TUGAS
PRAKARYA DAN KEWIRAUSAHAAN
TENTANG
:
UPACARA PERNIKAHAN ADAT BANJAR
Kebudayaan adalah totalitas latar belakang
system nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada
suatu masyarakat. Itu merupakan seluruh gagasan, tidakan dan hasil karya
manusia untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan sekaligus menjadi identitas masyarakat
yang bersangkutan sehingga dalam kenyataannya tidak ada dua masyarakat yang
kebudayaannya seluruhnya sama. Melihat demikian beragamnya kebudayaan, seperti
beragamnya lingkungan, maka dapat dikatakan bahwa kebudayaan itu merupakan
suatu respon terhadap lingkungan sekitar. Baik lingkungan manusia maupun
lingkungan alam. Respon itu tidak akan sama dari suatu masyarakan ke masyarakat
lain, karena manusia mempunyai kemampuan kreatif.
Demikian pula perkawinan adat orang banjar
adalah satu aspek budaya banjar yang harus dilestarikan kebudayaannya, karena
prosesi perkawinan tersebut menjadi identitas dan jati diri orang banjar.
Berbagai tata cara adat istiadat yang berkaitan dengan prosesi perkawinan yang
berkembang di tengah-tengah masyarakat kecamatan Banjarmasin Barat adalah
menjadi wujud pelestarian budaya yang sangat bermanfaat bagi generasi muda
dewasa ini. Khususnya upaya mempelajari tata kehidupan adat perkawinan
masyarakat banjar sejak dulu sampai sekarang.
Berdasarkan data yang diambil dari BPS Kota
Banjarmasin, kecamatan Banjarmasin Barat terletak pada ketinggian 0,16 m di
bawah permukaan laut, dengan kondisi daerah berpaya – paya dan relative datar
sehingga pada waktu pasang hamper seluruh wilayah digenangi air. Kecamatan
Banjarmasin Barat berbatasan dengan kecamatan Banjarmasin Utara di bagian
utara, Kecamatan Banjarmasin Selatan di sebelah selatan, Kecamatan Banjarmasin
Tengah di sebelah timur dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Barito
Kuala. Kecamatan Banjarmasin Barat terdiri dari Sembilan kelurahan dengan luas
wilayah keseluruhan adalah 13,37 km2.
Mayoritas agama yang dipeluk oleh penduduk
adalah agama Islam dan selanjutnya adalah agama Kristen katholik. Adapun jumlah
pemeluk agama tersebut 94,64 % Islam, 2,10 % katholik. Pemukiman penduduk dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu pemukiman di tepi sungai dan pemukiman di tepi
jalan darat. Sedangkan ynag bermukim di tepi sungai pada umunya sungai masih
sangat berperan bagi sebagian penduduk. Di samping dimanfaatkan sebagai MCK
juga berfungsi sebagai transportasi. Penduduk membuat rumah di tepi sungai
bahkan akan menjorok di atas air. Sedangkan pemukiman yang di tepi jalan darat,
bentuk pemukiman memanjang di sebelah kanan kiri jalan.
A.
Filosofi dan Ritual Perkawinan Adat
Suatu
kehidupan yang paling menarik dan tak pernah terlupakan bagi individu
masyarakat adalah acara “perkawinan”. Oleh sebab itu perkawinan tersebut selalu
ditandai oleh sifatnya yang khas dan unik yang merupakan suatu tata traditional
bagi setiap suku.
Dalam
peristiwa itu selalu terjalin dengan harmonis ketentuan menurut agama dan adat
istiadat sebagai lembaga tak tertulis yang dipatuhi tanpa pertentangan –
pertentangan antara satu dengan yang lainnya dalam strata masyarakat adat. Suku
banjar sebagai salah satu suku bangsa Indonesia di Kalimantan Selatan yang juga
mempunyai tata cara keadatan tentang peristiwa perkawinan itu, meskipun
keadatan tersebut telah mengalami perubahan – perubahan secara evolusi. Adat
istiadat yang menurut kurun waktunya sangat menonjol adalah pada abad ke-18, suatu
gambaran yang dapat dinilai secara fisik maupun psikis adalah pembauran antara
peninggalan zaman Hindu, Islam dan pengaruh asing lainnya. Secara kronologis,
maka peristiwa perkawinan menurut adat suku Banjar dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. BASASULUH
Bilamana
seseorang telah sampai saat ingin kawin lazimnya oleh keluarganya yang terdekat
diadakanlah apa yang yang dinamakan “Basasuluh”. Yakni ingin mendapatkan
keterangan tentang calon isteri yang diinginkan setelah mendapatkan persetujuan
dari pihak keluarga yang bersangkutan.
Beberapa hal yang ingin diketahui
diantaranya:
1. Tentang agamanya
2. Tentang keturunannya
3. Tentang kemampuan rumah tangganya
4. Tentang kecantikan wajahnya
Dari empat
hal tersebut di atas yang menjadi titik tumpu perhatian itu adalah pada dua hal
yaitu agama dan keturunannya. Sebaliknya, bagi keluarga calon isteri di samping
hal di atas, akan diperhatikan pula apakah lapangan pekerjaan calon suaminya
tersebut. Hal itu sangat penting karena akan turut menentukan nilai rumah tangga
mereka kelak.
2. BADATANG
Pihak
keluarga pria pada saatnya yang diberitahukan sebelumnya, datang dengan
beberapa orang ke rumah calon isteri yang disebut dengan istilah “badatang”.
Kedatang ini diterima antara kedua keluarga calon suami isteri itu secara
traditional biasanya lahirlah dialog yang mempunyai versi prosa liris bahasa
daerah Banjar yang umumnya disebut Baturai Pantun, yakni berbalas pantun antara
keluarga pihak calon.
Adat orang
banjar tidak mengenal istilah Batunangan atau Bapacaran. Istilah ‘Balarangan’
tidak sama dengan istilah ‘Batunangan’, karena belarangan adalah suatu
perencanaan ancer – ancer para pihak orang tua masing – masing, ketika kedua
anak masih remaja.
Menurut adat
seorang gadis yang akan kawin, maka untuk selama 40 hari sebelumnya dia tidak
diperkenankan keluar rumah. Selama itu dia harus membersihkan diri, berlangsir
mempercantik dirinya, yang disebut dengan istilah ‘bekasai’, sekaligus dia
diberi beberapa nasehat.
3. BATIMUNG
Bagi
pengantin pria maupun wanita terutama menjelang hari persandingan dua atau tiga
hari sebelumnya, maka pada malam harinya harus melaksanakan mandi uap yang
dikenal dengan istilah ‘Batimung’. Diharapkan dengan batimung ini akan menguras
habis keringat tubuh, menyehatkan dan mengharumkan tubuh pengantin tersebut.
Dengan demikian pada saat persandingan nanti kedua pengantin tidak akan
berkeringat lagi.
4. MANDI – MANDI
Pada waktu
pagi hari menjelang acara persandingan siang, pengantin wanita melangsungkan
acara mandi – mandi pengantin dengan air yang ditaburi macam – macam bunga.
Pada daerah Kuala kadang – kadang disebut dengan istilah ‘Badudus’ atau
‘Bapapai’ dengan mayang Pinang. Jumlah bunga – bunga yang dioerlukan lebih
banyak dan lebih berkesan sebagai salah satu upacara.
Acara mandi
– mandi dilakukan oleh tiga orang wanita tua yang telah berpengalaman, yang
umumnya dipimpin oleh seorang bidan kampong atau wanita tua lainnya. Selesai
mandi, pengantin wanita disuruh menjejak telur ayam sampai pecah dengan ujung
tumit. Ketika itu juga pengantin wanita tersebut dicukur yaitu dengan istilah
‘Belarap’, membikin cecantung pada kiri kanan wajahnya. Biasanya kemudian
diikuti acara selamatan kecil dengan nasi lamak (ketan) berinti gula merah dan
pisang mauli.
5. BATAPUNG TAWAR
Seiring
dengan acara mandi – mandi tadi pada saat itu juga diadakan acara ‘batapung
tawar’, dimaksudkan sebagai penebus atas berakhirnya masa perawan bagi seorang
wanita. Untuk itu disediakan apa yang dinamakan ‘piduduk’, yaitu seperangkat
keperluan pokok bahan makanan dalam wadah sasanggan (bokor kuning) yang terdiri
dari sagantang beras, sebiji nyiur, gula merah, seekor ayam betina hitam, telur
ayam tiga butir, lading, lilin, sebiji uang bahari (perak), jarum dengan
benangnya, sesuap sirih, rokok daun, dan rerempah dapur. Isi piduduk: beras
melambangkan rezeki, nyiur melambangkan lemak (kehidupan), gula merah lambing
manis (kehidupan), ayam lambing cangkal becari, telur ayam lambang sum-sum,
lading makna semangat yang keras, lilin lambang penerangan, uang lambang
persediaan dalam hidup, jarum dan benang lambang ikatan suami isteri, sesuap
sirih lambang kesatuan, rokok daun lambang kelaki-lakian, rerempah dapur
lambang keterampilan kerja di dapur. Selanjutnya seluruh isi piduduk ini
diberikan kepada bidan kampong yang memimpin acara mandi – mandi. Untuk yang
hadir pada acara betapung tawar disuguhi air teh manis atau kopi dengan kue,
bubur habang bubur putih, cucur, wadai gincil, wadai galang, dan lakatan
ber-inti.
6. NIKAH
Yang
dimaksud dengan nikah adalah upacara keagamaan untuk melangsungkan ijab kabul
di hadapan seorang penghulu dan saksi – saksi. Acara ini sering kali juga
disebut ‘Meantar Jujuran’.
7. BATAMAT AL-QUR’AN
Baik
pengantin pria maupun pengantin wanita pada waktu menjelang acara persandingan
biasanya melangsungkan acara betamat Qur’an yakni membaca kitab suci Al-Qur’an
sebanyak 22 surah yang dimulai dari surah ke 93 (Ad-Dhuha) sampai dengan surah
ke 114 (An-Nas) ditambah dengan beberapa ayat pada surah Al-Baqarah, ditutup
dengan do’a khatam Qur’an, pembaca do’a biasanya guru mengaji pengantin
tersebut.
Suatu
kebiasaan yang unik dan lucu, ialah apabila pengantin telah sampai pada bacaan
surah ke 105 (Al-Fiil) biasanya ramailah anak-anak dan remaja di sekitar itu
memperebutkan telur masak sekaligus memakannya. Sebab menurut cerita konon yang
mendapatkan telur masak itu akan menjadi terang hatinya, cepat menjadi pandai
membaca kitab suci Al-Qur’an.
8. WALIMAH
Yang
dimaksud dengan ‘walimah’ ialah suatu pesta perkawinan dalam rangkaian
acara-acara perkawinan tersebut. Besar kecilnya walimah ini trgnatung pada
kemampuan keluarga ‘ahli bait’ masing.
Menurut adat
orang Banjar maka pohon (ahli bait atau tuan rumah) tidak aktif untuk bekerja
dalam persiapan itu. Justru tetangga lah yang akan melaksanakan semua
tugas-tugas, yang dibentuk semacam kepanitiaan yang disusun secara lisan saja.
Biasanya membagi-bagi tugas sebagai berikut:
1. Nang jadi kepala gawe (pimpinan kegiatan)
2. Nang meurus tajak sarubung (mendirikan tenda)
3. Nang meurus pengawahan (bagian masak nasi dan ikan)
4. Nang meurus karasmin (mengurus kesenian)
5. Nang besaruan lalakian (pengundang untuk pria)
6. Nang besaruan bebinian (pengundang untuk wanita)
7. Nang menerima saruan (penerima tamu)
Dalam
susunan pembagian tugas ini jelas terlihat bahwa sifat kegotong-royongan merupakan
adat yang sangat menonjol sekali bagi para tetangga, tanpa diminta akan
memberikan tenaga dan jasa-jasanya untuk kepentingan pelaksanaan perkawinan
tersebut.
9. PETATAIAN
Petataian
(pelaminan) dibuat secara khusus yang merupakan ciri khas banjar yang biasanya
diletakkan tepat di ‘tawing halat’ (dinding batas tengah rumah) atau yang lazim
disebut balai kencana. Terdapat juga yang dibangun khusus yang disebut balai
warti yang terdiri dari tempat duduk untuk dua orang pengantin pria dan wanita
yang berlatar belakang air Gucci yang gemerlapan dan pada kiri kanannya agak
kebelakang tersusun bantal yang bersarung merah atau kuning bersulam benang
emas, yang disebut ‘tetumpangan’. Di belakang tetumpangan terdapat pucuk
tetumpangan yang berbentuk segitiga sama kaki dengan ornamen yang serasi dengan
tetumpangannya. Di situ tersedia pula sesajian di atas piring kuningan besar
yang diletakkan di atas bokor sesanggan kuningan.
10. BATATAIAN
Merupakan
puncak dari acara perkawinan menurut adat banjar ini adalah pada upacara
betataian (bersanding) pada tempat petataian. Acara ini yang dianggap paling
bahagia oleh kedua pengantin ataupun keluarga mereka.
a.
Pengantin wanita.
Pengantin wanita dengan tat arias pengantin bak amar
gelung pancar matahari, baju lenagn pendek yang berendas epanjang pinggirannya,
dikenal dengan nama baju poko. Dipangkal kedua tangannya terpasang kilat bahu
dan gelang tangan jenis gelang tabu-tabu dilengkapi dengan menggunakan sepasang
gelang kaki emas berbentuk akar atau buku manisan.
b.
Pengantin Pria
Pakaian pengantin pria mengenakan baju jas buka yang
terdiri dari baju bagian dalam warna putih, baju luar jas buka dengan warna
yang sesuai dengan warna celana. Tutup kepala disebut laung tutup yang
mempunyai cirri khas banjar tersendiri yaitu simpul laung dalam bentuk ‘lam
djalalah’, memakai kalung samban dengan bogam melati sebanyak tiga atau lima,
membawa kembang palimbaian menuju rumah pengantin wanita.
c. Tahap-tahapan betataian
a. Pengantin pria diantar
b. Betawak nasi lamak
c. Sujud dan makan bersama
d. Usung jinggung dan diarak
11. KELAMBU PENGANTIN
Begitu
pentingnya kelambu pengantin ini bahkan menjadi suatu ukuran bagi orang untuk
melihat sampai dimana kemampuan kepala keluarga yang sedang berminantu itu. Kelambu
ini selalu ditempatkan di kamar depan sebagai suatu bagian rumah yang utama,
yakni ruangan tempat tidur sebelah kanan rumah banjar bahari, atau rumah
bubungan tinggi (rumah beanjung). Karena pada waktu itu belum mengenal atau
belum banyak mengenal ranjang. Kelambu itu digantung di ruang anjung dalam
bentuk segi empat yang umumnya mempergunakan warna putih atau kuning muda. Di
atas kelambu di pasang langit-langit dari kain yang agak tipis dengan sulaman
kembang pancar matahari.
Dalam kurun
waktu yang panjang, adat istiadat atau tradisi perkawinan adat banjar ini
mengalami beberapa perubahan baik tentang acaranya, busana atau sarana
perlengkapan lainnya, sepanjang tidak menggeser keaslian tradisionalnya.
Upaya-upaya para budayawan, perias pengantin banjar, dan penataan busana
pengantin memang telah mengambil langkah-langkah untuk menetapkan suatu standar
yang baku. Hal ini sangat penting agar cirri khas perkawinan adat banjar
tersebut dapat terpellihara secara lestari.
B. Ragam Hidangan
Ragam
hidangan yang biasanya dihidangkan pada pernikahan suku banjar hampir sama
dengan daerah kutai. Namun, yang membedakan ialah tidak adanya ketan pada
hidangan kue pernikahn. Sedangkan untuk sajian yang sering dipakai untuk
pernikahan suku banjar ialah 40 macam kue nusantara seperti amparan tatak,
apam, binka kentang, binka telur, kue cincin dan sari muka. Sedangkan
hidangannya ialah gulai, kari, soto banjar, sate banjar, ayam masak habang banjar.
C. Ragam Sesaji
Sesaji
yang disiapkan dinamakan “bapiduduk” yaitu ketan, kelapa, jarum, telur, benang
putih, semua sesaji itu ditempat kan ditempat betimung, kamar tidur dan
didapur.