BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung.
Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.
Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.
Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
Pengertian Hukum Islam ?
2. Apa
Tujuan Hukum Islam ?
3. Apa
Sifat dan Fungsi Hukum Islam?
4. Jelaskan
Sumber-sumber Hukum Islam !
5. Bagaimana
Kedudukan Hukum Islam di Indonesia ?
6. Bagaimana
Peran Hukum Islam Sekarang ?
BAB II
PEMBAHASAN
6.1 Pengertian Hukum Islam
Hukum
menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Sedangkan
menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah Allah SWT yang menuntut
mukalaf untuk memilih atau mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan
sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal
rukhsah, dan azimah. Maksud sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan
atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang
apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
Hukum
islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari
agama islam. Dalam konsep hukum islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan
oleh Allah. Yang diatur tidak hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat
termasuk dirinya sendiri dan benda serta alam semesta, tetapi juga hubungan
manusia dengan tuhan.
Dengan
demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar,
acuan atau pedoman syari’at islam Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa
sumber utama hukum Islam adalah al Qur’an dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang
karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian berpegang
pada keduanya, yaitu Kitab Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R.
Baihaqi).
Dalam
sistem hukum islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk mengukur
perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun dibidang mu’amalah. Kelima jenis
kaidah tersebut, dinamakan al-ahkam
al-homsyah atau penggolongan hukum yang lima yakni :
a.
jaiz atau mubah,
b.
sunat,
c.
makruh,
d.
wajib, dan
e.
haram.
Untuk memahami hukum islam dengan
baik dan benar seseorang harus memahami beberapa istilah yang berkenaan dengan
hukum islam. Dalam pembahasan kerangka dasar agama islam
disebutkan bahwa komponen kedua agama islam adalah syariat yang terdiri
dari dua bagian yakni ibadah dan mu’amalah.
2.2 . Tujuan Hukum Islam
Agama Islam diturunkan Alloh mempunyai tujuan yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan hidup manusia secara individual dan masyarakat. Begitu pula dengan hukum-hukumnya. Menurut Abu Zahroh ada tiga tujuan hukum Islam.
- Mendidik
individu agar mampu menjadi sumber kebajikan bagi masyarakatnya dan tidak
menjadi sumber malapetakata bagi orang lain;
- Menegakkan
keadilan di dalam masyarakat secara internal di antara sesama ummat Islam
maupun eksternal antara ummat Islam dengan masyarakat luar. Agama Islam
tidak membedakan manusia dari segi keturunan, suku bangsa, agama. Warna
kulit dan sebagainya. Kecuali ketaqwaan kepada-Nya.
- Mewujudkan
kemaslahatan hakiki bagi manusia dan masyarakat. Bukan kemaslahatan semu
untuk sebagian orang atas dasar hawa nafsu yang berakibat penderitaan bagi
orang ain, tapi kemaslahatan bagi semua orang, kemaslahatan yang
betul-betul bisa dirasakan oleh semua pihak.
2.3
Sifat dan Fungsi Hukum Islam
Menurut konsepsi hukum Islam, yang
dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah, hukum (bahasa Arab: hukm, jamak: ahkam)
itu tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam
masyarakat, tetapi juga hubungan hubungan manusia dengan Tuhan (Allah),
hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan benda dalam masyarakat
serta alam sekitar (bersifat universal)
2.4 Sumber-sumber Hukum Islam
A.
Al Qur’an
1.
Pengertian Al Qur’an
Secara
etimologi Al Qur’an berasal dari kata
qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi
(syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan
penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan
diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah
Kalamulllah yang diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan
mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
2. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber
islam
Allah SWT.
Menurunkan Al-Qur’an itu, gunanya untuk dijadikan dasar hukum, dan disampaikan
kepada ummat manusia untuk diamalkan segala perintahnya dan ditinggalkan segala
larangannya, sebagaimana firman Allah :
Artinya :
“ maka berpeganglah kepada apa diwahyukan
kepadamu”. (Az-Zukhruf ayat 43)
Al-Qur’an
sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari
seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an juga
membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung
dalam sebagian ayat-ayatnya.
Karena
kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum,
maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan penyelesainnya
terlebih dahulu berdasarkan dengan Al-Qur’an. Dan apabila menggunakan sumber
hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan
tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
Hal
ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi
apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga mengatur hubungan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia
dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam.
3.
Pokok-pokok isi Al Qur’an
Isi
pokok Al Qur’an adalah :
a) Tauhid
b) Ibadah
c) Janji
dan ancaman
d) Sejarah
4.
Hukum yang terkandung dalam Al
Qur’an
Hukum
yang di kandung oleh Al Qur’an ada 3 macam, yaitu:
a) Hukum-hukum
akidah (keimanan), yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di percayai
oleh setiap mukallaf, tentang malaikat nya, kitabnya, para rasulnya.
b) Hukum-hukum
Allah , yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di jadikan perhiasan
oleh setiap mukallaf.
c) Hukum-hukum
amaliyah, yang bersangkut paut dengan hal-hal tindakan setiap mukallaf,
meliputi masalah ucapan, perbuatan, akad (contract), dan pembelanjaan (pengelolaan
harta benda).
Maka hukum selain ibadah dalam
istilah syara’ disebut hukum muamalah. Sedangkan menurut istilah modern hukum
muamalah telah bercabang cabang sesuai dengan hal-hal yang berhubungan dengan
muamalah manusia yakni :
a) Hukum
badan pribadi yaitu hukum yang dengan unit keluarga , mulai dari pemulaan
berdirinya.contohnya: mengatur hubungan anak dengan orang tua, suami istri, dan kerabat. Ayat –ayat mengenai hukum
ini dalam Al Qur’an sekitar 70 ayat.
b) Hukum
perdata yaitu : yang berhubungan dengan muamalah antara perorangan ,masyarakat
dan persekuatannya, seperti : jual beli,sewa-menyewa , gadai-menggadai, pertanggungan,
dll. Dalam Al Qur’an ada 70 ayat.
c) Hukum
pidana yang berhubungan tindakan kriminal setiap mukalaf dan masalah pidananya
bagi si pelaku kriminal. Dan dalam Al Qur’an
terdapat sekitar 30 ayat.
d) Hukum
acara yaitu : yang berhubungan dengan pengadilan , kesaksian , dan sumpah. Dalam
Al Qur’an terdapat sekitar 13 ayat
e) Hukum
ketatanegaraan ,yaitu: yang berhubungan dengan peraturan pemerintahan dan
dasar-dasarnya. Dalam Al Qur’an tercatat
sekitar 13 ayat .
f) Hukum
internasional, yaitu : yang berhubungan dengan masalah-masalah hubungan antar
negara-negara islam dengan bukan negara islam,dan tata cara pergaulan selain
muslim di negara islam. Dalam Al Qur’an tercatat
sekitar 25 ayat.
g) Hukum
ekonomi dan keuangan ,yaitu: yang berhubungan dengan hak orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian dari harta orang kaya.
Dalam Al Qur’an tercatat sekitar 10
ayat.
B.
As-Sunah atau Hadist
1. Pengertian
Sunnah
menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara. Sunnah menurut istilah
syara’ ialah perkataan nabi Muhammad saw., perbuatannya, dan keterangannya
yaitu sesuatu yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat dan ditetapkan oleh
nabi, tiada ditegurnya sebagai bukti bahwa perbuatan itu tiada terlarang
hukumnya.
2.
Kedudukan Hadist sebagai Sumber
Hukum Islam
Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut :
a. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.
b. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.
c. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.
C.
Ijmak (kesepakatan ulil amri)
1.
Pengertian
Ijma’
menurut bahasa, artinya : sepakat, setuju, atau sependapat. Dan menurut ilmu fikih, ijmak artinya, kesatuan
pendapat dari ahli-ahli hukum (ulama-ulama fikih) islam dalam satu masalah
dalam satu masa dan wilayah tertentu. ijmak tidak boleh bertentangan dengan
alquran dan sunah Rasulullah SAW.
Ijmak
ada dua macam, yaitu:
a. Ijmak
bayani, adalah pendapat dari para ahli hukum (fikih) yang mengeluarkan
pendapatnya untuk menentukan suatu masalah.
b. Ijmak
sukuti, adalah suatu pendapat dari seseorang atau beberapa ahli hukum, tetapi
ahli-ahli hukum lainnya tidak membantah.misalnya, semasa hidup nabi, nabi
melakukan salat tarawih sebanyak 8 rakaat di zaman Umar Bin Khattab ra. 20
rakaat tidak ada sahabat yang membantah, maka salat tarawih di terima dengan
ijmak sukuti.
2.
Kedudukan Ijma’
Sebagai Sumber Hukum
Kebanyakan ulama menetapkan bahwa ijma' dapat
dijadikan hujjah dan sumber hukum islam dalam menetapkan sesuatu hukum dengan
nilai kehujjahan bersifat dzhanny. Golongan syi'ah memandang bahwa ijma' ini
sebagai hujjah yang harus diamalkan. Sedang ulama-ulama Hanafi dapat menerima
ijma' sebagai dasar hukum, baik ijma' qath'iy maupun dzhanny. Sedangkan
ulama-ulama Syafi'iyah hanya memegangi ijma' qath'iy dalam menetapkan hukum.
Dalil penetapan ijma' sebagai sumber hukum
islam ini antara lain adalah :
Firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 59 :
Artinya :
"Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya dan Ulil Amri diantara
kamu".
Yang
dimaksud "ulil amri" ialah orang-orang yang memerintah dan para
ulama. Menurut
hadits:
Artinya:
"Ummatku tidak
bersepakat atas kesesatan".
Menurut sebagian ulama bahwa yang dimaksud
dengan Ulil Amri fid-dunya, yaitu penguasa, dan Ulil Amri fid-din, yaitu
mujtahid. Sebagian ulama lain menafsirkannya dengan ulama.
Ijma' ini menempati tingkat ketiga sebagai hukum
syar'iy, yaitu setelah Al-Qur'an dan as-Sunnah. Dari pemahaman seperti ini, pada dasarnya ijma'
dapat dijadikan alternatif dalam menetapkan hukum sesuatu peristiwa yang di
dalam Al-Qu'an atau as-Sunnah tidak ada atau kurang jelas hukumnya.
D. Qiyas
1. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur,
memperbandingkan, atau mempersamakan sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya
persamaan. Sedang menurut istilah qiyas ialah menetapkan hukum sesuatu yang
belum ada ketentuan hukumnya dalam nash dengan mempersamakan sesuatu yang telah
ada status hukumnya dalam nash.
Berbeda dengan ijma', qiyas bisa dilakukan oleh
individu, sedang ijma' harus dilakukan bersama oleh para mujtahid.
2. Kedudukan Qiyas sebagai sumber hukum Islam
Qiyas menurut para ulama adalah hujjah
syar'iyah yang keempat sesudah Al-Qur'an, Hadits dan Ijma'. Mereka berpendapat demikian dengan alasan:
Firman Allah :
Artinya:
"Hendaklah
kamu mengambil i'tibar (ibarat = pelajaran) hai orang-orang yang
berfikiran". (S. Al-Hasyr ayat 2)
Karena
i'tibar artinya "qiyasusysyai-i bisysyai-i : membandingkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain".
2.5 Kedudukan Hukum Islam di
Indonesia
Diterimanya
Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara oleh umat Islam dan pemeluk
agama yang lain, dapat dipastikan karena Pancasila tidak bertentangan dengan
agama-agama yang ada di Indonesia khususnya Islam. Termasuk ke dalam kata agama
tentunya adalah hukum.
Pemasukan
tujuh kata pada Piagam Jakarta, tampak bukan dalam konteks tuntutan umat Islam
untuk mendirikan "negara Islam" seperti yang sering disuarakan,
melainkan lebih menghendaki adanya jaminan konstitusional bagi penerapan atau
pemberlakuan hukum agamanya yang lazim dikenal dengan sebutan syariat Islam. Sebab
umat Islam dahulu sampai sekarang, sadar bahwa negara yang hendak dibangun oleh
bangsa Indonesia ialah negara bangsa (nation state) dengan segala
kemajemukannya. Termasuk kemajemukan dalam hal agama.
Kata
"agama" berikut turunannya dapat dibaca baik dalam Pancasila maupun
UUD 45, maupun dalam peraturan perundang-undang lainnya. Termasuk kata
"agama" adalah tentu pengamalan dalam bidang hukumnya,
sekurang-kurangnya dalam bidang hukum tertentu yang menurut keyakinan umat
beragama itu sendiri, hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran
agama juga didasarkan atas peran agama itu sendiri terhadap kemerdekaan
Indonesia yang secara konstitusional diakui peran dan eksistensinya. "Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya."
Ketika
dihubungkan dengan kenyataan, hukum bahwa yang menjadi sumber hukum nasional
Indonesia pada dasarnya adalah hukum adat, hukum agama khususnya hukum Islam
dan hukum internasional khususnya hukum barat.
2.6 Peran Hukum
Islam Sekarang
Sejak
di masa-masa didirikannya Negara Hukum Indonesia, sistem hukum Islam baik dalam
konteks hukum tertulis (codified law) dan lebih-lebih dalam lingkup hukum tidak
tertulis (uncodified law), jelas memiliki peran yang sangat besar bagi
pembentukan dan pembinaan hukum nasional. Terutama dalam bidang hukum keluarga
(al ahwal as syakhshiyyah; family law).
Bangsa
Indonesia yang beragama Islam sekurang-kurangnya telah memiliki tiga buah
peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum keluarga, yakni:
1.
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2.
PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
3.
Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Berkenaan
dengan hukum Islam dalam sistem hukum nasional Indonesia dewasa ini ialah
kenyataan bahwa hukum materiil ekonomi dan keuangan Islam? Syariah belum/tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan negara, akan tetapi dituangkan dalam
bentuk fatwa. Dalam waktu tujuh tahun (1999-2006) Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah menghasilkan 54 fatwa hukum Islam
berkenaan dengan berbagai masalah yang berhubungan dengan ihwal ekonomi dan
keuangan syariah Indonesia.
Contoh
lain eksistensi hukum Islam adalah UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otsus NAD
Aceh dan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan. Belum lagi perda-perda yang bernuansakan syariah atau
bermuatan hukum Islam.
Keterlibatan
hukum Islam dalam sistem hukum nasional seringkali berkenaan dengan hal-hal
yang sangat menentukan dalam mekanisme ketatanegaraan Indonesia. Contohnya
fatwa MUI dalam pelaksanaan pemilu 2004. Pemilu tersebut diperlukan fatwa MUI
tentang hukum tinta yang hendak digunakan dalam pemilu.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum
menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Hukum
islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dengan demikian sumber hukum Islam adalah
segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau pedoman syari’at islam.
Sumber-sumber Hukum Islam
A. Al
Qur’an
Sedangkan
secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan
kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya.
B.
As-Sunah atau Hadist
Sunnah
menurut istilah syara’ ialah perkataan dan perbuatannya, nabi Muhammad saw
C. Ijmak
(kesepakatan ulil amri)
Dan
menurut ilmu fikih, ijmak artinya, kesatuan pendapat dari ahli-ahli hukum
(ulama-ulama fikih) islam dalam satu masalah dalam satu masa dan wilayah
tertentu.
D. Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur,
memperbandingkan, atau mempersamakan sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya
persamaan. Sedang menurut istilah qiyas ialah menetapkan hukum sesuatu yang
belum ada ketentuan hukumnya dalam nash dengan mempersamakan sesuatu yang telah
ada status hukumnya dalam nash.
3.2.
Saran
Sebelum kita mempelajari agama
islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mempelajari sumber-sumber ajaran
agama islam agar agama islam yang kita pelajari sesuia dengan al-qur’an dan
tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-sunnah (hadist).
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul wahab Khalaf, 1968 Ilmu ushul Fikih, Kuwait,
Abdul
Wahhab Khallaf, Prof.Dr. 2000. KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Al-Jurjawi, Ahmad ali, Himatut tasyri Wafalsafatuhu, Juz. I al-Harmain, jedah
Ahmad hanafi, 1967, Asas-asas Hukum, Pidana Islam, , Bulan Bintang, Jakarta
Amir Syarifudin, 2009, Ushul Fiqh II, cet. Ke 5. Perpustakan Nasional, Jakarta.
Ali-Juncio Abdul halim, 1966, Abu hanifah Batsahil hurriyyah Watasamuh Fil islam, juz III, Majlis al kairo, Mesir.
Ahmad malik Tauhid, 1981, Membina Pribadi Muslim dan Masyarakat, al-Hidayah.
Muhammad
Daut Ali, Prof. H. S.H. 2011. HUKUM ISLAM. Jakarta: Rajawali Pers.
ILMU
USHUL FIKIH. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://sonnymajid27.blogspot.co.id/2011/06/peran-dan-kedudukan-hukum-islam.html