang biopori ini dapat dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga juga.
Metode Biopori ditemukan oleh Ir. Kamir Raziudin Brata MSc, peneliti dan dosen Department Limu Tanah dan Sumber Daya Alam IPB tahun 1976. Sebelum disosialisasikan ke masyarakat, ia sudah memakainya selama 20 tahun lebih di lingkungan rumahnya.
Cara membuat lubang resapan biopori.
Buat lubang berbentuk silinder secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm dan dengan kedalaman lubang 80-100cm. Lubang resapan ini bisa dibuat halam rumah, didasar saluran air (got), batas antara tanam dan teras, atau pada tanah lapang berumput, dimana ada genangan dan aliran air hujan. Alat pembuat lubang biopori dapat di beli di kampus IPB dan juga di Toko Trubus terdekat, seharga Rp. 175.000,-.
Agar pinggiran lubang tidak cepat rusak, bibir lubang diperkuat dengan adonan semen selebar 2-3 cm dengan tinggi 10 cm, disekeliling mulut lubang agar tidak cepat rusak terkikis. Atau memasang pipa paralon diamerter 12 cm di bagian atasnya.
Masukan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa-sisa tanaman, daun yang terjatuh mengering, potongan rumput dan sampah vegatasi lainnya kedalam lubang tersebut. Sampah organik ini memancing binatang-binatang kecil seperti cacing atau rayap masuk kedalam lubang dan membuat rongga biopori sebagai saluran-saluran kecil.
Sampah dalam lubang akan menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk melakukan kegiatannya melalui proses pengomposan. Sampah yang telah terurai oleh microba ini dikenal sebagai kompos yang dapat dipergunakan sebagai pupuk organik. Melalui proses seperti itu maka lubang resapan biopori selain berfungsi sebagai bidang peresap air juga sekaligus berfungsi sebagai alat pembuat kompos.
Tambahkan sampah organik kedalam lubang karena sampah lambat laun akan menyusut. Setelah lubang dirasakan sudah penuh, kompos bisa diambil untuk dijadikan pupuk tanaman. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman, seperti tanaman hias, sayuran, buah-buahan dan jenis tanaman lainnya.
3.3 Cara Penanggulangan Banjir
Ketika banjir datang, selalu terjadi saling menuding tentang siapa yang salah. Di lain pihak, para ahli cendekia lalu sibuk mengeluarkan pendapat tentang apa dan mengapa terjadi banjir. Ketika banjir surut, perhatian akan banjir ikut surut pula. Kemudian ribut-ribut lagi ketika musim berganti dan banjir datang berulang.
Secara filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir.
Pertama, memindahkan warga dari daerah rawan banjir. Cara ini cukup mahal dan belum tentu warga bersedia pindah, walau setiap tahun rumahnya terendam banjir. Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga. Cara ini sangat mahal, tetapi sedang populer dilakukan para insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman warga.
Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan kehidupan sehari-hari warga menjadi aman walau banjir datang, yaitu dengan membangun rumah-rumah panggung setinggi di atas muka air banjir.
Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir.
Pertama, metode struktur yaitu dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan pelebaran alur sungai, sistem polder, serta pemangkasan penghalang aliran.
Anggaran tak seimbang dalam pertemuan-pertemuan antarpemangku kepentingan (stakeholder) tentang penanggulangan banjir, telah ada political will dari pemerintah, yaitu akan melaksanakan penanggulangan banjir secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan nonstruktur secara simultan. Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah masih sangat sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang. Anggaran penanggulangan banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan dengan anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.
Padahal, penanggulangan banjir dengan metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah pentingnya.
Pertama, berupa manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lain pembuatan peta banjir, membangun sistem peringatan dini bencana banjir, sosialisasi sistem evakuasi banjir, kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksi rumah akrab banjir, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, serta kemungkinan asuransi bencana banjir.
Kedua, berupa manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi, pengendalian perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke sungai, kelembagaan konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi.
Rumah akrab banjir
Hingga dekade yang lalu, cita-cita para ahli banjir masih terus mengumandangkan slogan "bebas banjir" dengan memaksakan teknologi untuk melawan banjir, antara lain sodetan, tanggul sungai, bendungan, dan sebagainya. Namun, dalam diskusi dan publikasi mutakhir tentang manajemen bencana banjir, terjadi perubahan paradigma. Di Vietnam, khususnya warga yang hidup di DAS Mekong, yang semula bermimpi untuk bebas dari banjir (free from flood), akhirnya memutuskan hidup bersama banjir [living with flood), antara lain dengan mengubah rumah-rumah mereka menjadi rumah panggung.
Saat ini, banyak institusi penelitian yang melakukan penelitian konsep rumah akrab banjir, salah satunya Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puskim), di Jalan Pa-nvaungan. Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung. Ada yang unik dari desain rumah akrab banjir kreasi peneliti Puskim ini, bukan berupa rumah panggung, tetapi rumah apung, yang bisa naik turun sesuai ketinggian banjir. Apa pun desainnya, sebaiknya kreasi para peneliti ini segera diimplentasikan di daerah rawan banjir bekerja sama dengan dunia usaha.
Mengajak masyarakat membangun rumah panggung merupakan tantangan tersendiri, selain perlu uang ekstra untuk rekonstruksi rumah, juga perlu sosialisasi membiasakan diri hidup di rumah panggung. Namun, cara hidup akrab bersama banjir seperti ini relatif lebih murah dan berkelanjutan dibandingkan dengan cara relokasi maupun penerapan metode teknologi penanggulangan banjir yang belum tentu berhasil.
Tentunya komitmen hidup akrab bersama banjir, tetap dilandasi semangat tidak melanggar peraturan yang berlaku. Misalnya Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang mengamanatkan perlunya perlindungan terhadap sempadan sungai untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai serta mengamankan aliran sungai. Salah satu kriteria sempadan sungai disebutkan, sekurang-kurangnya tiga puluh meter dihitung dari tepi sungai untuk sungai yang tidak bertanggul. Penanggulangan banjir memang kompleks, apalagi masyarakat tidak diajak berperan, jadi memang pantas ada sindiran bahwa sejak tiga dekade lalu telah sejuta rencana, tetapi penanggulangan banjir belum juga berhasil.
Rincian Cara Menanggulangi Banjir
- Memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya. Karena sungai dan selokan merupakan tempat aliran air, jangan sampai fungsinya berubah menjadi tempat sampah.
- Larangan membuat rumah di dekat sungai. Biasanya, yang mendirikan rumah di dekat sungai adalah para pendatang yang datang ke kota besar hanya dengan modal nekat. Akibatnya, keberadaan mereka bukannya membantu peningkatan perekonomian, akan tetapi malah sebaliknya merusak lingkungan. Itu sebabnya pemerintah harus tegas, melarang membuat rumah di dekat sungai dan melarang orang-orang tanpa tujuan tidak jelas datang ke kota dalam jangka waktu lama atau untuk menetap.
- Menanam pohon dan pohon-pohon yang tersisa tidak ditebangi lagi. Karena pohon adalah salah satu penopang kehidupan di suatu kota. Banyangkan, bila sebuah kota tidak memiliki pohon sama sekali. Apa yang akan terjadi? Pohon selain sebagai penetralisasi pencemaran udara di siang hari, sebagai pengikat air di saat hujan melalui akar-akarnya. Bila sudah tidak ada lagi pohon, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi bila hujan tiba.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bencana banjir ini sangatlah rawan dan banyak terjadi di berbagai daerah di negeri kita, misalnya di Jakarta, Bandung, dan kota lainnya yang tidak kalah besar dan banyak memakan korban.
Sebenarnya penyebab utama dari banjir itu adalah akibat dari perbuatan manusia sendiri, misalnya saja adanya penebangan pohon secara liar di hutan, maka terjadilah banjir, kemudian adanya pembuangan sampah sembarangan sehingga mengakibatkan aliran air tersumbat, maka terjadilah banjir.
Cara yang paling efektif untuk mencegah banjir adalah dengan adanya sikap atau perilaku menjaga kebersihan lingkungan hidup kita. Dan cara yang efektif untuk menganggulangi ketika terjadinya banjir adalah membuat rumah akrab banjir.
4.2 Saran
Saran dari penyusun
adalah “
1. Marilah Kita Menjaga Lingkungan Ini Agar Tidak Terjadi Hal-hal yang Tidak Diinginkan Semisal Banjir”.
2. Lingkungan ini adalah lingkungan kita yang penting untuk dijaga kebersihan dan kelestariannya untuk meningkatkan kualitas hidup kita.
3. Jaga kebersihan dan kelestarian lingkungan juga merupakan kewajiban bagi kita agar terhindar dari bencana banjir yang akan membawa bencana yang lainnya, seperti kematian yang diakibatkan penyakit yang menyerang saat banjir.
DAFTAR PUSTAKA
A, Ritonga. 2001. Lingkungan Hidup. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Brown, L.R. 1992. Penanggulangan Banjir. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Darmawijaya, Isa. 1990. Bencana Banjir. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
http://triasriyana.blogspot.com/2014/10/penyebab-dan-dampak-negatif-daribanjir.html