Tuesday, 25 October 2016

MAKALAH SUMBER HUKUM ISLAM


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung.

Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.

Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.

1.2    Rumusan Masalah

1.    Apa Pengertian Hukum Islam  ?

2.    Apa Tujuan Hukum Islam ?

3.    Apa Sifat dan Fungsi Hukum Islam?

4.    Jelaskan Sumber-sumber Hukum Islam !

5.    Bagaimana Kedudukan Hukum Islam di Indonesia ?

6.    Bagaimana Peran Hukum Islam Sekarang ?

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

6.1    Pengertian Hukum Islam

Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Sedangkan menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah Allah SWT yang menuntut mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah. Maksud sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dalam konsep hukum islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan tuhan.

Dengan demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau pedoman syari’at islam Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam adalah al Qur’an dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Baihaqi).

Dalam sistem hukum islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk mengukur perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun dibidang mu’amalah. Kelima jenis kaidah tersebut, dinamakan al-ahkam al-homsyah atau penggolongan hukum yang lima yakni :

a.     jaiz atau mubah,

b.    sunat,

c.     makruh,

d.    wajib, dan

e.     haram.

Untuk memahami hukum islam dengan baik dan benar seseorang harus memahami beberapa istilah yang berkenaan dengan hukum islam. Dalam pembahasan kerangka dasar agama  islam  disebutkan bahwa komponen kedua agama islam adalah syariat yang terdiri dari dua bagian yakni ibadah dan mu’amalah.

 

2.2 . Tujuan Hukum Islam

Agama Islam diturunkan Alloh mempunyai tujuan yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia secara individual dan masyarakat. Begitu pula dengan hukum-hukumnya. Menurut Abu Zahroh ada tiga tujuan hukum Islam.

  1. Mendidik individu agar mampu menjadi sumber kebajikan bagi masyarakatnya dan tidak menjadi sumber malapetakata bagi orang lain;
  2. Menegakkan keadilan di dalam masyarakat secara internal di antara sesama ummat Islam maupun eksternal antara ummat Islam dengan masyarakat luar. Agama Islam tidak membedakan manusia dari segi keturunan, suku bangsa, agama. Warna kulit dan sebagainya. Kecuali ketaqwaan kepada-Nya.
  3. Mewujudkan kemaslahatan hakiki bagi manusia dan masyarakat. Bukan kemaslahatan semu untuk sebagian orang atas dasar hawa nafsu yang berakibat penderitaan bagi orang ain, tapi kemaslahatan bagi semua orang, kemaslahatan yang betul-betul bisa dirasakan oleh semua pihak.

 

2.3 Sifat dan Fungsi Hukum Islam

Menurut konsepsi hukum Islam, yang dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, hukum  (bahasa Arab: hukm, jamak: ahkam) itu tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan hubungan manusia dengan Tuhan (Allah), hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat serta alam sekitar (bersifat universal)

 

2.4    Sumber-sumber Hukum Islam

A.  Al Qur’an

1.    Pengertian Al Qur’an

Secara etimologi Al Qur’an  berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.

2.    Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber islam

Allah SWT. Menurunkan Al-Qur’an itu, gunanya untuk dijadikan dasar hukum, dan disampaikan kepada ummat manusia untuk diamalkan segala perintahnya dan ditinggalkan segala larangannya, sebagaimana firman Allah :

Artinya :

“ maka berpeganglah kepada apa diwahyukan kepadamu”. (Az-Zukhruf ayat 43)

Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an juga membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya.

Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan penyelesainnya terlebih dahulu berdasarkan dengan Al-Qur’an. Dan apabila menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an.

Hal ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam.

3.    Pokok-pokok isi Al Qur’an 

Isi pokok Al Qur’an  adalah :

a)    Tauhid

b)   Ibadah

c)    Janji dan ancaman

d)   Sejarah

 

4.    Hukum yang terkandung dalam Al Qur’an 

Hukum yang  di kandung oleh Al Qur’an  ada 3 macam, yaitu:

a)    Hukum-hukum akidah (keimanan), yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di percayai oleh setiap mukallaf, tentang malaikat nya, kitabnya, para rasulnya.

b)   Hukum-hukum Allah , yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di jadikan perhiasan oleh setiap mukallaf.

c)    Hukum-hukum amaliyah, yang bersangkut paut dengan hal-hal tindakan setiap mukallaf, meliputi masalah ucapan, perbuatan, akad (contract), dan pembelanjaan (pengelolaan harta benda).

Maka hukum selain ibadah dalam istilah syara’ disebut hukum muamalah. Sedangkan menurut istilah modern hukum muamalah telah bercabang cabang sesuai dengan hal-hal yang berhubungan dengan muamalah manusia yakni :

a)    Hukum badan pribadi yaitu hukum yang dengan unit keluarga , mulai dari pemulaan berdirinya.contohnya: mengatur hubungan anak dengan orang tua, suami  istri, dan kerabat. Ayat –ayat mengenai hukum ini dalam Al Qur’an  sekitar 70 ayat.

b)   Hukum perdata yaitu : yang berhubungan dengan muamalah antara perorangan ,masyarakat dan persekuatannya, seperti : jual beli,sewa-menyewa , gadai-menggadai, pertanggungan, dll. Dalam Al Qur’an  ada 70 ayat.

c)    Hukum pidana yang berhubungan tindakan kriminal setiap mukalaf dan masalah pidananya bagi si pelaku kriminal. Dan dalam Al Qur’an  terdapat sekitar 30 ayat.

d)   Hukum acara yaitu : yang berhubungan dengan pengadilan , kesaksian , dan sumpah. Dalam Al Qur’an  terdapat sekitar 13 ayat

e)    Hukum ketatanegaraan ,yaitu: yang berhubungan dengan peraturan pemerintahan dan dasar-dasarnya. Dalam Al Qur’an  tercatat sekitar 13 ayat .

f)    Hukum internasional, yaitu : yang berhubungan dengan masalah-masalah hubungan antar negara-negara islam dengan bukan negara islam,dan tata cara pergaulan selain muslim di negara islam. Dalam Al Qur’an  tercatat sekitar 25 ayat.

g)   Hukum ekonomi dan keuangan ,yaitu: yang berhubungan dengan hak orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian dari harta orang kaya. Dalam Al Qur’an  tercatat sekitar 10 ayat.

 

B.   As-Sunah atau Hadist

1.    Pengertian

Sunnah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara. Sunnah menurut istilah syara’ ialah perkataan nabi Muhammad saw., perbuatannya, dan keterangannya yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat dan ditetapkan oleh nabi, tiada ditegurnya sebagai bukti bahwa perbuatan itu tiada terlarang hukumnya.

2.         Kedudukan Hadist sebagai Sumber Hukum Islam

Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.

Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut :

a.    Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.

b.    Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.

c.    Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.

 

C.  Ijmak (kesepakatan ulil amri)

1.    Pengertian

Ijma’ menurut bahasa, artinya : sepakat, setuju, atau sependapat. Dan menurut ilmu fikih, ijmak artinya, kesatuan pendapat dari ahli-ahli hukum (ulama-ulama fikih) islam dalam satu masalah dalam satu masa dan wilayah tertentu. ijmak tidak boleh bertentangan dengan alquran dan sunah Rasulullah SAW.

Ijmak ada dua macam, yaitu:

a.    Ijmak bayani, adalah pendapat dari para ahli hukum (fikih) yang mengeluarkan pendapatnya untuk menentukan suatu masalah.

b.    Ijmak sukuti, adalah suatu pendapat dari seseorang atau beberapa ahli hukum, tetapi ahli-ahli hukum lainnya tidak membantah.misalnya, semasa hidup nabi, nabi melakukan salat tarawih sebanyak 8 rakaat di zaman Umar Bin Khattab ra. 20 rakaat tidak ada sahabat yang membantah, maka salat tarawih di terima dengan ijmak sukuti.

 

2.    Kedudukan Ijma’ Sebagai Sumber Hukum

Kebanyakan ulama menetapkan bahwa ijma' dapat dijadikan hujjah dan sumber hukum islam dalam menetapkan sesuatu hukum dengan nilai kehujjahan bersifat dzhanny. Golongan syi'ah memandang bahwa ijma' ini sebagai hujjah yang harus diamalkan. Sedang ulama-ulama Hanafi dapat menerima ijma' sebagai dasar hukum, baik ijma' qath'iy maupun dzhanny. Sedangkan ulama-ulama Syafi'iyah hanya memegangi ijma' qath'iy dalam menetapkan hukum.

Dalil penetapan ijma' sebagai sumber hukum islam ini antara lain adalah :

Firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 59 :

Artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu".

Yang dimaksud "ulil amri" ialah orang-orang yang memerintah dan para ulama. Menurut hadits:

Artinya:

"Ummatku tidak bersepakat atas kesesatan".

Menurut sebagian ulama bahwa yang dimaksud dengan Ulil Amri fid-dunya, yaitu penguasa, dan Ulil Amri fid-din, yaitu mujtahid. Sebagian ulama lain menafsirkannya dengan ulama.

Ijma' ini menempati tingkat ketiga sebagai hukum syar'iy, yaitu setelah Al-Qur'an dan as-Sunnah. Dari pemahaman seperti ini, pada dasarnya ijma' dapat dijadikan alternatif dalam menetapkan hukum sesuatu peristiwa yang di dalam Al-Qu'an atau as-Sunnah tidak ada atau kurang jelas hukumnya.

 

D. Qiyas

1.    Pengertian Qiyas

Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan, atau mempersamakan sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya persamaan. Sedang menurut istilah qiyas ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash dengan mempersamakan sesuatu yang telah ada status hukumnya dalam nash.

Berbeda dengan ijma', qiyas bisa dilakukan oleh individu, sedang ijma' harus dilakukan bersama oleh para mujtahid.

2.    Kedudukan Qiyas sebagai sumber hukum Islam

Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat sesudah Al-Qur'an, Hadits dan Ijma'. Mereka berpendapat demikian dengan alasan:

Firman Allah :

Artinya:

"Hendaklah kamu mengambil i'tibar (ibarat = pelajaran) hai orang-orang yang berfikiran". (S. Al-Hasyr ayat 2)

Karena i'tibar artinya "qiyasusysyai-i bisysyai-i : membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain".

 

2.5 Kedudukan Hukum Islam di Indonesia

Diterimanya Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara oleh umat Islam dan pemeluk agama yang lain, dapat dipastikan karena Pancasila tidak bertentangan dengan agama-agama yang ada di Indonesia khususnya Islam. Termasuk ke dalam kata agama tentunya adalah hukum.

Pemasukan tujuh kata pada Piagam Jakarta, tampak bukan dalam konteks tuntutan umat Islam untuk mendirikan "negara Islam" seperti yang sering disuarakan, melainkan lebih menghendaki adanya jaminan konstitusional bagi penerapan atau pemberlakuan hukum agamanya yang lazim dikenal dengan sebutan syariat Islam. Sebab umat Islam dahulu sampai sekarang, sadar bahwa negara yang hendak dibangun oleh bangsa Indonesia ialah negara bangsa (nation state) dengan segala kemajemukannya. Termasuk kemajemukan dalam hal agama.

Kata "agama" berikut turunannya dapat dibaca baik dalam Pancasila maupun UUD 45, maupun dalam peraturan perundang-undang lainnya. Termasuk kata "agama" adalah tentu pengamalan dalam bidang hukumnya, sekurang-kurangnya dalam bidang hukum tertentu yang menurut keyakinan umat beragama itu sendiri, hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran agama juga didasarkan atas peran agama itu sendiri terhadap kemerdekaan Indonesia yang secara konstitusional diakui peran dan eksistensinya. "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya."

Ketika dihubungkan dengan kenyataan, hukum bahwa yang menjadi sumber hukum nasional Indonesia pada dasarnya adalah hukum adat, hukum agama khususnya hukum Islam dan hukum internasional khususnya hukum barat.

 

2.6   Peran Hukum Islam Sekarang

Sejak di masa-masa didirikannya Negara Hukum Indonesia, sistem hukum Islam baik dalam konteks hukum tertulis (codified law) dan lebih-lebih dalam lingkup hukum tidak tertulis (uncodified law), jelas memiliki peran yang sangat besar bagi pembentukan dan pembinaan hukum nasional. Terutama dalam bidang hukum keluarga (al ahwal as syakhshiyyah; family law).

Bangsa Indonesia yang beragama Islam sekurang-kurangnya telah memiliki tiga buah peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum keluarga, yakni:

1. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

2. PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

3. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).

 

Berkenaan dengan hukum Islam dalam sistem hukum nasional Indonesia dewasa ini ialah kenyataan bahwa hukum materiil ekonomi dan keuangan Islam? Syariah belum/tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan negara, akan tetapi dituangkan dalam bentuk fatwa. Dalam waktu tujuh tahun (1999-2006) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menghasilkan 54 fatwa hukum Islam berkenaan dengan berbagai masalah yang berhubungan dengan ihwal ekonomi dan keuangan syariah Indonesia.

Contoh lain eksistensi hukum Islam adalah UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otsus NAD Aceh dan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Belum lagi perda-perda yang bernuansakan syariah atau bermuatan hukum Islam.

Keterlibatan hukum Islam dalam sistem hukum nasional seringkali berkenaan dengan hal-hal yang sangat menentukan dalam mekanisme ketatanegaraan Indonesia. Contohnya fatwa MUI dalam pelaksanaan pemilu 2004. Pemilu tersebut diperlukan fatwa MUI tentang hukum tinta yang hendak digunakan dalam pemilu.

BAB III

PENUTUP

 

3.1 Kesimpulan

Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam.  Dengan demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau pedoman syari’at islam.

      Sumber-sumber Hukum Islam

A.    Al Qur’an

Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya.

B.   As-Sunah atau Hadist

Sunnah menurut istilah syara’ ialah perkataan dan perbuatannya, nabi Muhammad saw

C.    Ijmak (kesepakatan ulil amri)

Dan menurut ilmu fikih, ijmak artinya, kesatuan pendapat dari ahli-ahli hukum (ulama-ulama fikih) islam dalam satu masalah dalam satu masa dan wilayah tertentu.

D. Qiyas

Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan, atau mempersamakan sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya persamaan. Sedang menurut istilah qiyas ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash dengan mempersamakan sesuatu yang telah ada status hukumnya dalam nash.

 

3.2. Saran

Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mempelajari sumber-sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita pelajari sesuia dengan al-qur’an dan tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-sunnah (hadist).

DAFTAR PUSTAKA

      

Abdul wahab Khalaf, 1968 Ilmu ushul Fikih, Kuwait,

Abdul Wahhab Khallaf, Prof.Dr. 2000. KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Al-Jurjawi, Ahmad ali, Himatut tasyri Wafalsafatuhu, Juz. I al-Harmain, jedah

Ahmad hanafi, 1967,  Asas-asas Hukum, Pidana Islam, , Bulan Bintang, Jakarta

Amir Syarifudin, 2009, Ushul Fiqh II, cet. Ke 5. Perpustakan Nasional, Jakarta.

Ali-Juncio Abdul halim, 1966, Abu hanifah Batsahil hurriyyah Watasamuh Fil islam, juz III, Majlis al kairo, Mesir.

Ahmad malik Tauhid, 1981, Membina Pribadi Muslim dan Masyarakat, al-Hidayah.

Muhammad Daut Ali, Prof. H. S.H. 2011. HUKUM ISLAM. Jakarta: Rajawali Pers.

ILMU USHUL FIKIH. Jakarta: PT Rineka Cipta

http://sonnymajid27.blogspot.co.id/2011/06/peran-dan-kedudukan-hukum-islam.html